Suaramuslim.net – Sungguh memprihatinkan, tanah longsor kembali terjadi dengan korban puluhan, kerusakan belasan rumah dan mestinya kerugian yang besar.
Pada tanggal 6 Maret 2023 siang hari, longsor besar menimbun satu kampung akibat puncak bukit berubah menjadi sungai yang membawa material tanah di Natuna, Kepulauan Riau.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa bencana tanah longsor yang terjadi di Natuna telah merenggut 14 korban jiwa, 41 orang dinyatakan hilang dan 5 luka berat dan 3 luka ringan. Selain itu sebanyak 1.216 jiwa mengungsi.
Berdasarkan laporan Badan Geologi disebutkan batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam Batuan Plutonik Serasan yang tersusun Granodiorit biotit dan Granit hornblenda dengan helatan metasedimen berumur PraTersier (lebih tua dari 70 juta tahun yang lalu).
Hasil analisis awalnya karena tanah hasil pelapukan batuan yang tebal, kemiringan lereng tebing yang curam dan curah hujan yang tinggi/ekstrem dengan durasi lama sebagai pemicu terjadi gerakan tanah.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kecepatan pelapukan 6 m/juta-tahun. Ini berarti di Natuna, tanah hasil pelapukannya sangat tebal. Tanah hasil pelapukan ini menempel di atas batuan induknya karena ada akar pohon yang mengikat dengan akar serabutnya dan yang menancapkan dengan akar tunjangnya ke batuan induknya.
Dalam ilmu fisika tanah hasil pelapukan ini sama dengan benda yang terletak di bidang miring. Kalau dilihat dari rumusnya maka bila terjadi gangguan pada berat tanah dan bila terjadi gangguan pada sudut kemiringan maka akan terjadi ketidakstabilan tanah lereng.
Ada banyak sebab lapisan tanah di lereng yang stabil menjadi tidak stabil, paling tidak ada 5 penyebab dan pemicu yaitu.
Pertama pengurangan vegetasi asli yang menyebabkan lapisan tanah di lereng tidak stabil karena keberadaan akar serabut pohon yang mencengkeram tanah dan akar tunjang sebagai angker ke batuan di bawahnya.
Penebangan baik resmi dan atau tidak resmi (liar), akan membuat tanah lereng tidak stabil.
Kedua pemotongnya lereng bagian bawah dikarenakan banyak hal antara lain karena tererosi oleh sungai dan karena longsor, bisa juga dikarenakan aktivitas manusia seperti penambangan, pembuatan terowongan, pemotongan jalan untuk pembuatan jalan dan pelebaran rumah di tepi lereng. Pemotongan lereng di bagian bawah meningkatkan sudut kemiringan lereng sehingga lapisan tanah di lerengan menjadi semakin kritis.
Ketiga ada penambahan beban menyebabkan berat lapisan tanah di lereng semakin berat, bisa terjadi secara alam seperti karena ada penambahan tanah akibat longsor tanah di atasnya, tetapi yang paling banyak dikarenakan ulah manusia seperti diurug tanah untuk pelebaran lahan rumah, pembangunan permukiman atau villa atau dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.
Keempat penambahan air dikarenakan hujan terus menerus beberapa jam tapi bisa juga disebabkan karena ulah manusia yaitu adanya air kolam atau persawahan dan adanya rembesan dari septik tank permukiman penduduk. Penambahan beban menyebabkan berat lapisan tanah di lereng semakin berat sehingga lapisan tanah di lereng menjadi kritis penambahan air juga menyebabkan daya ikat (kohesi) tanah mengecil.
Kelima adanya getaran akan mengubah dan melepaskan ikatan antar butir tanah sehingga tanah menjadi kritis. Getaran ini muncul karena ada gempa, atau karena ulah manusia yaitu karena pengeboman tambang, lewatnya kendaraan berat dan kereta api berulang ulang. Beberapa tahun ini banyak longsor di pinggir jalan dan jalan kereta api, ini berarti perlu adanya assessment di sepanjang jalan tersbut.
Umumnya kalau vegetasi asli masih menutupi gunung maka kemungkinan longsor sangat kecil. Tapi kalau ada penggantian vegetasi maka tanah gunung akan terganggu (tidak stabil). Selanjutnya tinggal menunggu pemicu seperti hujan dan atau gempa. Hal ini juga mengingatkan kita semua bahwa hujan bukan satu-satunya penyebab longsor.