Suaramuslim.net – Setelah bayi baru lahir, yang harus diurus biasanya yaitu mengubur ari-ari atau plasenta. Mengubur ari-ari atau plasenta tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Apalagi biasanya ari-ari atau plasenta yang dikubur itu diberi semacam rumah-rumahan pelindung dan diberi penerangan selama 40 hari, di kubur bersama pensil, bunga, jarum, sampai kemiri dengan tujuan tertentu. Bagi orang jawa, ari-ari dianggap sebagai teman sang bayi selama masih berada dalam kandungan jadi harus diperlakukan dengan istimewa. Lalu bagaimanakah Islam memandang soal ini?
Di kutip dari kumparan.com, menurut Ustaz Bendri Jaisyurrahman, konselor anak, remaja, dan pernikahan serta aktivis gerakan Sahabat Ayah, mengubur ari-ari dengan tujuan kebersihan dan kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik dilakukan.
“Mengubur ari-ari jika ada keyakinannya (menggunakan ritual) itu haram. Tapi jika menguburkan karena ada pertimbangan kebersihan dan kesehatan boleh karena memang tidak pantas jika ari-ari itu tidak dikubur berpeluang dimakan oleh kucing atau hewan-hewan lain. Jadi dikubur bukan karena “keyakinan” tapi karena kepantasan atau kesehatan,” kata Ustaz Bendri.
Namun, Ustaz Bendri menambahkan, praktik mengubur ari-ari dengan tujuan lain dan menggunakan ritual-ritual yang tidak ada dalam Islam termasuk tathayyur. Tathayyur adalah meyakini suatu tindakan atau kejadian dapat membawa keberuntungan atau sial, bukan karena takdir Allah SWT.
“Iya (mengubur ari-ari) itu termasuk tathayyur yang merupakan perbuatan syirik dan membuat setan terundang untuk mendampingi keluarga tersebut dan membuat ari-ari anak kita mendapatkan hal yang buruk,” jelas Ustaz Bendri saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Ia memaparkan praktik mengubur ari-ari bayi tidak ada dalam syariat Islam dan tradisi itu tidak perlu dilanjutkan oleh umat muslim.
“Keyakinan-keyakinan di luar Islam tidak perlu diajarkan dan tidak perlu dilakukan. Sebab dapat mempengaruhi pengasuhan kita kepada anak,” tutup Ustaz Bendri.