Memahami Penggunaan Labeling “Nakal” dan “Rewel” pada Anak

Memahami Penggunaan Labeling “Nakal” dan “Rewel” pada Anak

Memahami Penggunaan Labeling Nakal dan Rewel pada Anak

Suaramuslim.net – Perilaku “nyeleneh” yang ditampilkan oleh anak-anak, sering menjadi dasar salah satu keluhan paling populer di kalangan guru, orangtua dan masyarat sekitar. Imbas dari keluhan tersebut akhirnya muncul labeling “anak nakal atau rewel“ terhadap perilaku “nyeleneh” anak. Memahami paradigma “nakal” dan “rewel” sangat penting bagi kalangan akademisi/guru, orangtua dan masyarakat.

Apakah Bapak/Ibu guru, Ayah, dan Bunda pernah merasa jengkel, putus asa dan kewalahan  menghadapi anak, keponakan dan murid karena mereka “berulah”? Baik secara verbal berupa rengekkan minta sesuatu, tetapi setelah kita turuti ternyata keinginannya beralih ke yang lain.

Sedangkan secara nonverbal biasanya berupa sikap jahil/mengerjai temannya atau adiknya di saat yang tidak tepat. Keusilan verbal dan nonverbal yang dimunculkan oleh anak-anak menjadi dasar munculnya kata yang sangat populer dikalangan anak-anak sampai orangtua yang dilabelkan kepada perilaku anak yaitu “nakal” dan “rewel”.

Rewel adalah kata yang lebih moderat yang diberlakukan untuk anak, dibanding kata nakal. Sebelum membedakannya, mari kita luruskan lebih dulu, kenapa kata ini menggunakan tanda kutip. Pertama, karena kami membahasnya dalam konteks kata. Ketika sesuatu tersebut adalah kata atau istilah yang dibahas, maka kami akan memberikan tanda kutip.

Kedua, karena rewel bersifat sangat perseptual, tergantung mata dan kepala dari orang yang melihatnya. Ada guru maupun orangtua yang menganggap bahwa perilaku anaknya adalah sesuatu yang biasa sebagai anak kecil. Sementara guru dan orangtua yang lain sudah merasa menyerah, sehingga mengatakan bahwa anaknya rewel.

Sekarang, mari kita bedakan nakal dan rewel. Pembeda keduanya didasarkan pada intensi atau niat untuk melakukannya. Rewel merupakan bentuk manifestasi dorongan dari dalam diri anak. Rewel sangat bersifat instinktif dan intuitif.

Jika kita menemukan anak dengan permintaan beraneka macam, atau anak beralih dengan cepat dari satu keinginan ke keinginan yang lain, maka kita dapat mengenalinya sebagai bentuk dorongan dari dalam. Tidak ada anak yang memiliki intensi untuk menyusahkan orangtua dengan keinginan-keinginannya tersebut. Itu adalah hasrat dari dalam dirinya dan tentu saja berorientasi pada dirinya sendiri (egosentris).

Nakal bergeser kepada intensi sadar atas perbuatannya tersebut. Anak sengaja melakukannya untuk mendatangkan efek langsung dari perilakunya tersebut. Misalnya anak yang memukul atau menjegal temannya, bisa jadi memiliki intensi bermacam-macam. Karena itu, label nakal seharusnya tidak mudah untuk diberikan kepada anak, karena intensi tidak dapat dilihat. Ada anak yang bertindak secara impulsif. Jika hal ini dilakukan, maka tidak tepat jika kita mengatakan bahwa anak tersebut adalah nakal, karena ia melakukannya lebih didorong oleh faktor kesadaran.

Ada anak yang melakukannya dengan tujuan bergurau namun tidak memperhitungkan konsekuensinya. Ini juga tidak bisa dengan mudahnya kita bilang nakal. Nah halau yang bisa dikatakan nakal yang seperti apa hayo? Ya tentu saja di luar yang dua tadi. Anak sengaja melakukannya untuk mencelakai orang lain.

Kembali kepada bentuk rewel. Karena dorongan rewel lebih bersifat instinktif dan dari dalam, maka rewel biasanya terjadi pada anak dengan orientasi egosentrisme yang tinggi. Biasanya hal ini terjadi pada anak dengan usia sangat muda atau masih kecil. Untuk itu, mari kita bikin patokan. Lebih amannya, kita dapat menggunakan usia sebagai patokan.

Usia dengan egosentrisme tinggi dan bersifat instinktif terjadi pada bayi dan anak-anak. Karena itu, patokannya dapat menggunakan usia anak, yaitu maksimal 7 atau 8 tahun. Di bawah usia tersebut, atau semakin muda dan ke arah usia bayi, maka kata rewel lebih sesuai.

Namun demikian, seperti yang kami sebutkan sebelumnya, rewel maupun nakal adalah label. Hati-hati dalam menggunakan label, karena pernyataan kita akan memperkuat pikiran kita. Karena itu, label rewel atau nakal akan memperkuat persepsi kita bahwa anak adalah rewel atau nakal. Akan lebih baik jika kita meletakkan pada konteks karakteristik usia anak.

Artinya, perilaku anak adalah sebagai wujud alamiah dari usia perkembangannya. Mereka melakukannya atas dorongan instinktif dan lebih bersifat egosentris. Maka harus proporsional dalam memandang perilaku mereka.

Demikian, perbedaan  istilah rewel dan nakal. Pemahaman terhadap setiap bentuk yang kita berlakukan untuk anak, akan menentukan bagaimana kita berpikir dan berperilaku terhadap mereka. Semoga kita bisa lebih bijaksana dalam menggunakan istilah untuk anak kita.

Kontributor: Jefri Firmansyah
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment