Suaramuslim.net – Pada 8 September 2025, reshuffle kabinet Merah Putih membuka babak baru bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga. Salah satu kursi strategis berganti, meninggalkan pertanyaan besar: siapa yang akan dipercaya memimpin kementerian yang menaruh perhatian utama pada masa depan generasi muda ini?
Bagi publik, bukan sekadar siapa orangnya, tetapi bagaimana kepemimpinan itu akan mengawal ḥifẓ al-nasl—menjaga keberlanjutan dan kualitas generasi muda Indonesia.
Generasi muda hari ini menghadapi tantangan kompleks. Bonus demografi menuju 2045 adalah peluang, tapi juga ujian. Tingginya angka pengangguran, penetrasi judi online, kecanduan digital, serta minimnya literasi kewirausahaan, menuntut strategi kepemimpinan yang matang.
Di sinilah pentingnya perspektif maqaṣid syari‘ah: menjaga generasi tidak hanya dari sisi pendidikan formal, tetapi juga dari sisi moral, ekonomi, dan sosial.
Kemenpora tidak hanya mengurusi turnamen atau prestasi olahraga. Ia adalah rumah besar bagi pengembangan potensi pemuda. Salah satu program yang patut dicermati adalah santripreneur, inisiatif yang menggabungkan semangat kewirausahaan dengan nilai pesantren. Program ini menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya komunitas santri, bisa dibentuk menjadi wirausahawan visioner, mandiri, dan beretika. Menjaga program ini berarti mengamalkan ḥifẓ al-nasl: mempersiapkan generasi penerus yang berkarakter kuat dan produktif.
Bayangkan jika generasi muda dibiarkan tanpa arahan yang jelas: mereka bisa terjebak judi online, konsumsi konten destruktif, atau kehilangan daya saing global.
Menpora baru harus mampu menciptakan ekosistem yang menumbuhkan literasi digital, kewirausahaan, dan kompetensi global. Misalnya, pengembangan jejaring santripreneur tidak hanya lokal, tetapi juga terhubung dengan forum internasional, lomba inovasi, dan program magang global. Pendekatan ini bukan sekadar menambah prestasi, tetapi juga membangun mental dan karakter yang tangguh—benar-benar penjagaan ḥifẓ al-nasl secara praktis.
Selain itu, kepemimpinan Menpora harus visioner dalam mendorong kemandirian ekonomi pemuda. Dunia pesantren, dengan modal sosial dan jaringan luas, bisa menjadi laboratorium kewirausahaan yang sustainable.
Deputi yang membidangi kewirausahaan dan kepemudaan perlu merancang kebijakan yang membuka peluang usaha, inkubasi bisnis, dan akses modal mikro bagi pemuda. Jika hal ini berhasil, bonus demografi berubah menjadi generasi produktif yang mandiri, kreatif, dan siap menghadapi persaingan global.
Tak kalah penting, Menpora baru harus peka pada isu sosial yang mengancam moral generasi. Pengaruh judi online dan budaya digital negatif memerlukan langkah preventif yang inovatif: kolaborasi dengan pesantren, komunitas kreatif, dan lembaga sosial, menghadirkan program mentoring, lomba kreatif, dan edukasi digital. Strategi semacam ini menunjukkan perhatian pada ḥifẓ al-nafs sekaligus ḥifẓ al-‘aql—menjaga kesejahteraan jiwa dan akal muda agar tetap produktif.
Refleksi ini membuat kita bertanya: apakah kursi Menpora akan diisi sosok yang sekadar menjalankan rutinitas, atau pemimpin yang mampu mengorkestrasi program pemuda yang visioner, mandiri, dan beretika?
Publik harus menunggu, namun kita bisa menegaskan bahwa arah kementerian sangat menentukan kualitas generasi yang akan datang.
Di era globalisasi dan teknologi tinggi, Kemenpora juga bisa menjadi penghubung pemuda Indonesia dengan dunia internasional. Kompetisi akademik, inovasi teknologi, lomba olahraga, dan jejaring kewirausahaan dapat menjadi jembatan pengalaman global. Di sinilah visi Menpora akan diuji: apakah kementerian mampu memfasilitasi generasi muda untuk bersaing sehat, berprestasi, dan tetap menjaga nilai moral serta etika Islami.
Hifẓ al-nasl, dalam konteks ini, bukan sekadar teori. Ia adalah pedoman praktis yang menuntun kebijakan, program, dan strategi kepemudaan. Pemimpin yang memahami prinsip ini akan memastikan bahwa setiap langkah Kemenpora berkontribusi pada terbentuknya generasi muda tangguh, visioner, dan berintegritas.
Reshuffle adalah peluang sekaligus ujian. Publik menunggu jawaban, bukan hanya soal siapa yang akan menempati kursi Menpora, tetapi bagaimana ia akan memastikan generasi muda tidak kehilangan arah di tengah dinamika sosial dan global. Jika kepemimpinan ini berjalan sesuai prinsip ḥifẓ al-nasl, kita tidak hanya mengisi jabatan, tetapi mewariskan masa depan yang cerah dan berkelanjutan bagi bangsa.
Heri Cahyo Bagus Setiawan
Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia; Dewan Penasehat Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Sidoarjo