Suaramuslim.net – Awal tahun 2025 menjadi penanda sejarah baru dalam ikhtiar negara menghadirkan keadilan gizi bagi anak-anak Indonesia. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi dijalankan. Meski namanya “gratis”, sejatinya MBG adalah program yang dibiayai penuh oleh negara melalui APBN. Istilah “gratis” hanyalah simbol dari niat mulia: bahwa anak-anak Indonesia berhak mendapatkan asupan bergizi tanpa beban biaya langsung.
Namun, di balik istilah itu, tersimpan tanggung jawab besar. Negara mengalokasikan Rp15.000 per anak per hari. Yaitu Rp10.000 untuk makanan bergizi, dan Rp5.000 untuk operasional, sewa dapur, serta insentif relawan. Maka MBG bukan sekadar program sosial, melainkan amanah publik yang harus dijalankan dengan mutu, integritas, dan keteladanan.
MBG: Antara dana besar dan tuntutan mutu
Dana besar bukan jaminan keberhasilan. Justru di sanalah ujian kejujuran dan profesionalisme dimulai. MBG harus bermutu, bukan hanya dalam rasa dan rupa makanan, tetapi dalam seluruh rantai pengelolaannya. Lima prinsip utama menjadi fondasi agar MBG benar-benar menjadi berkah, bukan sekadar proyek.
1. Dapur sehat, transparan dan jujur
Dapur sehat MBG bukan sekadar tempat memasak, melainkan ruang ibadah sosial. Pengelolaannya harus bersih dari manipulasi, terbuka dalam laporan, dan jujur dalam praktik. Setiap bahan yang masuk, setiap rupiah yang dibelanjakan, harus bisa dipertanggungjawabkan.
2. Kasatpel SPPG, tegak menjaga amanah
Kasatpel SPPG adalah garda terdepan. Ia harus berani menolak tekanan dari mitra yang berpotensi menyalahgunakan dana. Ketundukan pada konflik kepentingan adalah awal dari keretakan moral. Maka Kasatpel harus menjadi teladan integritas, bukan sekadar pelaksana teknis.
3. Menu transparan, rakyat menilai
Masyarakat berhak tahu. Apakah makanan yang diompreng benar-benar senilai Rp10.000? Ataukah hanya Rp7.000 dengan bungkus narasi? Transparansi menu bukan ancaman, melainkan bentuk penghormatan kepada publik. Ketika rakyat ikut menilai, maka mutu akan terjaga.
4. Pangan lokal, stabil dan terjangkau
Pemilihan bahan pangan lokal bukan hanya soal harga, tapi juga soal kedaulatan. Ketika dapur MBG menyerap produk petani lokal, maka stabilitas harga terjaga, dan ekonomi desa ikut bergerak. MBG menjadi lokomotif pemberdayaan, bukan sekadar konsumen pasif.
5. Distribusi efektif, tanpa celah
Mekanisme distribusi harus dirancang dengan cermat. Dari dapur ke murid, dari bahan ke piring, semua harus efisien dan aman. Tidak boleh ada keterlambatan, pemborosan, atau penyimpangan. Di sinilah teknologi, relawan, dan sistem harus bersinergi.
MBG sebagai ladang khidmat, bukan sekadar program bisnis
MBG bukan hanya soal makan. Ia adalah ladang khidmat. Setiap relawan, setiap Kasatpel, setiap juru masak, adalah pejuang gizi. Mereka bukan sekadar bekerja, tapi berjuang untuk masa depan bangsa. Maka MBG harus dijalankan dengan semangat ibadah, bukan sekadar rutinitas.
Jika MBG dijalankan dengan teliti, jujur, dan bermutu, maka anak-anak Indonesia akan tumbuh dengan tubuh sehat dan jiwa yang kuat. Dan di sanalah kita menanam harapan: bahwa bangsa ini akan tumbuh dari dapur-dapur yang bersih, dari piring-piring yang bergizi, dan dari hati-hati yang berkhidmat.
Imam Mawardi Ridlwan
Dewan Pembina Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.