SURABAYA (Suaramuslim.net) – Terselenggaranya program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh pemerintah membutuhkan upaya kemandirian pangan yang terstruktur untuk memastikan manfaatnya dapat berlangsung secara berkelanjutan. Dalam hal ini wakaf dapat memiliki peran penting sebagai pengelola aset produktif yang dapat mendukung pasokan bahan pangan secara berkesinambungan.
Menanggapi hal tersebut Guru besar bidang Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Airlangga, Prof. Dr. Muhammad Nafik Hadi Ryandono, S.E., M.Si dalam Talkshow Ranah Publik Suara Muslim Radio Network bersama Badan Pengembangan Bisnis Rintisan dan Inkubasi (BPBRIN) Universitas Airlangga, Jumat (28/02/25), menekankan bahwa wakaf tidak hanya terbatas pada delapan golongan penerima zakat, melainkan bisa dibagikan kepada seluruh makhluk hidup melalui pengelolahan wakaf produktif.
“Menariknya begini, wakaf ini bisa dinikmati oleh alam semesta, jadi tidak terbatas hanya pada delapan kelompok penerima zakat. Contohnya, jika kita berbicara tentang pangan, maka jika sektor pangan dimodali dengan dana wakaf, hasilnya bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa melihat latar belakang suku atau agama.” Jelas Kepala BPBRIN Unair tesebut.
Menurutnya, wakaf yang dikelola secara produktif dapat menjadi instrumen investasi umat Islam yang manfaatnya bersifat jangka panjang dan berkahnya terus mengalir kepada seluruh makhluk hidup di alam semesta.
Ia juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa aset yang diwakafkan harus produktif. Dalam artian wakaf tidak boleh hanya berupa aset pasif atau tidak dapat dikembangkan, karena aset semacam itu dapat menjadi beban ekonomi atau akrab disebut Drakula Ekonomi.
Berikutnya mengenai aset atau dana wakaf yang monoton dibuat sebagai 3M (Masjid, Madrasah, dan Makam), Prof. Dr. Raditya Sukmana, SE., MA, selaku Koordinator Program Doktor Ilmu Ekonomi Islam Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa salah satu kendala utama dalam pengelolaan wakaf adalah kurangnya pemahaman mengenai skema investasi yang bisa diterapkan pada aset wakaf.
“Banyak lahan wakaf yang masih kosong karena masih banyak masyarakat yang berpikir bahwa wakaf hanya untuk membangun masjid, madrasah, atau makam (3M). Padahal, tanah wakaf bisa dikelola dengan skema investasi yang lebih produktif, seperti membangun restoran, sarana membantu UMKM, atau bahkan digunakan untuk pertanian yang hasilnya dapat menunjang kebutuhan masyarakat.” Ujar Koordinator Program Doktor Ilmu Ekonomi Islam tersebut.
Menurut pandangannya, pemanfaatan aset wakaf harus diintegrasikan dengan inovasi yang menggandeng semua pihak atau Blended Finance agar hasilnya lebih maksimal.
“Dengan mengambil contoh Vertical Farming di Singapura dan ZamZam Tower di Arab Saudi menjadi bukti nyata bahwa suatu aset dapat menjadi lahan yang lebih bermanfaat dan produktif,” jelas Raditya.
Pewarta: Aisyah Nurjulita
Editor: Muhammad Nashir