Suaramuslim.net – Treacy dan Wiersema pernah menyampaikan sebuah teori yang kemudian banyak diadopsi oleh perusahaan yang memberikan pelayanan jasa atau produk kepada pelanggannya, yaitu tentang bagaimana caranya agar mereka dapat tetap “survive” dalam menghadapi persaingan bisnis.
Keduanya berpendapat bahwa perusahaan tersebut harus fokus pada satu dari tiga pilihan yang berinterrelasi satu sama lain sebagai sebuah triangle antara proses-produk-customer, dalam melayani pelanggannya yaitu:
- Fokus kepada proses operasionalnya sehingga para pelanggan atau siapa pun yang kita layani merasa puas. Dalam istilah mereka, hal ini disebut sebagai ‘Operational Excellence’, karena semua proses dilakukan serba terukur, terkendali dan terjaga kualitasnya. Proses penyediaan jasa atau pembuatan produk dilakukan dengan sangat efisien sehingga biasanya hal ini menghasilkan proses yang relatif murah dalam hal biaya.
- Fokus kepada produk yang dihasilkannya atau dalam istilah mereka ‘Product Leadership.’ Artinya perusahaan ini berusaha terus mencari terobosan dengan berbagai karya inovasi. Keunggulan pendekatan ini terletak pada seberapa berkualitas jasa atau produk yang dihasilkannya, mampu menarik minat para pelanggannya untuk tetap setia. Dalam bahasa marketing, dapat dikatakan bahwa perusahaan ini selalu berusaha melakukan ‘diferensiasi.’
- Fokus ketiga yang bisa menjadi pilihan bagi perusahaan dalam menyukseskan strateginya agar tetap survive, adalah dengan cara fokus kepada pelanggannya, atau lebih dikenal sebagai ‘Customer Intimacy.’
Pengertiannya adalah bahwa perusahaan ini dalam menjalankan bisnisnya, berusaha untuk selalu mengikuti dan memenuhi apa yang menjadi keinginan para pelanggan atau masyarakat yang dilayaninya. Mereka berusaha membangun kemitraan dengan pelanggannya agar mereka selalu update terhadap apa yang sedang menjadi demand di kalangan masyarakat. Jadi benar-benar market driven.
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai salah satu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa dan menghasilkan produk akademik, tentunya juga harus mempunyai fokus dalam strategi “penawaran nilai” (value proposition) oleh institusinya agar dapat diterima masyarakat dengan baik. Jadi tidak sekadar melaksanakan proses bisnis dalam pelayanan pendidikan yang seadanya. Sebab kalau begitu, PTN tersebut hanya menjadi institusi pendidikan yang biasa-biasa saja. Minim prestasi, sehingga jauh dari capaian akademik yang membawa kemaslahatan, apalagi sebagai ‘agent of change’ dari bangsanya.
Karena itu, masing-masing PTN perlu menyesuaikan dirinya untuk memilih strategi preposisi manakah yang akan mereka gunakan, apakah pada ‘penyediaan proses operasional yang baik’, ataukah fokus pada ‘produk-produk yang inovatif’, ataukah mungkin fokus pada ‘pemenuhan kebutuhan pelanggannya’ walaupun pilihan ini akan berkonsekuensi biaya pendidikan yang menjadi lebih mahal.
Perlu dicatat, PTN di Indonesia yang jumlah totalnya sekitar 140-an, mempunyai 3 kategori kelas, yaitu: a). PTN Satker (untuk PTN yang masih kategori baru atau belum mapan), b). PTN BLU (untuk PTN yang sudah mulai diberi kepercayaan mengelola uangnya secara mandiri), c). PTNBH (untuk PTN yang sudah dianggap mandiri sehingga diberi otonomi yang lebih luas).
Dengan status PTN yang berbeda-beda tersebut, sangat logis kalau masing-masing PTN tersebut akan memilih strategi preposisi yang berbeda. Misalnya ITS dengan status PTNBH (bersama 10 PTN besar lainnya), tentunya tidak terlalu smart jika memilih operational excellence, sebab menjalankan proses yang baik dan efisien sudah merupakan hal yang wajib dijalani PTN yang sekelas ini. Karena itulah, fokusnya lebih tertuju kepada product leadership ataukah kepada customer intimacy.
Saat saya sebagai Rektor, saya lebih fokus memilih product leadership ini sehingga ‘inovasi’ menjadi kata kuncinya. Strategi ini lebih tepat karena ITS bukanlah sebuah ‘comprehensive university’ yang menawarkan program studi untuk semua disiplin keilmuan, tetapi hanya menawarkan prodi pada bidang sains dan teknologi (saintek) saja.
Karena itu, peluang untuk menghasilkan produk inovasi bidang saintek jauh lebih menjanjikan daripada memilih preposisi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan. Pilihan ini lebih tepat karena ditunjang oleh sumber daya manusia, baik dosen dan mahasiswanya yang mumpuni dalam kapasitas keilmuannya.
Tak heran jika kemudian ITS selalu terus berinovasi, mengkreasi sesuatu yang baru, dan berusaha solutif terhadap permasalahan bangsa dalam setiap langkahnya.
Berbagai inovasi yang dilakukan mahasiswa maupun dosen selama ini, telah menghiasi berbagai media nasional sehingga hal ini berdampak dengan semakin banyaknya calon mahasiswa dari berbagai pelosok negeri ini yang berminat mendaftarkan dirinya untuk menjadi mahasiswa ITS. Belum lagi institusi, perusahaan dan perwakilan asing yang datang menunjukkan minatnya untuk bekerja sama dengan ITS. Ini semua adalah buah dari pemilihan strategi penawaran nilai yang tepat.
Mungkin ada yang kemudian bertanya, apa kaitan dari pilihan preposisi ITS dengan Management by Heart? Maka jawaban saya adalah sebagai berikut:
Bahwa dalam memilih strategi value preposition di atas memang tidak boleh lepas dari teori manajemen yang berlaku secara umum. Pendekatan manajemen yang dilakukan tetaplah berbasis kepada kajian keilmuan dan keilmiahan yang bersumber dari para ahli di bidangnya masing-masing. Yang membedakannya kemudian, ketika akan dilakukan eksekusi oleh ITS yang memfokuskan pada “product leadership” adalah terletak pada ‘niatnya.’
Ketika telah memilih preposisi ini, maka niat yang harus ditanamkan pada diri adalah, bahwa pilihan ini bukan untuk mendapatkan keunggulan yang berujung pada peningkatan profit atau reputasi ITS semata, tetapi lebih menekankan pada keinginan atau cita-cita untuk memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Keinginan untuk berperan dalam memberi kontribusi dan solusi menyejahterakan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat sekitar, melalui produk-produk inovasinya. Niat inilah yang akan memberi hasil yang berbeda bagi ITS karena menjadi lebih berkah dan membuatnya menjadi lebih sustainable.
Surabaya, 8 Juli 2019
Joni Hermana
Rektor ITS 2015-2019