Suaramuslim.net – Polemik tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasaan Seksual (RUU P-KS) mengemuka disebabkan terkuak adanya upaya melegalkan seks bebas. Hal ini didasarkan adanya gerakan sistematis untuk menabrak tatanan moral dan agama. Hubungan seksual atas dasar suka sama suka, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pasangan dijadikan pijakan. Ketika ada hubungan dengan lawan jenis, meskipun melalui jalan yang legal (pernikahan), dan salah satu pasangan mengalami paksaan, maka bisa dikategorikan sebagai kekerasan seksual.
Sementara hubungan seksual yang didasarkan pada saling suka, meskipun tanpa pernikahan, maka hal itu tidak termasuk kategori melanggar hukum. Diktum terakhir ini bukan hanya melanggar agama tetapi bisa dikategorikan sebagai menista agama. Dikatakan menista agama, karena mereka menghalalkan hubungan dengan pasangan tanpa harus melakukan pernikahan yang sah. Implikasi bila RUU P-KS dilegalkan, maka akan memberi peluang kelompok LGBT untuk hidup leluasa di Indonesia.
RUU P-KS dan Penghancuran Kehidupan Beragama
Munculnya RUU P-KS telah melahirkan sikap pro dan kontra dari berbagai kelompok masyarakat. Kalau Komisi Nasional (Komnas) Perempuan merespon bahwa penolak RUU P-KS dinilai berlebihan dalam menilai kelompok yang pro sebagai penyokong kebebasaan seksual. Komnas Perempuan menilai bahwa sikap ini berlebihan karena hal itu bertentangan dengan kehidupan demokrasi, yang mana kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hal yang biasa dan dijamin Undang-Undang.
Namun apa yang dikemukakan Komnas Perempuan juga tidak lepas dari kritik, karena gerakan untuk melegalkan seksual bebas terlihat dalam RUU P-KS itu. Perjuangan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan transgender (LGBT) akan ternaungi dengan RUU itu.
Satu di antara buktinya, mereka menggunakan bahasa yang halus ketika memaknai “kekerasan” dalam seksual. Mereka menilai pelanggaran terjadi ketika terjadi pemaksaan seksual, sementara bagi mereka yang berhubungan seksual atas kerelaan atau suka sama suka maka tidak melanggar RUU itu. Bahkan bagi kelompok pendukung “pembolehan aborsi” maka RUU ini akan mebuka peluang terjadinya pelegalan aborsi. Karena pasangan yang belum menginginkan anak, sebagai konsekuensi hasil hubungan suka sama suka, akan mengambil jalan aborsi.
Kondisi yang demikian akan berpotensi bukan hanya akan menghancurkan kehidupan keluarga, tetapi juga akan menciptakan generasi yang rusak. Betapa tidak, hubungan dengan pasangan tanpa pernikahan, dengan dasar suka-sama suka jelas-jelas sebuah perzinahan. Hal ini tentu saja akan memberi jalan bagi siapapun, termasuk generasi muda, untuk melakukan hubungan seksual yang didasarkan pada prinsip suka sama suka.
Bagi aparat penegak hukum maupun pemuka dan tokoh agama, adanya RUU P-KS ini merupakan tamparan sekaligus kartu mati. Dikatakan tamparan, karena RUU P-KS itu memandulkan fungsi dan pereka sebagai penjaga hukum dan moral. Dikatakan kartu mati, karena mereka tidak bisa berbuat apa-apa, ketika melihat hubungan dengan pasangan tanpa melalui jalur pernikahan yang sah. Bahkan mereka bisa diadukan ke pengadilan, oleh pelaku hubungan seksual bebas, karena dianggap telah mengganggu hubungan seksual mereka yang dianggap tidak melanggar UU.
Upaya Kaum Terbalik
Perjuangan kelompok yang ingin melegalkan kebebasan seksual demikian gigih dan sistematis. Dikatakan gigih karena perjuangan mereka begitu kuat dan bertenaga karena keberaniannya dalam melawan arus besar masyarakat Indonesia, yang menganut pernikahan sebagai jalur yang sah untuk melegalkan perkawinan. Dikatakan sistematis karena perjuangan mereka yang berkelanjutan hingga berjuang dengan mempengaruhi perubahan UU guna memuluskan rencana pelegalan hubungan tanpa harus melalui jenjang pernikahan.
Kesibukan masyarakat Indonesia dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok yang ingin melegalkan perzinahan. Mereka benar-memanfaatkan situasi masyarakat yang gaduh dalam memilih presiden untuk merusak tatanan sosial dan agama ini. Apa yang mereka lakukan untuk mendukung RUU P-KS bukan hanya akan memberi legalitas bagi kelompok yang menentang jalur pernikahan untuk menghalalkan hubungan perzinahan mereka.
Pelegalan RUU P-KS ini akan memberi ruang dan amunisi baru bagi para pendukung dan pelaku LGBT untuk hidup dan leluasa melakukan hubungan sesama jenis. Hubungan sesama jenis bukan hanya menghancurkan tatanan sosial, tetapi akan menghentikan lahirnya generasi baru (bayi) yang akan menjadi cikal bakal masyarakat untuk meneruskan peradaban ini. Maka tidak salah bila mereka dikategorikan sebagai kaum terbalik.
Kalau masyarakat umumnya berharap dengan pernikahan akan lahir generasi baru, yang akan melanjutkan cita-cita besar mereka. Sementara kaum terbalik ini secara tidak sadar menghentikan berputarnya peradaban, dimana dengan adanya hubungan sesama jenis akan menutup pintu lahirnya generasi baru. Upaya kaum terbalik ini akan menutup pintu bagi perempuan untuk melahirkan anak sebagai pelanjut peradaban manusia.*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net