Suaramuslim.net – Siapakah di antara orang beriman yang tak ingin dekat dengan Nabi Muhammad? Semua ingin diakui sebagai umat kesayangannya. Bahkan kalau bisa lebih dekat lagi. Mungkinkah? Mungkin saja. Karena nabi punya saudara di sepeninggal beliau. Beliau merindukan saudara-saudara nabi. Kita bisa jadi saudara nabi jika beriman kepada nabi.
Suatu ketika Nabi Muhammad saw. dan para sahabat duduk bersama di sebuah majelis, dan beliau berkata, “Aku begitu rindu hendak bertemu dengan saudaraku.” Para sahabat bertanya, “Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Lebih-lebih mengejutkan lagi jawaban yang kemudian keluar dari lisan manusia paling mulia itu.
“Tidak, kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Terasa betapa lembutnya suara Rasulullah. “Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” tegas salah seorang sahabat lain yang masih terlampau penasaran siapa yang dimaksud saudara oleh sang pembawa risalah.
Tetiba suasana hening, semua perhatian tertuju pada Rasulullah. Tak lama setelahnya, beliau memberikan penjelasan, “Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”
Inilah letak keistimewaan umat akhir zaman ialah tetap meyakini sesuatu yang bahkan tidak pernah dilihatnya. Sebagaimana meyakini hembusan angin, meski tidak pernah tahu bagaimana bentuknya. Sebagaimana meyakini perasaan yang tumbuh, walau selalu tidak berhasil menggambarkannya lewat kata-kata sekali pun. Maka ada peluang kita bisa menjadi saudara nabi jika beriman kepada nabi. Meski kita tak pernah bertemu dengan beliau.
Inilah yang membedakan umat-umat terdahulu. Ketika sang nabi masih di tengah-tengah mereka, kaumnya tak serta merta beriman. Ketika mukjizat para nabi itu nampak di hadapan mata, namun justru sedikit sekali umat yang mengimani. Misalnya, Nabi Musa hidup bersama Bani Israil. Musa pula yang memimpin penyelamatan dari kejaran Firaun. Mereka juga melihat mukjizat tongkat menjadi ular dan tongkat membelah lautan. Namun tetap saja sebagian besar Bani Israil enggan beriman dengan banyak pembangkangan misalnya dengan membuat patung sapi sebagai tuhan, meminta melihat Allah secara langsung, menolak masuk Tanah Suci Al Maqdis, dll.
Begitu pula dengan umat Nabi Isa. Mereka hidup bersama dengan sang rasul. Mereka juga paham tentang kemuliaan asal usul keluarganya. Mereka juga banyak melihat mukjizat Nabi Isa dengan izin Allah seperti menyembuhkan orang buta, menyembuhkan orang kusta, menghidupkan orang yang mati, dll. Namun lagi-lagi hanya sedikit kaumnya yang beriman. Bahkan kaumnya bersekongkol untuk menangkap dan membunuh sang nabi mulia itu. Hanya kaum Hawariyyun yang konon hanya berjumlah 12 yang membela dan beriman kepada Nabi Isa.
Itulah sekilas perbedaan antara umat terdahulu dengan umat Nabi Muhammad di akhir zaman ini. Lalu seperti apa ciri-ciri orang yang disebut oleh Rasulullah sebagai saudara itu? Berikut ini sekilas penjelasannya:
1. Beriman kepada Rasulullah sekaligus membela ajaran beliau
Nabi saw. bersabda, “Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan kitab (Al Quran) dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam kitab itu. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara-saudaraku itu” (HR Ahmad).
Kemudian, Nabi saw. meneruskan dengan membaca surat Al Baqarah ayat 3, “Mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.”
Lalu Nabi saw. bersabda, “Berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku.” Nabi saw. mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi saw. mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali.
2. Membaguskan wudhu
Para sahabat bertanya, “Bagaimana engkau dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umatmu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab dengan bersabda, “Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu?”’
Para Sahabat menjawab, “Sudah tentu wahai Rasulullah.’
Beliau bersabda lagi, ‘Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat‘. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kamu semua‘. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat‘. Maka aku bersabda, ‘Pergilah jauh-jauh dari sini’” (HR Muslim 367).
3. Akhirat sebagai cita-cita hidup & banyak berzikir
Kaum muslim beragama merupakan upaya meneladani akhlak Rasul saw. Firman Allah Swt. yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al Ahzab 21).