Doa ibu, dari pegawai Dikbud Unair ke pohon hayat antarkan Suparto Wijoyo raih gelar profesor

Doa ibu, dari pegawai Dikbud Unair ke pohon hayat antarkan Suparto Wijoyo raih gelar profesor

Pengukuhan Suparto Wijoyo sebagai guru besar hukum lingkungan administrasi Universitas Airlangga. Kamis (07/09/2023).

SURABAYA (Suaramuslim.net) – Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., AK., mengukuhkan empat guru besar di ruang Garuda Mukti Gedung Kantor Manajemen Unair Mulyosari, Kamis (07/09/2023).

Keempat guru besar tersebut yaitu Prof Dr Ririn Tri Ratnasari, SE., M.Si, Prof Dr Dra Ec Thinni Nurul Rochmah, M.Kes dan Prof Dr Wiwied Ekasari, M.Si., Apt. dan Prof. Dr. Suparto Wijoyo, SH., M.Hum.

Rektor Unair mengucapkan selamat kepada empat guru besar baru yang akan menambah energi bagi Uniar untuk berkontribusi lebih baik pada masa-masa yang akan datang.

“Ini adalah anugerah, ada 60-an guru besar yang akan dikukuhkan tahun ini. Saya berharap ini bagian tambahan semangat dan energi dan Unair semakin siap berkolaborasi dengan berbagai pihak,” ujarnya.

“Guru besar adalah langkah awal untuk memberikan kontribusi karena eksistensi guru besar adalah kontribusi kemanfaatan pada pengetahuan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” imbuhnya.

Rektor berpesan meskipun sudah menjadi guru besar namun pengembangan ilmu harus terus dilakukan dan kemanfaatan kepada semesta harus terus ditingkatkan.

Pohon hayat dan keajaiban doa ibu

Prof. Dr. Suparto Wijoyo, SH., M.Hum. yang merupakan Wakil Direktur 3 bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Internasionalisasi dan Digitalisasi Sekolah Pascasarjana Unair membawakan judul pengukuhan Menumbuhkembangkan Pohon Hayat Hukum Lingkungan Administrasi untuk Mengatasi Krisis Iklim.

Berangkat dari kesehatan bumi sedang dipertaruhkan dari ancaman pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) suhu bumi kian panas akibat memanggul beban berlebih jumlah karbon (CO2).

“Konstelasinya menciptakan tren suhu bumi yang secara hiperbolik cenderung dikatakan menuju “global boiling” atau pendidihan global,” ujar Suparto.

Mengapa memilih pohon? Karena pohon adalah manifest asal muasal kehidupan. Pohon dalam literasi tutur masyarakat pedesaan Jawa adalah Taru, tetapi di kampung-kampung pedalaman Jawa popular dengan wit-wit an alias kawitan yang berarti permulaan.

“Pohon menjadi penanda episode kehidupan karena akarnya berfungsi sebagai bank air, batang, cabang dan daunnya adalah penyedia material kebutuhan makhluk hidup yang bernama O2 (Oksigen) dan menyerap CO2 (Karbondioksida). Dengan demikian dalam perjalanannya manusia sebagai bagian dari mahluk hidup ingat akan “sangkan paran” kehidupan dan menjaga serta menyelamatkan lingkungan hidup sebagai kesadaran kolektif,” tutur Suparto.

Dalam akhir pidatonya Suparto bercerita bahwa ada sebuah kisah unik bahwa ucapan ibu adalah doa yang ajaib.

Sang ibu dalam sebuah kesempatan sempat berucap, “Kelak nanti kamu akan menjadi pegawai Dikbud Unair!”

Dan hal tersebut seakan diijabah Allah SWT, tak hanya sampai pada menjadi pengajar akan tetapi kini berbuah manis menjadi seorang guru besar di Universitas Airlangga.

Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment