Suaramuslim.net – Di antara puluhan ribu peserta Halal bi Halal dan Silaturahim Sprit 212 yang hadir, ada peserta yang baru mengikrarkan keislamannya sebulan lalu. Siapa dia? Dan bagaimana kegiatan ini menurutnya?
Pria yang baru saja masuk Islam ini bernama Fanur Wail yang kemudian mengganti namanya menjadi Umar Al Faruk Wail. Saat ditanya usia, pria ini bingung menjawabnya. “Yang saya tahu, saat peristiwa G30S PKI, saya masih remaja,” akunya.
Mengomentari kegiatan Halal bi Halal dan Silaturahim pria yang tinggal di pria asli Pulau Buru, Kabupaten Namlea, Maluku ini mengatakan, “Saya tidak tahu apa ini, yang penting saya hadir karena menurut saya Islam itu baik,” ujarnya. Meski demikian, ia mengaku senang bertemu dengan saudara muslim yang lainnya.
Kedatangannya ke Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso untuk menemui anaknya yang besekolah di PP Al-Ishlah. “Anak saya lebih dulu masuk Islam, dua tahun lalu,” katanya. Anaknya mondok di Al Ishlah, karena ajakan Ustadz Sukardi, beliau seperti perwakilan Al-Ishlah di Maluku. “Saya tahu bahwa dia orang baik, karenanya saya setuju anak saya dibawa ke Bondowoso.” Selain itu Di Maluku, tempat ia tinggal, pergaulan bebas menjadi hal yang biasa di sana, Umar khawatir anaknya terpengaruh. “Anaknya guru saja banyak (terpengaruh pergaulan bebas, red), apalagi anaknya petani seperti saya. Dan saya tahu Islam sangat baik dalam menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan,” katanya.
Hampir sebulan lalu, Umar masih beragama Hindu adat, setelah ke Bondowoso dan berdiskusi dengan beberapa kiyai di ponpes Al-Islah, ia memutuskan untuk bersyahadat pada 8 Juli 2017. Dalam berikrar, Umar dibantu oleh Ustadz Thoha Yusuf Zakariya, Lc, putra pertama Kiai Muhammad Ma’shum, pengasuh Pondok Al-Ishlah Bondowoso, Jawa Timur. Saat ini, Umar sedang belajar mengenal huruf hijaiyah dibantu oleh para ustadz di pondok itu.
Dapat Warisan “Baju Haji”
Mengapa begitu mendadak untuk memutuskan untuk pindah keyakinan, ia mengaku sebenarnya sudah terpikir agama Islam sejak lama karena ia punya pakaian yang diwariskan secara turun temurun. “Saya tidak tahu pakaian apa, tapi saya menyebutnya pakaian haji, karena mirip dengan yang dipakai orang-orang yang berhaji.” Melihat pakaian model seperti itu, ia punya keyakinan bahwa orang tuanya dulu adalah orang Islam. “Pakaian itu sudah hancur, karena terlalu lama diturunkan, saya menjahit yang baru, persis dengan yang lama. Ini juga akan saya turunkan,” jelasnya. Karena ia punya anggapan kakek neneknya adalah orang Islam, ia merasa ia hanya kembali ke agama kakek-neneknya dulu.
Sepulang menengok anaknya di pondok, Umar akan kembali ke Maluku, dan ia akan mencoba mengajak istri dan keenam anaknya. “Saya tidak tahu istri dan anak saya mau tidak, akan saya coba. Yang jelas, Islam adalah agama yang baik, orang-orang di dalamnya pun baik,” katanya. (wir/smn)