SURABAYA (Suaramuslim.net) – Rokok bukanlah konsumsi untuk anak di bawah 18 tahun. Karenanya anak berhak mendapatkan perlindungan dari paparan asap rokok, baik sebagai perokok aktif, perokok pasif dan thirdhand smoke serta hal-hal yang mendorong terjadinya anak merokok, termasuk paparan iklan, promosi dan sponsor rokok pada anak.
Bahaya merokok bagi kesehatan sudah banyak diketahui orang. Merokok menyebabkan penyakit seperti jantung, paru, kanker paru, kanker leher, kanker mulut, gangguan kehamilan, dan gangguan janin. Menurut data WHO ada 5 juta kematian akibat rokok pada tahun 2005 di seluruh dunia. Memboroskan US $ 200M. Diperkirakan menyebabkan 8,4 juta kematian per tahun pada tahun 2020, sebanyak 50% terjadi di ASIA. Serta 10 juta kematian per tahun pada 2030, sebanyak 70% terjadi di negara berkembang.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, jumlah anak di bawah 10 tahun yang merokok 239.000 pada tahun 2012. Sedangkan jumlah anak usia 10-14 tahun merokok sebanyak 1,2 juta di seluruh Indonesia. Data dari FKM Universitas Udayana Bali, remaja usia 13-22 tahun yang merokok sebanyak 34,5% dari total anak di Indonesia.
Data yang dikumpulkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebanyak 62,5 persen perokok mulai merokok sebelum usia 19 tahun (KPAI, 2013). Prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun sebanyak 12,6% pada 2006, menjadi 20,3% pada 2009 (naik 1,5 kali lipat). Anak Laki-laki dari 24% menjadi 41%, dan perempuan dari 2,3% persen menjadi 3,5 persen pada periode 2006 ke 2009 (KPAI, 2013).
Pemerintah harus membatasi produksi rokok untuk melindungi warga negaranya dari bahaya rokok, terutama kaum muda. Terbukti, 45 persen pelajar Indonesia sudah merokok.
“Remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar. Penelitian menunjukkan bahwa anak sekolah lebih mungkin untuk merokok daripada orang dewasa. Apalagi berdasarkan hasil riset terbaru diketahui bahwa jumlah remaja yang merokok setiap tahunnya semakin meningkat,” kata Muhammad Ricky Cahyana, Sekjen Komunitas Anti Rokok Indonesia (KARI) di Jakarta (2015).
Survei LSM Lentera Jakarta tahun 2015, Remaja Indonesia usia 13-19 tahun yang merokok berjumlah 45%. Menurut Global Youth Tobbacco Survey (GYTS), Indonesia merupakan negara terbesar di Asia dalam jumlah perokok remaja. Sebanyak 37% remaja merasa keren dengan merokok seperti dalam iklan (Lentera, 2015). Jumlah anak dan remaja merokok bertambah karena pengaruh iklan yang mengesankan rokok itu baik dan biasa.
Tahun 2008 di Malang pernah ditemukan balita usia 4,5 tahun yang merokok sejak berusia 2,5 tahun. Karena ingin meniru kakek merokok. Jika tidak diberi rokok dia akan menangis
Sebuah Penelitian di Thailand menyebutkan dari perokok remaja, sebanyak 88% mengkonsumsi alkohol, 67% melakukan seks dini dan 10% mengkonsumsi narkoba.
Perokok anak di Indonesia naik signifikan dari 7,2% tahun 2013 menjadi 9,1% tahun 2018 (Riskesdes, 2018). Padahal target RPJPMN 2014 – 2019 untuk menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 5,4% pada tahun 2019.
Pada tahun 2017 lalu FKM Unair Surabaya melakukan survei perilaku merokok pada anak sekolah di Kota Surabaya. Metode penelitian cross sectional study dengan sampel anak SD dan SMP sebanyak 385 anak di 5 wilayah geografis kota Surabaya (utara, selatan, barat, timur dan tengah). Hasilnya anak SD dan SMP di Surabaya:
Sebanyak 6,75% –> masih merokok
Sebanyak 26,23% –> pernah merokok
Sebanyak 67,01% –> tidak pernah merokok.
Di antara anak yang pernah merokok dan masih merokok, usia termuda mulai merokok adalah 4 tahun dan paling tua 15 tahun. Usia mulai merokok paling banyak (26,8%) adalah 10 tahun. Apabila rentang usia 9-13 tahun sebanyak 92,2% anak SD dan SMP yang pernah merokok dan masih merokok mulai pertama kali merokok. Artinya pada rentang usia inilah anak harus diwaspasi karena rentan mulai merokok.
Dari seluruh responden anak SD dan SMP, hanya 4,2% anak yang tidak pernah melihat atau mendengar iklan rokok. Artinya hampir semua anak (95,8%) pernah terpapar iklan rokok. Anak-anak melihat iklan rokok di sekitar rumah sebanyak 25,6% dan 5% melihat iklan rokok di sekitar sekolah. Banyak anak juga melihat iklan di jalan dan di perempatan jalan.
Kesan yang timbul dari iklan rokok yang dirasakan anak adalah:
Merasa Dewasa = 27,5%
Merasa Gaul = 17,7%
Merasa Percaya diri = 9,4%
Sebanyak 12,1% anak yang tertarik untuk mencoba merokok setelah melihat iklan rokok. Sebanyak 14,5% anak akan merokok setelah melihat iklan rokok. Jelas, bahwa iklan rokok mempengaruhi anak untuk merokok.
Di samping serbuan iklan rokok, pada tahun 2018 ini pemerintah membatalkan kenaikan cukai rokok. Seharusnya cukai rokok meningkat minimal 10% setiap tahun sehingga harga makin mahal. Mahalnya harga rokok di satu sisi tetap memberi masukan cukai bagi pemerintah, di sisi lain akan menekan jumlah perokok, terutama dari kelompok usia muda/anak, keluarga miskin dan kelompok perempuan.
Dengan harga rokok yang murah, rokok dijual di sembarang tempat, dan bisa dibeli secara eceran per batang maka setiap anak yang uang jajan dari orang tuanya terbatas masih mampu membeli rokok. Apalagi digoda dari maraknya iklan yang mengesankan keren, modern, gaul dan sukses maka anak-anak mudah terjerumus menjadi perokok aktif yang setia.
Yang Sudah Dilakukan Pemerintah
Di Surabaya dan kabupaten/kota lain sudah ada regulasi (Perda/Perwali /Perbup) tentang Kawasan Tanpa Rokok agar anak dan perempuan tidak terpapar asap rokok. Yaitu di area belajar-mengajar, sarana kesehatan, tempat ibadah, tempat anak bermain, kendaraan umum, tempat kerja dan tempat umum. Hal ini perlu ditaati agar anak dan perempuan tidak terpapar asap rokok.
Adanya regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) itu merupakan salah satu indikator terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak.
Pada ke tujuh kawasan tersebut dilarang merokok, menjual rokok, promosi rokok dan memproduksi rokok.
Sosialisasi bahaya merokok bagi anak sudah dilakukan lewat Forum Anak, OSIS, remaja masjid dan Pramuka. Tetapi belum menjangkau seluruh anak.
Alternatif Solusi
Setiap perokok dewasa menyadari bahaya rokok tidak hanya bagi dirinya sebagai perokok aktif juga membahayakan sekitarnya (anak isteri) dan orang lain yang berhak atas udara bersih dan sehat.
Jika masih merokok agar tidak merokok di dalam rumah karena selain second hand smoke ada thirdhand smoke yaitu partikel asap yang menempel pada dinding, perabotan dan benda-benda dalam rumah yang terhirup orang yang berada di tempat itu.
Untuk kegiatan yang melibatkan anak baik di sekolah maupun di luar sekolah seharusnya mencari sponsor yang bukan dari industri rokok.
Orangtua, guru, ustaz yang merokok agar tidak merokok di depan/di dekat anak karena selain menjadikan anak perokok pasif juga akan menjadi role model yang bakal ditiru anak untuk mencoba rokok seperti ayahnya, gurunya, ustaznya, atau pemimpinnya.
Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah agar mengambil kebijakan menghapus iklan, promosi dan sponsorship rokok pada aktivitas umum, karena anak-anak yang terpapar iklan, promosi dan sponsorship rokok tersebut menurut penelitian akan menimbulkan:
- Yang belum merokok akan mencoba merokok
- Yang sudah merokok tidak ingin berhenti merokok
- Yang sudah berhenti merokok ingin kembali merokok
Direkomendasikan kepada Pemerintah Pusat agar konsisten meningkatkan cukai rokok sebesar minimal sebesar 10% pada tiap tahun agar harga rokok mahal sehingga dapat mengurangi prevalensi perokok, terutama pada generasi muda/anak dan remaja, kelompok miskin dan kelompok perempuan. Berkurangnya jumlah perokok akan mengurangi pembiayaan penyakit akibat merokok yang bakal ditanggung BPJS.
Rekomendasi lain kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah demi melindungi anak dari bahaya merokok adalah penjualan rokok harus berijin, penjualan rokok yang tidak didisplay terbuka, melarang penjualan rokok pada anak, melarang penjualan rokok secara eceran, regulasi KTR yang konsisten dengan penegakan aturan serta sanksinya.
Sumber: Rilis Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Jatim
Editor: Muhammad Nashir