Suaramuslim.net – Remaja akan mengalami masa kegalauan dalam fase hidup mereka, para orang tua dan pendidik bisa mengenalinya dari indikasi berikut.
Ciri pertama kepribadian yang melekat pada usia aqil baligh, secara standar adalah manusia yaitu berakal (aqil) yang ditandai dengan pencapaian kemandirian dan identitasnya (logis, abstrak, dan idealis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Ciri kedua kepribadian remaja adalah baligh (dalam Bahasa Arab bermakna “sampai”), yaitu “telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan.”
Itu berarti, usia aqil baligh adalah masa usia seorang pribadi mampu membedakan baik buruk, mampu menganalisa, mampu membuat keputusan dan mampu bertanggung jawab pada akhlak yang ia tampilkan.
Masa perkembangan di usia aqil-baligh ini (11-18 tahun) suasana pendidikan terbaik yang bisa kita sajikan adalah lingkungan positif dan kegiatan magang. Sehingga fokus utama pembelajaran terletak pada kemampuan sosial, emosional, meta kognisi, dan mempersiapkan generasi aqil-baligh untuk mampu hidup mandiri di dunia nyata.
Pembangunan dasar karakter pada usia sebelumnya (6-10 tahun) sangat menentukan cara pandang dunia anak usia aqil-baligh ini.
Suasana rumah dan sekolah yang bisa menjadi tempat belajar yang nyaman, menjadi laboratorium untuk mempelajari bagaimana dunia bekerja, pemahaman yang kuat pada keyakinan keluarga (akidah), dan terciptanya kebiasaan-kebiasaan positif akan sangat memudahkan generasi aqil-baligh menyiapkan diri dalam mencapai kemandirian.
Dengan demikian, kegalauan pemuda muslim tidak akan terjadi pada hal-hal kecil bahkan remeh temeh. Menentukan jurusan, mencari pekerjaan, mencari pasangan, bahkan jika masih ada pemuda berusia 17 tahun dan galau karena tidak punya pulsa?
Mari kita cek kembali perjalanan hidup yang sudah kita berikan kepada generasi kita.
Bukan tidak penting hal-hal yang saya tulis di atas, tetapi harus ada hal yang besar yang kita bebankan kepada generasi aqil-baligh, agar mereka berpikir untuk menjadi orang besar dan solutif.
Kegundahan positif itu seharusnya adalah kegundahan turunan dari para pendahulunya. Sehingga ada pertanyaan besar, ”Apa yang harus saya lakukan untuk memecahkan masalah?”
Di balik temperamen
Temperamen adalah suatu jenis sifat emosi milik seseorang, tanggapan terhadap dorongan emosi, kecepatan menanggapi suatu hal serta suasana hati. Gejala itu bergantung pada diri individu dan dapat dipengaruhi faktor keturunan.
Hasil penelitian mengatakan bahwa gen orang tua 20-60 % memiliki peran dalam memunculkan temperamen anak-anak mereka.
Perbedaan antara temperamen dengan kepribadian adalah, temperamen merupakan sifat-sifat individu yang sudah menjadi bawaan dari lahir, sedangkan kepribadian adalah gabungan sifat yang dimiliki individu yang memberi pengarahan untuk bertingkah laku, berperasaan dan berpikir secara khas berkaitan dengan lingkungan sosial mereka.
Karena prosentase genetik yang memiliki peran menghadirkan konsep emosi keturunan, maka menerapkan pola asuh yang tepat dan menghadirkan sosok teladan yang saleh merupakan kewajiban para orang tua.
Menciptakan lingkungan sosial positif adalah tanggung jawab bersama, antara orang tua dan semua civitas akademika di lembaga pendidikan nantinya.
Agar kita memahami temperamen generasi kita, maka kita perlu melakukan pendekatan yang tepat kepada mereka agar bisa mengetahui penyebab temperamennya. Apakah pengalaman dari peristiwa masa kecil, perilaku sebagai penutup kelemahan, atau ketidakmampuan dalam mengungkapan ide dan perasaannya.
Kecerdasan akal budi
Akal adalah media sumber ilmu pengetahuan, semakin sering akal diberikan nutrisi pengetahuan, semakin tajam ia akan mampu digunakan.
Temperamen berhubungan erat dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan akal-budi merupakan perpaduan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional.
Al-Qur’an membagi manusia dalam tiga dimensi, Ruhiyah, Aqliyah, dan Jasmaniyah.
Kecerdasan emosional merupakan wujud hasil nutrisi Ruhiyah, dan nutrisi ruh adalah agama yang benar dan disempurnakan dengan ibadah yang benar. Bisa saya simpulkan, jika kita tidak menginginkan generasi aqil-baligh kita temperamental, maka berikan nutrisi ruh yang tepat dan benar kepada mereka.
Bahasa sederhananya adalah, ketika generasi kita memahami jati diri sebagai hamba Allah SWT dan akhlak Rasulullah SAW sebagai teladan terbaik, maka kecerdasan akal-budi bisa kita rasakan dari pancaran akhlak mereka. Insyaa Allah!
Peran tokoh kehidupan
Kembali pada hasil penelitian para ahli yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara 20-60 % genetik menyertai temperamen dalam diri manusia, bisa kita jadikan sebagai referensi semangat untuk mewujudkan diri sebagai tokoh kehidupan generasi kita.
Tokoh terbaik yang bisa menyambungkan gen kesalehan tentu adalah orang tua. Dari keteladanan orang tua lah, genetika generasi kita yang sudah baik akan selalu berproses menuju kesempurnaan akhlak.
Tokoh kehidupan lain yang bisa mewarnai temperamen generasi muda adalah pribadi pendidik dan lingkungan literasi mereka.
Literasi yang menghidupkan seluruh kecerdasan generasi sudah tak terhitung sumbernya. Tinggal bagaimana kita semua saling menguatkan untuk membimbing mereka bisa memilah dan memilih literasi yang membuat mereka positif dalam berpikir, santun dalam perilaku, dan sehat jasmani-ruhaninya.