Suaramuslim.net – Dalam sejarah Indonesia, 14 Februari diperingati sebagai hari besar untuk mengenang tragedi pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) yang dipelopori oleh sudancho supriadi. PETA merupakan organisasi semi militer dan militer bentukan jepang pada tanggal 03 Oktober 1943. Hal ini dilakukan oleh Jepang guna menarik simpati masyarakat Indonesia dalam upaya membantu bergabung dalam pertempuran Asia pasifik serta menggelorakan semangat masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan Indonesia dari sekutu.
Organisasi ini sangat diminati oleh masyarakat Indonesia khususnya di kalangan pemuda. Pelatihan militer pertamanya dilaksanakan di Bogor. Salah satu dari sekian banyak purnawirawan PETA yang melegenda ialah sosok yang bernama Supriadi. Ia merupakan lulusan pertama sekolah militer yang dilaksanakan di Bogor. Setelah pelatihan tersebut mereka yang tergabung dalam latihan militer dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Deidan (Batalyon) Blitar.
Hati nurani mereka (PETA) pun tersayat melihat dan merasakan tatkala rakyat diperlakukan tidak manusiawi, seperti halnya tenaga rakyat di peras, harta benda dikuras. Sedangkan perempuan dilecehkan dan diperlakukan sewenang-wenang oleh tentara Jepang. Selain itu, ada sebuah peraturan yang mengharuskan perwira PETA harus patuh dan hormat pada tentara Jepang meskipun lebih rendah pangkatnya.
Dalam tulisan Joyce J. Lebra yang di terjemahkan oleh Sinar Harapan tahun 1988, mengatakan bahwa melihat kondisi tersebut Supriadi mempunyai inisiasi untuk melakukan pemberontakan bahkan sekaligus revolusi melawan penindasan Jepang yang dilaksanakannya pertemuan rahasia pada September 1944.
Para pemberontak pun menghubungi komandan batalyon setiap wilayah untuk bersama-sama mengangkat senjata dan menggalang kekuatan rakyat guna melawan Jepang. Akan tetapi di sela-sela mematangkan persiapan pemberontakan, adanya pertemuan tersebut akhirnya tercium oleh Polisi rahasia Jepang. Mengetahui hal tersebut Supriyadi merasa cemas dan khawatir. Hingga akhirnya 13 Februari 1945 pemberontakan harus di lakukan. Namun akibat ketidakmatangan perihal persiapan akhirnya ada sebagian PETA Blitar yang tidak memberontak.
Supriyadi mengatakan meskipun semua PETA tidak memberontak, maka janganlah menyakiti sesama PETA, kita harus melawan Jepang. Pada pukul 03.00 wib tanggal 14 Februari tentara peta yang dipimpin Supriyadi menembakkan mortir di Hotel Sakura ( kediaman Perwira Jepang). Namun rupanya hotel tersebut sudah dikosongkan, karena Jepang sudah mencium gerak dari pemberontakan PETA. Dalam salah satu aksi, salah seorang Bhudancho (Bintara PETA) merobek poster bertuliskan “Indonesia Akan Merdeka”, dan menggantinya dengan “Indonesia Sudah Merdeka!”
Dengan waktu singkat Jepang mengirimkan tentara untuk memadamkan pemberontakan. 78 Perwira dan prajurit PETA ditangkap, kemudian dijebloskan ke penjara serta diadili di Jakarta. Dalam peristiwa itu, 6 orang dihukum mati, 6 orang divonis penjara seumur hidup, dan sisanya dihukum sesuai tinggkat kesalahannya. Namun, apa yang terjadi pada pemimpin pemberontak yang bernama Supriyadi tidak jelas di mana keberadaanya, seakan hilang ditelan pekatnya malam. Sebagian mengatakan Supriadi telah terbunuh di pertempuran tersebut.
Tragedi ini menginspirasi PETA di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh sejarawan Patrick Matanasi yang mengatakan pemberontakan tersebut juga terjadi di Cilacap dan Bandung.
Setelah kemerdekaan, Supriyadi diangkat menjadi menteri keamanan yang pertama oleh Presiden Soekarno, akan tetapi dia tidak pernah muncul sama sekali di bumi Indonesia. Atas jasanya sebagai pelopor kemerdekaan, Supriyadi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, terbukti dengan Surat Keputusan Presiden nomer 063/TK/1975 pada bulan 9 Agustus 1975.
14 Februari, Cinta dan Pengorbanan yang Dilupakan
Bung Karno selalu mengatakan semboyan Jasmerah – jangan sekali-kali melupakan sejarah, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarahnya. Jika tidak, maka kita akan terus menjadi bangsa yang kecil dan tidak dilirik orang. Sepertinya “Jasmerah” telah luntur begitu saja. Padahal, jika kita mengenang sejarah Indonesia, sangat tidak mudah kemerdekaan negeri ini diraih. Dengan cinta dan pengorbanan para pahlawan yang tak mengenal balas jasa. Mereka mengorbankan apa saja, bahkan tak segan bertarung nyawa demi kemerdekaan Indonesia.
Selama ini apa yang menjadi realitas di kalangan pemuda di republik disibukkan dan berkosentrasi pada seputar 14 Februari yang disebut dengan Valentine day, daripada menguras pikiran dan kosentrasinya untuk membangun bangsa yang lebih bermartabat. Tragedi PETA, sepatutnya sebagai generasi muda bangsa Indonesia untuk memperingati dan merefleksikan semangat-semangat pahlawan, bukan kita merayakan perayaan yang bukan berasal dari budaya dan akar sejarah Indonesia.