Suaramuslim.net – Mengapa harus sakinah? Kata sakinah diterjemahkan oleh Syeikh Al-Jurjani (ahli tata bahasa dan retorika berasal dari Iran) sebagai suatu keadaan ketenteraman hati, dibarengi satu nur (cahaya) yang memberi ketenangan dan ketenteraman pada yang menyaksikannya.
Tujuan hidup manusia adalah kenyamanan dan kebahagiaan. Tidak ada seorang pun hamba yang menginginkan kehidupannya berada dalam “kesusahan.”
Perasaan tidak tenteram akan melahirkan kekhawatiran, dan kekhawatiran adalah pintu bagi setan untuk menguatkan perasaan was-was. Ketenteraman ada dalam hati, hati ada dalam dada. Di hati itulah terdapat dua kesempatan takwa dan fujur, jika setan telah menguatkan fujur, maka takwa akan kalah.
Itulah mengapa kita wajib sakinah! Karena jiwa sakinah, adalah jiwa yang jauh dari rasa was-was. Itu berarti kita tidak membiarkan kesuksesan pekerjaan setan.
Jauh dari godaan setan adalah kehidupan yang dipenuhi kebaikan. Oleh karena itu, seorang hamba selalu menyertakan doa kebaikan untuk dunia sekaligus akhiratnya.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Kisah para sahabat yang levelnya kaya kebangetan, kaya raya, hingga kaya saja menyampaikan bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika mereka bisa menikmati waktu ibadah kepada Allah SWT dan menikmati Al-Qur’an.
Para panglima perang yang tentu kesempatan syahidnya lebih terbuka, mereka semua malah menantikan saat kembali kepada sang Rabb dengan penuh suka cita.
Mari kita ingat kembali kisah para pencari ilmu, mulai di masa Rasulullah, sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, founding fathers negeri ini, dan masih banyak lagi pencari yang kita tinggal klik! Maka akan kita temukan kisah-kisah pribadi yang super tekun dalam belajar, dan hasil keilmuannya bisa kita nikmati hingga saat ini.
Semua pribadi ini menemukan sakinah saat jalan kehidupan mereka dipersembahkan untuk Allah melalui apa yang mereka sibukkan.
Demikian pula dengan para pemimpin yang segala keputusannya berdasarkan cinta kepada Allah, mereka hanya akan berfokus pada kebahagiaan masyarakatnya dan bukan kebahagiaan diri dan keluarganya.
Antara sakinah dan motivasi belajar
Perasaan bahagia membuka jalan kenyamanan dan pintu semangat untuk mengetahui dan memahami semua yang dihadirkan Allah dalam kehidupan kita.
Dari definisi keilmuan Psikologi, menurut Kharfid dan Suroso (2007) faktor-faktor seperti perhatian orang tua yang cukup, kondisi ekonomi keluarga yang memadai, tingkat pendidikan orang tua yang tinggi, lingkungan keluarga yang harmonis, akan membentuk dan mendidik anak berdisiplin dalam belajar yang pada akhirnya anak akan memiliki motivasi belajar.
Ketika saya mencari referensi tentang sakinah, kebahagiaan, ataupun happiness, hampir semua ahli menyampaikan bahwa tujuan utama kehidupan manusia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan ini selaras dengan esensi kita dalam beragama.
Mengapa kita beragama? Karena kebutuhan dasar ruh kita merindukan kebahagian, dan hanya Ad-Din yang bisa memenuhi kebutuhan bahagia dunia akhirat, jika kita benar dalam menjalankannya (ibadah kita benar).
Bagi jiwa yang sakinah (tenang) akan datang sebuah kesuksesan. Karena dalam ketenangan jiwa, hadir kejernihan berpikir, semangat haus pengetahuan mendalam, dan tidak akan mudah goyah dengan sesuatu yang sekadar terlihat baik.
Mereka akan berpikir tentang maslahat, bukan hanya untuk dirinya, namun ia akan memikirkan kemaslahatan dalam lingkungannya.
Sebaliknya, jiwa yang tidak tenang, pengambilan keputusannya bisa jadi menghadirkan madharat karena ketergesaan, berpikir pendek, bahkan menurutkan emosi semata.
Contoh sederhana parameter sakinah kita dalam proses pendidikan adalah, sabar dalam membimbing anak, tidak mudah menghakimi perilaku belajar, menikmati proses pembelajaran bersama anak didik, memahami kemampuan dan menyesuaikan target perkembangan, dan seterusnya.
Faktor menghadirkan sakinah
Memahami diri sendiri, kebutuhan, apa yang baik dan tidak baik (aqil), berani memilih dengan dasar keilmuan, adalah latihan generasi untuk bijaksana dalam meghadapi berbagai kondisi. Maka, sebelum mereka berkolaborasi dalam keragaman masyarakat, mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam mengenal diri.
Mustahil anak akan mengenal dirinya, jika mereka jauh dari beberapa kondisi berikut:
- Pengakuan atas keberadaannya
- Bekal iman dan amal yang kuat
- Kesempatan salah dan memperbaiki diri
- Keterllibatan dalam beberapa hal yang sesuai dengan daya kemampuan
- Kesempatan untuk berkembang tanpa menghakimi
Jika kita ingin bahagia, maka langkah baiknya adalah bahagiakan orang lain. Mari dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Ayah bunda bahagia akan menciptakan kebahagiaan putra-putrinya, guru bahagia akan menyambungkan energi bahagia, pemimpin bahagia akan fokus berpikir kebahagiaan rakyatnya.
Halal dan sakinah
Bagaimana generasi kita akan menjadi generasi yang tenang, jika mereka hidup dalam kondisi rumah yang tidak menyenangkan dan tidak menenangkan?
Rezeki yang halal dan baik adalah pendukung utama sakinah. Rasulullah pernah mendapati seorang pemuda yang sedang berdoa. Sesungguhnya semua yang dilakukan pemuda itu telah memenuhi syarat-syarat dikabulkan doa. Tetapi Rasulullah menyampaikan, “Bagaimana doa pemuda itu bisa dikabulkan, sedang yang ia pakai adalah barang haram, dan apa yang dimakan juga dari hasil yang haram.”
Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi yang lain. Sedangkan amal yang paling dicintai Allah adalah bahagia yang kau masukkan ke dalam hati seorang muslim.
Sebelum Allah memberi kemenangan pada setiap perjuangan hamba-Nya, Dia kirimkan ketengan kepada mereka. Ketenangan adalah sakinah. Mari bersyukur atas nikmat sakinah yang sudah dihadirkan Allah atas kehidupan dunia kita. Semoga mampu membawa sakinah untuk akhirat kita. Amin.