JAKARTA (Suaramuslim.net) – Dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat muslim etnis Uighur di China jadi sorotan dunia. Pemerintah Indonesia didesak untuk bersuara membela muslim Uighur di Xinjiang yang sedang mengalami pelanggaran HAM.
“Dari pemberitaan media internasional, perlakuan diskriminatif dan tindakan represif pemerintah China terhadap muslim Uighur sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Tapi sayangnya belum ada negara-negara muslim, termasuk Indonesia, yang berani mengecam tindakan pemerintah China,” kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon seperti keterangan yang diterima Suaramuslimdotnet, Senin(16/12).
Menurut Fadli, meski diberikan status otonomi, penduduk muslim di Xinjiang faktanya justru mengalami perlakuan represif. Lebih dari 10 juta muslim di Xinjiang mengalami perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi.
Bahkan berdasarkan hasil investigasi UN Committee on the Elimination of Racial Discrimination dan Amnesty International and Human Rights Watch yang dikeluarkan pada Agustus lalu, sekitar dua juta warga Uighur ditahan otoritas China di penampungan politik di Xinjiang. Banyak para tahanan yang dipenjara untuk waktu yang tak ditentukan dan tanpa dakwaan. Bahkan ironisnya, penahanan tersebut tidak sedikit yang berujung pada penyiksaan, kelaparan, dan kematian.
“Melihat kenyataan seperti ini seharusnya pemerintah Indonesia bersuara. Tidak diam seperti sekarang. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia punya tanggung jawab moral lebih atas nasib jutaan muslim Uighur. Sebab jika tidak, ini bisa menjadi bencana kemanusiaan yang lebih besar,” kata Fadli.
“Dalam Universal Periodic Review di UN November lalu, sebenarnya masyarakat berharap ada suara tegas dari pemerintah Indonesia. Tapi sayangnya, sikap tersebut sama sekali tidak tercermin dalam pernyataan perwakilan pemerintah Indonesia. Padahal apa yang dialami muslim Uighur bukan hanya sekedar diskriminasi agama, namun juga sudah suatu tindak pelanggaran HAM,” ujar Fadli.
Menurut politisi Gerindra ini, kerja sama ekonomi yang sedang dijalin Indonesia dengan China, tidak bisa menjadi alasan Indonesia untuk tetap diam atas nasib jutaan muslim Uighur yang teraniaya. Politik luar negeri Indonesia, lanjutnya, menganut prinsip bebas aktif. Sikap Indonesia jelas tidak bisa didikte oleh siapa pun.
“Selain Indonesia memiliki peran alamiah sebagai negara muslim, menjaga ketertiban dunia adalah mandat konstitusi. Mandat konstitusi tak bisa dijalankan hanya dengan bersikap netral atau pasif saja. Harus ada ketegasan,” kata dia.
Penyelidikan kantor berita the Associated Press (AP) mengungkapkan, China mengirimkan ribuan bahkan puluhan ribu warga Uighur, kelompok minoritas muslim di Provinsi Xinjiang, ke kamp penahanan atas tuduhan kejahatan politik karena berpaham ekstremis.
Selama ditahan, warga Uighur itu harus menaati aturan ‘lima pilar sama rata sama rasa’: tinggal, berolah raga, belajar, makan, dan tidur bersama-sama.
Menurut AP, pemerintah China menyebut program penahanan Uighur ini sebagai ‘pelatihan kejuruan’ tapi tujuan utamanya sebetulnya indoktrinasi.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir