Judul buku : Kedudukan Perempuan dalam Islam
Penulis : HAMKA
Cetakan : Februari, 1996
Penerbit : Pustaka Panjimas, Jakarta
Suaramuslim.net – “Sekuntum Bunga harus semerbak, kita cium. Dan rezekinya sudah dijamin oleh Allah.”
Salah satu kutipan yang terdapat pada buku dalam bagian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan putrinya. Di awal kerasulan beliau, beliau menggendong-gendong anak perempuan ketika di depan umum. Yang mengundang berbagai macam pandangan nyinyir dari orang yang melihatnya. Lalu beliau berkata Sekuntum Bunga harus semerbak, kita cium. Dan rezekinya sudah dijamin oleh Allah.
Hal tersebut dalam rangka menghapuskan berbagai stigma negatif terhadap perempuan. Pada waktu itu perempuan Arab jahiliyah memiliki derajat yang hina dibanding dengan laki-laki. Bagi mereka sungguh menjadi sebuah kehinaan ketika mendapatkan anak perempuan.
Namun Islam datang dan menghargai berbagai macam hak yang perlu diperoleh oleh perempuan dengan disebutkan secara terpisah dalam sebuah ayat sehingga perempuan menjadi diakui. Tak hanya itu, Islam mendudukkan perempuan lebih mulia ketika perintah menghormati Ibu tiga kali kemudian Bapak dalam hadisnya. Pun juga di dalam Al Quran menamakan beberapa suratnya dengan mana perempuan, dan juga perjuangan perempuan seperti surat Al Mujadalah.
Buku ini merupakan sebuah kompilasi dari tulisan-tulisan Buya HAMKA yang ditulis dalam media nasional. Kumpulan ini sebagaian diterbitkan dengan segera menyusul dengan adanya Rancangan Undang-undang perkawinan yang terdapat unsur sekuler. Pada masa itu, ada pandangan perempuan muslim terkekang dengan aturan-aturan Islam yang dituduh mengekang pemeluknya. Padahal, Islam tidak seperti apa yang mereka sangkakan.
Melalui buku ini, Buya HAMKA mengingatkan dan menjelaskan bahwa kaum perempuan memiliki sebuah keistimewaan sendiri. Hampir sama dengan laki-laki bahkan memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki dalam hal melaksanakan kewajiban dan juga sebagai pembantu suami dalam menjaga muru’ahnya. Perempuan memiliki kuasa atas dirinya sendiri bukan sebagai sebuah kelompok subordinat dibawah kuasa laki-laki. Hal ini diterangkan melalui kuasa perempuan mengizinkan dirinya dinikahkan dengan siapa dan juga berhak mengajukan cerai kepada suaminya jika diperlukan. Perempuan adalah seorang makhluk yang independen yang bisa menentukan nasib atas dirinya.
Kewajiban laki-laki atas perempuan adalah menjadi pemimpin dalam rumah tangga sebagai konsekuensi atas kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Di dalam buku ini dijelaskan mengenai bagaimana seharusnya kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga dan bagaimana ketaatan istri kepada suami menjadikan sebuah rumahtangga harmonis.
Asas rumah tangga yang berdasarkan kepemimpinan yang baik akan menghasilkan perilaku ma’ruf dan saling membantu dalam rumah tangga. Seperti dalam kisah yang diceritakan oleh Zainab yang bersedekah kepada suaminya Abdullah bin Mas’ud untuk menjaga muru’ahnya sebagai suami di hadapan masyarakat.
Buku ini cukup disarankan untuk dibaca. Buku ini bisa menjadi gambaran yang cukup komprehensif sebagai pengetahuan mengenai kedudukan perempuan dalam Islam. Pemaparan Buya HAMKA dalam buku ini dikemas secara unik dengan mengambil hikmah dari berbagai shirah, penafsiran Al Quran, dan perkembangan pemikiran perempuan pada zamannya. Namun masih cukup relevan untuk kembali dikupas dalam konteks waktu saat ini.
Perempuan memiliki bangsa sendiri yang harus menjadikan dirinya lebih berdaya dan lebih bertanggung jawab dan memiliki kuasa atas dirinya sesuai dengan perintah Agama.