Suaramuslim.net – Kemenangan dan kekalahan bukan karena kekuatan manusia dan kecerdikannya dalam mengatur strategi perang, tetapi karena Allah semata.
Ketika mengagungkan dan menyandarkan pada Allah, maka kemenangan di depan mata. Sebaliknya, ketika menyandarkan pada kekuatan diri sendiri, dan meremehkan musuhnya, maka Allah berpihak dan akan menolong untuk memenangkan musuhnya.
Tauhid, sumber peradaban agung
Menegakkan keadilan setidaknya butuh dua komponan. Pertama, kitab sebagai sumber yang memuat ajaran agama yang benar. Agama yang benar menyuntikkan nilai-nilai tauhid sehingga menjadi modal utama tegaknya keadilan. Kedua, kekuatan fisik yang tersuntik oleh nilai-nilai tauhid.
Dua kekuatan itulah yang menggetarkan Romawi dan Persia, hingga keduanya runtuh dikuasai generasi sahabat. Oleh karena generasi ini mengagungkan Allah saja, maka mereka hidup dalam kemuliaan.
Diutusnya para rasul tidak lain untuk mengingatkan manusia agar mengagungkan Allah saja. Para rasul datang hanya membacakan ayat-ayat-Nya, sehingga datang pertolongan Allah. Hal ini dipertontonkan Allah dengan jelas sebagaimana firman-Nya:
هُوَ الَّذِيْۤ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِا لْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗ وَكَفٰى بِا للّٰهِ شَهِيْدًا
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Al-Fath: 28).
Semua kemenangan yang pernah diraih oleh nabi Muhammad dan para sahabatnya, berkat pertolongan Allah. Perang Badar dengan jumlah 313 pasukan dan persenjataan terbatas, bisa menumbangkan pasukan musuh. Saat itu pasukan Quraisy berjumlah 1.000 plus persenjataan yang jauh lebih lengkap, namun mereka tumbang.
Kemenangan itu semata-mata pertolongan Allah karena para sahabat mentauhidkan dan memasrahkan hasilnya kepada-Nya.
Hal ini berbeda saat perang Hunain, di mana jumlah kaum muslimin sangat besar. Namun mereka merasa besar dan akan menang. Pada saat itu banyak yang baru masuk Islam sehingga tauhid mereka belum kuat.
Pada awalnya, mereka hampir kalah dan sempat kocar-kacir karena menyandarkan diri pada jumlah yang besar. Setelah nabi mengarahkan agar menyandarkan kemenangan pada Allah, maka mereka pun dimenangkan-Nya.
Demikian pula kemenangan yang diraih umat Islam pada era Khulafaurrasyidin, semuanya disandarkan pada Allah. Jumlah mereka sedikit namun bisa mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya berlipat-lipat.
Dalam perang Qadisiyah, pasukan kaum muslimin yang berjumlah 36.000 bisa menaklukkan pasukan Persia yang berjumlah 120.000. Demikian saat perang Mu’tah, kaum muslimin berjumlah 3.000 bisa mengecilkan nyali pasukan Romawi yang berjumlah 200.000.
Dengan demikian, kemenangan dan kekalahan bukan karena kekuatan manusia dan kecerdikannya dalam mengatur strategi perang, tetapi karena Allah semata.
Ketika mengagungkan dan menyandarkan pada Allah, maka kemenangan di depan mata. Sebaliknya, ketika menyandarkan pada kekuatan diri sendiri, dan meremehkan musuhnya, maka Allah berpihak dan akan menolong untuk memenangkan musuhnya.
Dengan demikian, suntikan tauhid merupakan kunci kemenangan. Para nabi dan rasul merupakan contoh manusia yang dimenangkan Allah. Mereka menyandarkan secara total pada Allah dalam setiap dakwah dan peperangannya. Allah pun memenangkan para nabi dan rasul, dan menghinakan musuh-musuh penolak dakwah. Suntikan tauhid merupakan kunci kemenangan, sementara menolak tauhid berakhir pada kekalahan dan kehinaan.
Surabaya, 6 Maret 2023