SURABAYA (Suaramuslim.net) – Aksi #SurabayaMenggugat yang akan dilakukan pada Kamis 26 September 2019 dengan tuntutan, di antaranya; tolak RUU KPK, tolak RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, sahkan RUU P-KS, permasalahan kebakaran hutan, penindasan Papua, demokrasi dikebiri, dan dwifungsi aparat ditanggapi oleh pengamat politik Surokhim Abdussalam. Menurutnya wajar jika mahasiswa bereaksi sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
“Menurut saya wajar saja mahasiswa bereaksi sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap nasib dan masa depan mereka. Negara ini butuh dikawal, penyelenggara negara butuh diingatkan dan sekaligus butuh dikoreksi agar fungsional dengan cita cita reformasi,” ujar Surokhim yang juga Dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
“Sejauh ini saya melihat mahasiswa masih steril menyuarakan aspirasi masyarakat. Jika mahasiswa bergerak massif itu sesungguhnya ada sesuatu yang sungguh tidak wajar,” tambahnya.
Surokhim, yang juga peneliti senior di Surabaya Survey Center ini menegaskan bahwa dalam aksi kali ini jauh dari kata untuk menggulingkan kekuasaan.
“Terlalu jauh mengaitkan aksi mahasiswa dengan agenda itu. Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan karena legislatif dan eksekutif tidak mau mendengar aspirasi sejak dini. Mereka terlalu memaksakan kehendak dan kejar tayang membikin regulasi strategis untuk publik. Tidak saya pikir ada agenda untuk ke sana, ini hanya mengingatkan legislatif dan eksekutif agar tidak mengkhianati reformasi dan mau mendengar suara arus bawah,” tegasnya.
Surokhim menambahkan bahwa aksi ini sangat besar kemungkinan karena karena legislatif dan eksekutif bebal tidak menghiraukan aspirasi arus bawah.
“Aksi ini terjadi karena legislatif dan eksekutif juga bebal tidak menghiraukan aspirasi arus bawah dan memaksakan kehendak mereka, akrobat memainkan jurus abrakadabra dan berniat berkhianat terhadap reformasi,” terangnya.
“Akrobat legislatif dan eksekutif yang memantik aksi massif mahasiswa ini, jadi mereka harus reflektif dan evaluatif.” Jelasnya.
Di lain sisi, Surokhim menanggapi pro kontra dosen yang mengizinkan aksi dan tidak itu merupakan panggilan nurani yang ada dari setiap dosen.
“Ya itu tergantung dari masing masing dosen, harus saling menghormati dan tidak perlu saling menyindir. Kalau saya menganggap itu bagian dari panggilan hati nurani rakyat sebagai bagian dari tanggung jawab sosial untuk mahasiswa jadi saya membolehkan.” Pungkasnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir