SURABAYA (Suaramuslim.net) – Lawakan mantan artis cilik Joshua Suherman dalam bentuk standup comedy yang beredar di berbagai media sosial menuai pro kontra dari netizen. Dalam video tersebut Joshua mengatakan bahwa alasan unggulnya Anisa daripada Cherly (keduanya mantan personil girlband Cherrybelle) adalah karena Anissa beragama Islam.
“Kenapa Anissa selalu unggul daripada Cherly, ah sekarang gue ketemu jawabannya, makanya Che Islam!” ujarnya. Lawakan ini kemudian ditutup dengan pernyataan Joshua bahwa di negeri ini ada yang tidak bisa dikalahkan oleh bakat apapun, yaitu mayoritas.
Beragam tanggapan terhadap materi lawakan yang disampaikan Joshua ini. Ada yang melaporkan ke polisi, ada yang membela. Yang menarik tanggapan dari komika Pandji Pragiwaksono dan komika Ernest Prakasa. Menurut Pandji lewat akun twitternya, untuk sebuah konten sensitif seperti soal agama yang akan disampaikan di “Juru Bicara”, persiapan bisa enam bulan, tidak dadakan, itupun masih ada yang tersinggung. Sementara Ernest di sebuah media mengatakan, “Apapun yang kita omongin, ya kita harus siap bertanggung jawab. Dari sejak awal karir, itu prinsip yang gua pegang,” kata Ernest.
Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) atas nama Rahmat Himran menilai Joshua menistakan agama Islam dan melaporkan Joshua atas kasus penodaan agama pada Selasa (9/1). Hal ini juga menjadi tema diskusi talkshow Ranah Publik di Suara Muslim Radio Network pada Jum’at (12/01). Hadir sebagai narasumber dosen filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya Dr. Hammis Syafaq dan dua narasumber lainnya bergabung melalui sambungan telepon yaitu Ustad Muhammad Yunus dari MUI Jatim dan Rahmat dari FUIB.
Rahmat yang menjadi pembicara pertama menyebutkan pihaknya melaporkan Joshua dengan tiga pasal berlapis yaitu pasal 27ayat 3, pasal 26 ayat 2 dan pasal 156 A terkait penistaan agama. Rahmat mengaku selaku umat muslim merasa sangat tersinggung ketika agama Islam dijadikan bahan lawakan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. “Kami tidak melarang Joshua atau yang lain melakukan lawakan, asalkan jangan menyinggung agama. SARA itu sangat sensitif di Indonesia. Silakan berkreasi dengan kreativitas yang ada, jangan menyentuh persoalan agama dan akidah. Karena tidak elok kalau agama dijadikan bahan lawakan, jangan kaitkan profesionalitas dan bakat orang dengan agama,” tegas Rahmat.
Apalagi menurut Rahmat lawakan itu ditutup dengan menyebut Islam, tidak ada yang bisa dikalahkan yaitu mayoritas. “Mayoritas sampai diulang. Sangat jelas menyinggung keberadaan umat Islam sebagai mayoritas. Artinya hal apapun yang dilakukan minoritas, tidak bisa mengalahkan mayoritas. Ini tidak lucu agama diperbuat seperti itu. Itu kan hal yang akan memancing umat Islam melakukan aksi-aksi seperti pada Aksi Bela Islam yang lalu. Padahal kita tidak mau hal itu terjadi lagi di negara tercinta ini,” katanya.
“Anda mau melakukan standup comedy setiap hari pun kami tidak ambil pusing. Tetapi ketika agama kami diolok-olok seperti itu, kami tidak akan tinggal diam bang,” tukasnya. Menurut Rahmat, kalau hal ini dibiarkan akan menjadi bola liar, apalagi sudah sangat viral, netizen sudah tidak takut lagi untuk memaki dan mengancam dengan akun pribadi. Bahkan ada yang menulis kalau tidak sengaja berpapasan dengan Joshua akan dihabisi.
Nah, FUIB berupaya menjadi penengah dengan melaporkan ini. Kalau memang iya terdapat penistaan, ya segera dihukum. Kalaupun ternyata terbukti tidak ada unsur pencemaran penghinaan terhadap agama, maka kita akan menerima karena melalui proses peradilan. Kami juga merampungkan berkas untuk Ge Pamungkas, dan kemungkinan Selasa depan akan dilaporkan juga ke Bareskrim Polri dengan pasal tuntutan yang sama dengan Joshua. Meskipun Ge sudah minta maaf melalui media sosialnya, jalur hukum akan terus jalan karena kita ada di negara hukum dan setiap orang harus bertanggung jawab atas tindakan yang dia lakukan dengan sengaja.
Sementara itu, menanggapi adanya ancaman dan makian kepada Joshua, Dr. Hammis menyebut itu merupakan dampak sosial dari ‘kritik sosial’ yang disampaikan Joshua, sehingga mendapatkan “hukuman” sosial seperti itu.
Hammis menyebut kasus semacam ini juga pernah terjadi di salah satu negara di Timur Tengah dalam bentuk novel dan penulisnya nonmuslim. Novelnya kemudian jadi bahan kajian karena menimbulkan konflik antar umat beragama, negara merespon dengan baik karena dampaknya tidak baik dan akhirnya dilarang beredar. Salah satu tugas negara adalah mengayomi masyarakat agar terjalin kebersamaan. “Kebersamaan itu sensitif jika saling menyinggung satu sama lain. Tidak usah agama, tentang suku dan ras saja kalau disinggung akan sensitive,” kata Hammis.
Hammis menekankan lawakan yang dianggap menyinggung mayoritas ini ada di poin terakhir dan biasanya closing statement itu adalah inti dari semua yang ingin disampaikan sejak awal, dan mendapat tepuk tangan meriah. Nampaknya sudah dikonsep, bukan karena kelalaian atau ketidaktahuan, tapi ada unsur kesengajaan dan diletakkan di akhir.
“Saya khawatir standup comedy ini ada pesanan khusus, karena diletakkan di akhir stand up sebagai penutup pamungkas. Kalau ada pesanan, ini sangat serius,” ujarnya dengan nada khawatir. Hammis juga mengomentari adanya sanggahan dari pihak Joshua yang menyebut bahwa lawakannya itu merupakan kritik sosial. Menurutnya, kritik sosial itu adalah kritik terhadap kondisi sosial masyarakat dalam hidup bernegara, bukan dalam hidup beragama. Ini menyinggung perasaan orang beragama, karena menyebutkan mayoritas dan kemudian mayoritas itu seringkali memilih sesuatu tidak rasional. Emosi keagamaan itu wajar koq, tapi tidak boleh disinggung oleh yang berbeda agama. Jika terjadi konflik dan pelaporan, wajar saja, tapi negara harus cepat merespon untuk menyelesaikan masalah ini. “Belajarlah dari kasus sebelumnya, kasus penistaan agama menjadi besar karena persoalan kecil tidak diselesaikan oleh penegak hukum dengan segera,” pungkas Hammis.
Muhammad Yunus yang dihubungi by phone memberi nasihat kepada pelawak atau siapapun yang sering tampil di media, janganlah menjadikan persoalan keagamaan menjadi obyek lawakan apalagi berpotensi pada penistaan agama. Tidak salah kalau orang yang merasa agamanya dihina kemudian membawa ke ranah hukum. Di sisi lain, penegak hukum harus berlaku adil, jangan sampai tajam ke sisi lain dan tumpul ke sisi lain.
Bagaimana dengan ucapan “mayoritas tak pernah terkalahkan” yang diucapkan Joshua ? Menanggapi ini, Yunus menyebut fakta yang terjadi mayoritas umat Islam di Indonesia itu selalu terkalahkan, termarjinalkan, dituduh antitoleransi, dan antikebhinekaan.
Mengejek bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan, padahal faktanya kalah di semua lini, dikalahkan secara struktural di semua lini. Yunus menyebut ini berbahaya, apalagi kalau kemudian Joshua ingin membenturkan antarelemen umat Islam dengan minta perlindungan kepada LBH GP Anshor.
“Masa orang nonmuslim mengadunya ke orang muslim yang dia ejek sebagai mayoritas tak terkalahkan. Parah ini. Kepolisian harus mengambil langkah tegas, proses secara hukum, kalau perlu dimasukkan seperti kasus lain tentang penistaan agama. Kalau tidak, dia akan mengoceh kemana-mana mengadu domba antarelemen umat Islam. Kemarin saja ke GP Anshor, nanti akan kemana lagi. Maka dia akan membuat manuver baru mengadu domba umat Islam. Bayangkan jika ada sekelompok masyarakat yang kemudian berseberangan dengan apa yang dilakukan Joshua dan dibela GP Anshor yang terjadi adalah benturan antar umat Islam. Sebelum ini memicu konflik yang kemudian melebar. Memicu konflik antar masyarakat, segera teman kepolisian mengusutnya,” pungkas Yunus.
Reporter : Muhammad Nashir
Editor : Oki Aryono