Suaramuslim.net – Beberapa orang tua terkadang bingung untuk memutuskan apakah anaknya akan menempuh pendidikan formal di sekolah atau memilih home schooling. Terlepas apakah orang tua menyekolahkan anaknya atau home schooling, tugas mendidik anak atau Home Education tetap berada di tangan kedua orang tua, bukan dibebankan kepada para guru di sekolah. Sebab, orang tualah yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban atas anaknya. Haris Safaat, seorang Praktisi Home Education, mengatakan merupakan kewajiban kedua orang tua untuk mendidik anak sesuai fitrah. Mendidik sesuai fitrah bermakna mendidik sesuai agama yang lurus karena setiap anak lahir dalam keadaan fitrah.
Home Education adalah tanggung jawab suami dan istri. Jika salah satu pihak tidak bisa mendukung karena alasan-alasan tertentu, misalnya suami atau istri meninggal dunia atau bercerai, peran maskulinitas dan feminitas bisa digantikan keluarga atau pengasuh yang lain. Hal ini juga yang terjadi pada Nabi Muhammad yang kehilangan sosok ayah bundanya di masa belia. Peran maskulinitas sang ayah digantikan pengasuhan dari kakek dan pamannya. Sementara peran feminitas dari ibunda digantikan sosok ibu susunya.
Dikutip dari Matrikulasi Komunitas HEbAT (Home Education based on Akhlak and Talent), ada beberapa hal yang harus dipersiapkan orang tua saat menjalankan Home Education, yaitu:
- Diskusi antara suami dan istri untuk membahas konsep Home Education dalam keluarga.
Suami dan istri ada baiknya belajar konsep Home Education dengan mengikuti berbagai seminar, komunitas dan membaca buku-buku terkait HE. Konsep Home Education antara satu keluarga berbeda dengan keluarga yang lain tergantung visi dan misi keluarga tersebut. Visi dan misi yang didapat bukanlah hasil perumusan, melainkan hasil perenungan keseharian yang pada akhirnya sampai pada satu kesimpulan. Hal ini terkait dengan tujuan keluarga. Akan lebih baik jika semuanya mengacu pada akhirat.
- Jadikan Al Quran dan hadis sebagai rujukan segala pembelajaran. Kegiatan atau materi di luar itu bisa dilakukan sebagai selingan.
Contoh:
– Pendidikan iman diberikan dengan keteladanan dalam melaksanakan ibadah sholat, puasa, sedekah, dialog-dialog yang mengokohkan iman, dll.
– Pendidikan moral bisa ditanamkan dari kisah sirah Nabi atau diterapkan dalam interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
– Pendidikan fisik bisa dilatih dengan berenang, memanah atau olahraga lainnya.
– Pendidikan akal diberikan dengan cara bertanya pada anak mengenai peristiwa keseharian.
– Pendidikan jiwa dapat dilakukan dengan cara menggalang dana untuk korban bencana, mengajak anak ikut dalam kajian, dll.
– Pendidikan sosial diberikan pada anak dengan menjadikannya sebagai penggagas kebaikan atau terlibat dalam peran positif di lingkungan.
– Pendidikan seksual terkait menyiapkan anak-anak sebagai calon ayah atau calon ibu dengan menanamkan fitrah sesuai dengan gender. Anak laki-laki dibiasakan mengemban tanggung jawab, misal menjaga adik-adiknya. Sementara anak perempuan dikenalkan dengan tugas keibuan.
- Kenali potensi unik setiap anak dan asah bakat mereka.
Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda. Jangan samakan anak yang satu dengan anak yang lain sekalipun mereka bersaudara. Jika anak mendapatkan stimulasi dan dukungan yang tepat, maka kecerdasan mereka bisa berkembang optimal. Untuk mengenali potensi setiap anak, rancanglah kegiatan yang bersifat 3B: beragam, berulang-ulang dan banyak berinteraksi dengan orang. Dengan membersamai aktivitas anak, maka potensi unik setiap anak akan terlihat.
- Di usia 0-7 tahun, bonding anak dengan orang tua harus dikuatkan.
Pada usia 0-2 tahun, dekatkan anak dengan ibu. Lalu pada usia 2-7 tahun, anak harus dekat pada ayah dan ibu. Selain itu, perkuat juga dengan bahasa ibu dan bermain bersama alam. Menyekolahkan anak terlalu dini sebaiknya dihindari. Saat anak sudah sekolah pun, pembelajaran untuk memperkaya wawasan tetap dilakukan oleh orang tua.
- Konsep utama Home Education adalah Iqra’ dan thalabul ‘ilmi.
Iqra’ bermakna membaca peristiwa dan mengambil hikmah dari setiap kejadian atau hal-hal yang terjadi di alam. Bukan sekedar membaca buku. Sedangkan thalabul ‘ilmi adalah pencari ilmu atau pembelajar. Konsep ini terkait dengan belajar atau tidak belajar, bukan sekedar sekolah atau tidak sekolah.