Berubah Menjadi Baik
Tepat saat itu adalah akhir bulan. Jadi aku tidak ada uang lebih untuk naik bis dan akhirnya aku meminjam uang pada 2 teman, masing-masing 20 ribu. Dan Alhamdullillah juga hari itu kakakku pulang dari Tangerang dan ada di Surabaya. Akhirnya aku ke terminal bersama dengannya.
Hari itu hujan seakan Allah ingin memberi kesejukan pada hatiku dan menyamarkan air mataku agar kakak tidak khawatir dengan keadaanku.
Akhirnya tak lama tiba di kota kelahiranku. Setelah turun dari bis aku merasa badanku lemes banget, pusing, bibir pahit, dan aku baru ingat belum makan dan minum dari sejak tadi pagi dan saat itu sudah pukul 3 sore.
“Ah, gila kan, bahkan rasa sakitnya nutupin rasa haus dan laperku!” Kataku dalam hati.
Karena saat itu aku pulang dengan mendadak akhirnya nggak ada orang rumah yang bisa jemput. Aku pun disuruh naik angkutan umum, dan di rumah juga nggak ada orang, mama papa kerja, adikku lagi di rumah tante. Aku pun pulang ke rumah nenek. Tapi rumah nenekku nggak dilewati angkutan umum, harus naik becak untuk sampai ke rumah nenek.
Setelah aku turun banyak banget pangkalan becak di situ tapi saat aku bilang;
“Pak becak”
Ada satu bapak-bapak (maaf) kakinya kurang sempurna langsung berdiri dan bilang
“Ayo mbak,” katanya.
Di perjalanan menuju rumah nenek, aku sempat berpikir “bapak itu aja pasti cobaannya lebih berat dari apa yang aku alami sekarang. Nggak ada tuh wajah-wajah ngeluhnya, kok aku yang Cuma patah hati gara-gara kelakuanku sendiri kesannya kaya udah jadi orang paling tersakiti.” Kata batinku.
Selama di rumah sengaja salat Isya ku kerjakan malam hari saat semua orang rumah tidur, jadi aku bisa nangis leluasa tanpa ada yang tahu, saat itu aku berdoa sama Allah. Aku mau masalahku ini selesai sampai di sini udah nggak kuat nangis lagi. Udah capek nangis lagi. Capek mimpi buruk lagi. Pokoknya capek.
Selama aku patah hati hampir setiap malam aku mimpi buruk dan selalu bangun malam pukul 02.00 saat itu yang aku lakukan hanya update di socmed supaya laki-laki itu tahu bahwa aku mikirin dia.
Padahal itu kode dari Allah supaya aku tahajud, supaya aku menumpahkan setiap sakitnya patah hatiku sama Allah dan nggak aku hadapi sendiri.
Pernah satu malam, dan malam itu menjadi titik balik hidupku. Malam itu seperti biasanya aku mimpi buruk lagi dan bangun sekitar pukul 2 dini hari. Jika biasanya aku bangun langsung update. Tapi malam itu aku tiba-tiba pingin tahajud.
Tahajud malam itu menjadi yang paling nikmat di hidupku, dalam keadaan sunyi sepi aku tidak mengadukan apa-apa pada Allah aku hanya menangis dalam sujudku setelah salat tahajud.
Aku terus menangis hingga setiap rasa sakit di seluruh tubuhku hilang terangkat. Nggak ada satu kata pun yang terucap di bibirku saat tahajud. Malam itu hanya ada Allah dan aku. Allah memahami apa yang aku butuhkan bahkan saat aku tidak bisa mendeskripsikannya.
Saat yang lain tertidur pulas aku berduaan dengan Allah, Allah nemenin di saat aku hampir gila karena patah hati. Malam itu Allah mengangkat semua rasa sakitku dan mengangkat semua kesedihanku.
Keesokkan harinya, aku pun sadar di saat dulu mohon-mohon sama Allah untuk melanggar perintah-Nya dengan minta dideketin sama laki-laki yang bukan mahramku. Allah bisa saja saat itu murka padaku, bisa aja Allah nutup pintu hidayah buatku. “Orang jelas-jelas dilarang kok malah mohon-mohon minta dideketin,” mungkin seperti itu bahasa manusianya.
Tapi nggak, Allah malah ngabulin doaku biar aku tahu sakitnya berharap sama manusia, biar aku tahu sebaik-baiknya tempat berharap itu cuma sama Allah.
Akhirnya pagi itu dalam hati bertekad;
“Mulai hari ini aku mau ngabdi sama Allah, Allah yang nyelametin aku, dan aku harus berterimakasih sama Allah,” ucapku dalam hati.
Aku cuma bilang itu aja nggak ada kalimat aku mau hijrah bahkan aku selama ini nggak tahu apa itu kalimat hijrah, ukhti, akhi, akhwat, ikhwan. Setelah itu rasanya Allah nuntun aku pelan-pelan.
Halaman Selanjutnya…..