Suaramuslim.net – Manusia demikian peka terhadap virus corona. Virus yang diyakini bisa mematikan manusia, sehingga berbagai tindakan preventif dilakukan seperti cuci tangan, memakai masker, menjaga jarak antar manusia, menjemur diri, bahkan tidak keluar rumah. Semua itu dilakukan secara sadar karena bahaya penyebaran virus yang demikian dahsyat.
Namun, manusia lupa bahwa dirinya tak khawatir terhadap dosa yang dilakukan, baik secara sengaja atau tak sadar. Padahal dosa inilah yang seharusnya dijauhi. Penindasan, ketidakadilan, kebohongan, pembunuhan, merupakan dosa besar.
Ketika kejahatan kemanusiaan ini memuncak dan sulit dibendung, maka Allah menurunkan musibah besar ini. Munculnya penyakit virus corona (Covid-19) ini, merupakan jawaban atas dosa-dosa kemanusiaan, agar manusia mau tunduk dan patuh pada aturan ilahiyah.
Corona dan Tentara Allah
Virus Corona merupakan makhluk, sekaligus salah satu tentara Allah. Sebagai Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, Allah memiliki kekuasaan untuk menguji manusia agar tunduk dan patuh terhadap hukum dan ketetapan-Nya. Sedemikian besarnya ketakutan manusia terhadap virus ini membuat manusia harus menghentikan seluruh aktivitas sebagaimana biasanya.
Apa yang menimpa manusia saat ini, dengan virus corona, tidak lepas sebagai ujian agar manusia mau tunduk dan patuh kembali meniti jalan Allah. Ketidakadilan, penindasan sesama manusia, pergaulan bebas, dan berbagai kemaksiatan telah menyebar, dan bahkan dianggap sebagai budaya yang sulit dihapus.
Bahkan manusia sudah sedemikian berani melakukan kesombongan dengan berbuat syirik, dengan mengakui kekuatan lain selain Allah karena terbelenggu oleh kekuasaan, harta, dan perempuan, hingga tak percaya adanya kehidupan akhirat.
Anehnya, perbuatan menyimpang ini dipelopori para elite, penguasa, dan tokoh masyarakat. Sementara tokoh agama ikut larut dan membiarkan perilaku itu berjalan seolah dengan seizinnya. Sehingga masyarakat umum menganggap hal sebagai bagian dari agama.
Di saat-saat seperti ini ada seruan untuk kembali ke jalan Allah. Alih-alih bersikap taat, manusia justru melakukan perlawanan, dan memarginalisasi para ulama atau dai yang mengajak kembali ke jalan yang benar. Di saat peringatan itu tidak diindahkan, maka Allah menurunkan ujian berupa bala tentaranya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِي قَرۡيَةٖ مِّن نَّبِيٍّ إِلَّآ أَخَذۡنَآ أَهۡلَهَا بِٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ لَعَلَّهُمۡ يَضَّرَّعُونَ
Dan Kami tidak mengutus seorang nabi pun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan agar mereka (tunduk dengan) merendahkan diri. (QS. Al-A’raf: 94).
Ayat ini berbicara sebagai akhir episode perlawanan yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat atau elite penguasa yang secara sistematis menjatuhkan wibawa utusan Allah.
Wibawa utusan Allah diruntuhkan dengan menentang ajaran yang dibawa para utusan itu. Bahkan dengan sombong, para pemuka dan tokoh masyarakat mengerdilkan pesan dan risalah yang disampaikan. Bahkan membuat tipu daya guna melakukan perlawanan kolektif dengan mengajak masyarakat untuk menolaknya.
Berbagai bentuk perlawanan itu dengan menuduh para pemberi peringatan, seperti pernyataan-pernyataan Al-Qur’an berikut:
قَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِهِۦٓ إِنَّا لَنَرَىٰكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ
Pemuka-pemuka kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’raf: 60).
قَالَ ٱلۡمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوۡمِهِۦٓ إِنَّا لَنَرَىٰكَ فِي سَفَاهَةٖ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ
Pemuka-pemuka orang yang kafir dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar kurang waras dan kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. Al-A’raf: 66).
قَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا بِٱلَّذِيٓ ءَامَنتُم بِهِۦ كَٰفِرُونَ
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu percayai.” (QS. Al-A’raf: 76).
وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوۡمِهِۦٓ إِلَّآ أَن قَالُوٓاْ أَخۡرِجُوهُم مِّن قَرۡيَتِكُمۡۖ إِنَّهُمۡ أُنَاسٞ يَتَطَهَّرُونَ
Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci.” (QS. Al-A’raf: 82).
قَالَ ٱلۡمَلَأُ ٱلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ مِن قَوۡمِهِۦ لَنُخۡرِجَنَّكَ يَٰشُعَيۡبُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَكَ مِن قَرۡيَتِنَآ أَوۡ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَاۚ قَالَ أَوَلَوۡ كُنَّا كَٰرِهِينَ
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syuaib berkata, “Wahai Syuaib! Pasti kami usir engkau bersama orang-orang yang beriman dari negeri kami, kecuali engkau kembali kepada agama kami.”Syuaib berkata, “Apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak suka? (QS. Al-A’raf: 88).
Bentuk perlawanan kolektif seperti menuduh pembawa ajaran sebagai orang sesat, tak berakal sehat (gila), pendusta, dan sok suci. Bahkan ada yang menolak mentah-mentah, meski argumentasi sudah disampaikan.
Betapa banyak masyarakat kita saat ini, baik tokoh masyarakat, pejabat, atau rakyat yang tak percaya kehidupan akhirat. Mereka demikian leluasa melakukan korupsi, penipuan, dan kebohongan, serta pembunuhan secara sistematis dan kasat mata terhadap anggota masyarakat yang dianggap mengganggu kepentingannya.
Mereka melakukan kejahatan kemanusia itu tanpa ada rasa dosa, dan begitu yakin perbuatannya tidak akan memperoleh balasan dari Sang Penguasa, Allah.
Corona bisa jadi merupakan peringatan Allah atas perlawanan kolektif yang dimotori oleh para pemangku kekuasaan dan elite birokrasi. Mereka bukan hanya menutup ruang bagi tegaknya nilai-nilai agama ini, tetapi memberi kesempatan kepada para penopang kekuasaan untuk membiarkan para penguasa melenyapkan agama ini.
Mudah-mudahan dengan tentara Allah yang kecil ini, yang dinamakan Covid 19 (Corona Virus Desease 19) ini bisa menundukkan hati manusia untuk kembali kepada fitrahnya.
Fitrah untuk mengagungkan Allah dan menyayangi manusia, dengan tunduk dan patuh serta mau menjalankan nilai-nilai kebenaran yang diturunkan Allah melalui para ulama.
Surabaya, 23 Maret 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net