Suaramuslim.net – Abu Bakar ra. memerangi para pengemplang zakat bukan takut masa kepemimpinan dirinya tidak ada pemasukan. Tapi para pengemplang ini mencoba untuk menghentikan aliran kehidupan untuk kaum lemah, tergambar dari sikap mereka. Maka pantas orang-orang tersebut diperangi.
Jumlah pemegang kendali ekonomi (uang) sedikit. Hanya 5% dari total penduduk. Bayangkan jika mereka memandegkan aliran uang? 95% penduduk akan mengalami kesulitan pembiayaan untuk hidup. Belum dengan kebutuhan yang lain.
Islam mensyariatkan zakat tidak sekedar orang memberi kepada si miskin. Si lemah. Si kekurangan. Ada yang lebih dari itu. Stabil sebuah masyarakat atau negara sekalipun jika aliran uang bisa merata.
Dalam artian bukan sama rasa sama rata. Bukan. Lebih kepada kesempatan hidup yang terjamin. Orang besar kebutuhan besar. Orang kecil kebutuhan kecil.
Jika kebutuhan besar atau disebut orang kaya dan berbagi 2,5 persen saja tentu tidak berat (jika penyakit kikir hilang) kepada yang berkebutuhan kecil. Dan dengan demikian orang kecil merasa tidak ditinggalkan oleh orang besar. Kasih sayang tidak cukup dengan ucapan semata. Mengingat kasih sayang itu harus dimaterialkan supaya lebih mudah terpahami.
Syariat zakat berlaku ada kebaikan berlimpah disana. Keburukan dari tabiat orang yang sedang banyak maal bisa terkurangi. Kecemburuan orang lain bisa dieliminir.
Adapun hikmah dan kebaikan dari zakat
- Membersihkan jiwa manusia dari keburukan sifat kikir, bakhil, tamak dan tidak merasa cukup.
Kikir, mencegah apa yang dimiliki untuk orang lain. Saat diminta atau tidak. Bakhil hampir serupa. Tamak, keinginan untuk menguasai semuanya. Apapun. Air tanah api kayu. Semuanya. Tidak merasa cukup kebalikan dari qanaah. Semuanya ini dicegah dengan zakat. Diwajibkan bagi muslim yang mampu.
Beberapa sifat tadi yang membuat orang menjadi sumber bencana bagi yang lain. Tamak misalnya. Pengusaha mebel lagi tamak, akan merambah hutan untuk mencari kayu. Ilegal loging. Satu hutan habis pindah hutan yang lain. Dan seterunya. Dan kalau terjadi pemanasan suhu atau banjir sekalipun, yang terdampak bukan dirinya. Tapi masyakarat umum yang lebih pahit.
- Membantu orang-orang fakir dan menutup hajat orang-orang yang membutuhkan, orang-orang lemah dan orang-orang yang tidak berdaya.
Orang lemah dimanapun dan kapanpun akan menjadi beban. Jika tidak ada kesadaran dari orang kuat untuk berbagi. Jika orang lemah sudah kepepet maka target korban juga orang kuat . Rumah mereka dirampok, dicopet bahkan dibunuh. Kecemburuan juga bisa menjadi pemicu. Kasih sayang yang tidak tertular ini.
- Menegakkan kemaslahatan umum dimana ia merupakan tumpuan kehidupan dan kebahagiaan umat.
Kemaslahatan secara umum diutamakan daripada kemaslahatan pribadi. Wc umum lebih didulukan pembangunan oleh pemerintah daripada wc rumah perangkat desa. Logika seperti yang dipakai. Orang banyak lebih didulukan daripada segelintir orang. Alangkah indah jika semua orang bisa mengerti dan mau berbagi lewat dengan zakat.
- Menutup kemungkinan menumpuknya harta pada orang-orang kaya.
Di tangan para bisnisman dan pemegang kendali ekonomi, sehingga harta tidak terpaku pada kelompok tertentu di masyarakat, hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Orang kaya berhak dengan uang melimpah. Orang kaya berhak dengan fasilitas kelas atas.
Namun orang kaya punya kewajiban kepada orang miskin berupa ngopeni mereka. Memastikan lambung-lambung mereka tidak kosong. Rumah-rumah mereka tidak rubuh. Anak-anak mereka bisa tersekolahkan. Pakaian mereka bersih dan tidak compang-camping. Apakah setelah pegang uang orang kaya dibiarkan enak-enakan saja? Tidak.
Perlu kiranya mengingat ayat berikut “Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka) adalah saudara-saudara seagama.” (QS. At Taubah: 11)
Kontributor: Muslih Marju*
Editor: Oki Aryono
*Guru di SD Inovatif Aisyiyah dan anggota LSBO PDM Tulungagung