Suaramuslim.net – Sarapan pagi hari ini sebelum berangkat kerja, makan masakan istri tercinta. Di meja makan sudah tersedia nasi lodeh tewel (nangka muda, Red.), sederhana tapi mantab jiwa. Kuah santan memang bisa bikin gurih-gurih enak gitu pas di makan, bikin lahap makannya, jadi nambah lagi. Tidak lupa pake sambal sama kerupuk blek alias kerupuk putih rasanya tambah maknyus.
Masakan istri dipercaya bisa mempererat hubungan rumah tangga. Bahkan, kekuatannya sama dengan berhubungan di ranjang, malah suami semakin betah di rumah. Kok bisa, ya? Membeli makanan dari luar atau makan di luar saat sudah berumah tangga sebenarnya kurang efektif. Selain kualitas rasa dan kebersihan yang belum pasti, pengeluaran pun jadi lebih banyak dibanding masak sendiri. Waktu yang dikeluarkan pun lebih banyak. Antara menunggu makanan di antar, atau menunggu pesanan datang.
Padahal sebenarnya dengan masak sendiri di rumah, seorang istri jadi tahu apa makanan favorit atau bahan makanan yang tidak bisa dimakan oleh suami. Istri juga jadi semakin kreatif dalam mencoba resep baru demi menyenangkan hati suami.
Suami pun akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena tahu istrinya sudah memasak untuknya. Aroma dari masakan yang menyeruak bisa membangkitkan selera makan siapapun yang menciumnya.
Istri yang memasak sendiri di rumah juga bisa membuat suami bangga. Karena tidak jarang saat membawa bekal atau pulang kantor tepat waktu, mereka akan lebih senang untuk menjawab kalau sudah tidak sabar untuk makan masakan istri.
Meski tidak semua perempuan bisa memasak, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba dimulai dari masakan rumah yang sederhana. Coba dari masakan yang tidak membutuhkan bahan yang rumit. Jangan takut untuk bertanya enak atau tidaknya makanan pada suami. Dengan begitu, komunikasi pun jadi terjalin dengan lancar untuk kemudian memperbaiki apa yang kurang.
Tidak hanya dalam urusan masakan, tapi juga urusan rumah tangga lainnya. Jadi jangan ragu untuk masak sendiri di rumah untuk suami. Selain lebih hemat, pasti suami juga makin sayang.
Pujian bagi seorang istri
Salah satu yang dilupakan dalam hubungan suami istri adalah saling memuji satu sama lainnya. Istri lupa memuji suami dan suami lupa memuji istrinya. Padahal pujian seperti ini bisa membangkitkan hubungan yang mungkin makin lama semakin redup.
Ya, tak jarang semakin lama sebuah pernikahan semakin hilang romantisme di antara pasangan. Jangankan untuk memuji, kadang panggilan pada isteri saja menjadi berubah dari ‘ibu sayang’ menjadi ‘ibu ndut’.
Pada umumnya ketika sudah lama menikah, yang terjadi pada pasangan adalah kehilangan respek akibat terlalu banyaknya masalah yang terjadi selama menjalani biduk rumah tangga. Hormat pada suami sudah lama terkikis, begitu juga rasa mahabbah (cinta) pada istri yang semakin luntur, merasa anak-anak lebih membutuhkan curahan kasih sayang daripada beromantis-romantisan dengan istri.
Gengsi juga jadi pemicu hilangnya pujian di antara keduanya. Sama-sama keras kepala merasa harusnya istri yang memperlakukan yang terbaik buat suami atau sebaliknya. Si istri merasa harusnya suami yang memberi pujian atas kerja kerasnya di rumah dan mendidik anak-anaknya menjadi anak berprestasi dan salih.
Pujian pada istri adalah bagian dari berbuat ma’ruf yang diperintahkan Allah seperti dalam ayat, “Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.” (QS An Nisa’ 19). “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS Al Baqarah: 228).
Pujian pada istri merupakan tanda baiknya seorang suami padanya. Apalagi melihat perjuangan istri di rumah dengan mendidik anak dan mengurus berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan memperhatikan kebutuhan suami.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400).
Pujian bagi seorang istri ibarat setitik oase di gersangnya padang sahara. Dia bagai air hujan yang membasahi gersangnya tanah. Yang bisa membangkitkan tanaman yang layu karena kekurangan air. Dia juga bisa jadi penguat kakinya melangkah dalam beratnya menjalani kehidupan sebuah rumah tangga. Dia bagai penyangga dari lelahnya menjalani rutinitas keseharian yang tak pernah berhenti dari mulai terbangun pada dini hari hingga mata lelah terpejam di malam hari.
Dikisahkan pada suatu hadis: Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasihat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).
Mulailah memuji istri, pujian dari suami pada istrinya tidak butuh biaya atau ongkos mahal. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada pasangan. Memberi pujian dapat diungkapkan dengan kalimat-kalimat ringan yang menggetarkan, seperti: “Masakan Mama hari ini sangat luar biasa”