SURABAYA (Suaramuslim.net) – Kembali terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat menimbulkan banyak kebijakan yang bersifat kontroversial, salah satunya menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan rencana merelokasi Rakyat Gaza. Keputusan tersebut akan memicu adanya efek domino tingkat global dalam aspek politik dan lingkungan.
Menanggapi hal tersebut Prof. Dr. H. Jusuf Irianto, M.Com, Guru Besar FISIP Unair pada Talkshow Ranah Publik, Suara Muslim Radio Network, Jumat (07/02/25) menyebutkan yang dilakukan President Donald Trump serupa dengan salah satu hukum fisika yakni Entropi.
“Entropi itu lawan dari keseimbangan, jadi artinya ketidakteraturan, apa yang dilakukan oleh Trump ini adalah sesuatu yang bersifat entropis, menuju kehancuran dirinya. Ini yang harus kita pahami, perubahan iklim itu sudah menjadi isu global, lah kok Amerika malah menarik diri? Itu artinya Trump sudah tidak kerasan di bumi,” jelas Wakil Dekan I FISIP Unair tersebut.
Mengenai relokasi warga Gaza, Jusuf menilai wajar jika Amerika menyokong Zionis, karena Israel adalah negara sekutu buatannya. Namun, Jusuf mengajak dunia melihat kebijakan Trump ini bisa dilihat dari empat aspek pengambilan kebijakan, yakni hukum, nilai kemanusiaan, etis, dan rasional.
“Sehingga sebagai negara non-blok, Indonesia harus tetap aktif dalam menyuarakan hak-hak kemerdekaan bangsa lain, termasuk Palestina, tanpa bergantung pada satu kekuatan besar,” jelasnya.
Jusuf juga menyoroti situasi perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China. Amerika Serikat, yang sebelumnya menjadi pemain utama dalam mendukung perdagangan bebas, justru membangun kebijakan proteksionisme, terutama dalam sektor teknologi dan energi.
“Amerika itu tidak mau kalah dengan China, iya kan? Maka dia embargo chip canggih sehingga perkembangan Al di China itu terlambat, terhambat, ketinggalan. Tapi apa yang dilakukan China? Mereka tidak mau tergantung, malah muncul Deepseek yang menantang ChatGPT,” ujarnya.
Lebih lanjut terkait permasalahan lingkungan yang terjadi, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair Prof. Dr. H. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum, menginformasikan bahwa emisi gas rumah kaca dari Amerika Serikat merupakan yang terbesar di dunia.
“Semula kan tahun 2030 diagendakan satu derajat celcius itu kenaikan tertinggi dalam dua tahun terakhir, tapi tatkala dia (Amerika Serikat) menarik diri, berarti akan lepas betul urusan emisi globalnya dan itu diprediksi 2060, kita akan merealisasi zero emision di tingkat global dan menjaga stabilisasi iklim dunia itu menjadi tidak akan tercapai,” ujar guru besar hukum lingkungan Unair tersebut.
Menurut Suparto, jika tidak ada tindakan tegas, suhu bumi bisa meningkat hingga dua derajat celsius dalam beberapa dekade ke depan.
“Akibatnya, produksi pangan global akan terganggu, stok garam menipis, serta ketahanan pangan negara-negara berkembang seperti Indonesia bisa berada dalam ancaman,” tutup Suparto.
Pewarta: Aisyah Nurjulita
Editor: Muhammad Nashir