Suaramuslim.net – Seberapa yakin wudhu kita selama ini telah sempurna? Jangan-jangan masih ada anggota tubuh yang punya hak terhadap air, namun tidak diberikan. Bukankah itu menjadi alasan neraka membakar daging tersebut?
Berwudhu menjadi syarat sah shalat. Tiada wudhu (bukan kondisi darurat) tiada shalat. Aktifitas sebelum shalat atau ibadah yang lainnya ini membutuhkan perhatian.
Perhatikan dengan jeli, akan ada orang yang tidak sempurna. Sudah terbiasa wudhu dan terlewat. Entah pipi yang sebagian kering, sikut tidak basah atau belakang kaki yang masih berdebu.
Maka perlu ada doa di setiap mulai atau akhir amalan tersebut. Wudhu misalnya. Dimulai dengan bacaan basmalah yang memiliki makna pengagungan kepada Allah swt. Selain itu sebagai perwujudan untuk membuka koneksi keberkahan. Sehingga disadari atau tidak disadari membuka interaksi dengan Allah subhanahu wa ta’ala.
Selesai berwudhu juga ditutup dengan doa. Isi dari doa biasa yang ada berupa ikrar syahadat, ampunan dan amalan yang dilakukan.
Ampunan penyebab salah satu rezeki lancar. Dosa-dosa membuat “rezeki” terasa tidak rezeki. Bahasa sederhana, dapat seratus ribu tidak terasa seperti seratus ribu. Tidak terasa habisnya.
Doa setelah wudhu dimaksudkan agar amalan yang tidak sempurna bisa dianggap “diterima”. Dan harapan melambung kesana. Amalan yang jadi kebiasaan tersebut bisa mengantarkan kepada surga. Sebagaimana Bilal radhiallahu ‘anhu. Sahabat yang berkulit hitam dengan keimanan yang putih.
Setelah selesai wudhu, doa yang dipanjatkan memakai redaksi syahadat. Seakan mengungkapkan untuk “mualaf” lagi dengan berwudhu. Selain itu menggiring untuk tetap bersama berbesar hati dalam ketidaksempurnaan. Dan ditutup dengan doa tersebut.
اَشْهَدُ اَنْ لاَّاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Artinya:
“Aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah.”
Bahkan ada lafadz lebih spesifik tentang taubat. Menunjukkan apa yang dikerjakan barusan ada kesalahan yang diketahui atau tidak diketahui. Selain itu bentuk kerendahan diri dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Dzat pembuat syariat berkenan menutup cacat dalam amalan wudhu tersebut. Dan berikut merupakan doa yang disertai pertaubatan.
اَشْهَدُ اَنْ لاَّاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْن
Artinya:
“Aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci.”
Doa setelah wudhu tidak saja sekedar rangkaian ritual wudhu. Disana ada fungsi sebagai penutup celah ketika ada kekurangan dalam proses. Bukankah setiap amalan butuh khusuk? Bukankah setiap amalan butuh kesempurnaan gerak?