Fatwa MUI tentang Kloning

Fatwa MUI tentang Kloning

Fatwa MUI tentang Kloning
Ilustrasi tanaman hasil kloning.

Suaramuslim.net – Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H/25-29 Juli 2000 M membahas tentang cloning dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Menimbang

  1. Bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh iptek adalah kloning, yaitu “suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel janin yang sudah berdiferensiasi dari sel dewasa” atau “penggandaan makhluk hidup menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur yang sudah dibuang intinya atau dengan pembelahan indung telur pada tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel dan bagian-bagian tubuh”
  1. Bahwa masyarakat senantiasa mengharapkan penjelasan hukum Islam tentang kloning, baik kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama kloning terhadap manusia;
  1. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum kloning untuk dijadikan pedoman.

 

Memperhatikan

  1. Kloning tidak sama dengan, dan sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekadar penggandaan.
  1. Secara umum, kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
  1. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain: rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor; dengan kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning.
  1. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif) yang tidak sedikit; antara lain:
  • menghilangkan nasab anak hasil kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikannya sejumlah hukum yang timbul dari nasab;
  • institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual;
  • lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya, hukum, dan syari’ah Islam lainnya;
  • tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan;
  • hilangnya maqashid syari’ah dari perkawinan, baik maqashid awwaliyah (utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder).

 

  1. Pendapat dan saran peserta sidang.

 

Mengingat 

  1. Firman Allah SWT

“Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Al-Jatsiyah: 13).

  1. Firman Allah SWT

“Dan Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra: 70).

  1. Firman Allah SWT

“….Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka. Katakanlah, ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS Al-Rad: 16).

  1. Firman Allah SWT

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling baik.” (QS Al-Mukminun: 12-14).

  1. Kaidah Fiqhiyah

“Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan.”

Menetapkan           

FATWA MUSYAWARAH NASIONAL VI MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG KLONING

  1. Kloning terhadap manusia dengan cara bagaimana pun yang berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram.
  1. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan/atau untuk menghindarkan kemudaratan (hal-hal negatif).
  1. Mewajibkan kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktek kloning terhadap manusia.
  1. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama, untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi kloning, meneliti peristilahan dan permasalahannya, serta menyelenggarakan kajian-kajian ilmiah untuk menjelaskan hukumnya.
  1. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk mendorong pembentukan (pendirian) dan mendukung institusi-institusi ilmiah yang menyelenggarakan penelitian di bidang biologi dan teknik rekayasa genetika pada selain bidang kloning manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
  1. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk segera merumuskan kriteria dan kode etik penelitian dan eksperiman di bidang biologi untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukan.
  1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment