Suaramuslim.net – Moazzam Malik, Duta Besar Inggris untuk Indonesia menganggap bangsa Indonesia lebih berhasil mengelola resiko munculnya ektremisme dan radikalisme dibanding negara-negara lain di dunia.
Menurutnya, keberhasilan itu tidak terlepas dari keberadaan Pancasila sebagai ideologi nasional serta peran lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan kalangan pesantren.
Dikutip dari republika.co.id, hal tersebut diungkapkan oleh dubes Muslim pertama dari Kerajaan Inggris itu saat berkunjung ke Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, pada Kamis (27/04/2017). Dalam kunjungan tersebut, Moazzam diterima langsung oleh pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) di Dalem Kasepuhan Tebuireng.
Didampingi Country Director British Council Indonesia, Paul Smith, pria berdarah Pakistan ini berharap, komunitas pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Muslim di Inggris bisa saling bekerja sama dan berbagi pengalaman untuk mengatasi ekstremisme dan radikalisme.
Moazzam menuturkan bahwa di Inggris terdapat tiga juta jiwa penduduk beragama Islam atau sekitar lima persen dari total penduduk Inggris. Mereka masih punya hubungan yang erat dengan negara asalnya.
“Tapi, negara asalnya sering didera konflik dan masalah-masalah lain, seperti ekstremisme dan kemiskinan,” ujarnya.
Pria yang ditugaskan menjadi duta besar di Indonesia, ASEAN dan Timor Leste ini merasa perlu berkunjung ke beberapa pesantren ternama di Jawa Timur. Sebelum ke Tebuireng, Moazzam juga berkunjung ke Pesantren Gontor Ponorogo dan Pesantren Lirboyo Kediri. ”
Moazzam: Kami Ingin Mempererat Hubungan Antara Pesantren dengan Sekolah di Inggris
Selama 2,5 tahun ini Moazzam mengaku hanya mendengar tentang Pesantren Tebuireng yang punya peran sangat penting dalam sejarah Indonesia.
“Saya yakin akan punya peran penting untuk masa depan Indonesia ke depan. Jadi, saya di sini untuk mempelajari dan melihat bagaimana Indonesia bisa lebih berhasil (mengatasi ekstremisme dan radikalisme),” ujarnya.
Pihaknya berharap ke depannya dapat membantu kalangan santri dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dalam Bahasa Inggris.
“Saya berpikir, salah satu keperluan ke depan adalah berkomunikasi dengan teman-teman di luar negeri. Karena semua masalah seperti ekstremisme dan radikalisme sudah melintasi batas negara, maka solusinya juga harus melintasi batas negara,” ungkapnya.
Menurutnya, pengalaman Indonesia sebagai negara yang beragam, demokratis dan maju, akan jauh lebih berguna bagi umat Islam di Inggris jika santri bisa berkomunikasi langsung dengan umat Islam di sana.
Hal inilah yang diharapkan menjadi jendela pembuka wawasan kaum santri agar dapat melihat kehidupan muslim dan non-Muslim di Inggris. Begitu juga sebaliknya.
Muslim Inggris sudah melihat gaya hidup dan budaya masyarakat Muslim Somalia atau Pakistan. Dengan melihat budaya Muslim Indonesia, dia berharap akan dapat menyebarkan lebih luas tentang pengalaman tersebut di negaranya. “Jadi, kami ingin mempererat hubungan antara pesantren dengan sekolah-sekolah di sana,” tegasnya.
Moazzam juga menyempatkan diri berziarah ke makam KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).