Suaramuslim.net – Pernahkah terbayangkan dalam benak kita 15 sampai 20 tahun lagi apa yang kita geluti saat ini masih ada? Sudah banyak contoh beberapa profesi yang dulunya ada, sekarang sudah tergantikan. Misalkan tukang pos, di era 80 an profesi masih ada, namun di tengah perkembangan teknologi internet, perlahan profesi ini tergantikan dengan perubahan perilaku masyarakat dalam berkirim surat, tidak lagi menggunakan kertas dan jasa pos, tapi menggunakan elektronik.
Nasib yang dialami tukang pos bukan tidak mungkin akan terjadi pada profesi yang lainnya, mengingat teknologi dengan segala daya upayanya, ternyata mampu memberi harapan bagi kehidupan manusia. Teknologi memberi kemudahan dan ketepatan dalam pekerjaan yang dilakukan manusia. Dunia menjelma menjadi cepat, karena dilayani oleh teknologi berupa mesin-mesin dan robot.
Profesi guru atau tenaga pendidikan bukan tidak mungkin kelak juga tidak diperlukan lagi, karena teknologi ternyata mampu menjawab ilmu pengetahuan yang diinginkan manusia. Lihat saja mesin pencari Google, apa saja bisa dicari disana, bergantung pada kebutuhan kita. Sehingga sejatinya kita semua seolah sedang menunggu “kematian” profesi.
Menghidupkan Rasa Mengekalkan Raga
Rasa adalah sebuah peristiwa tanggapan indra terhadap rangsangan saraf seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap indra perasa.
Rasa adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh indera manusia. Sehingga rasa tidak bisa digantikan oleh teknologi yang ada. Teknologi tak menjangkau pekerjaan rasa, ia hanya mampu menjangkau hal-hal yang bisa diukur dan terukur. Teknologi bersifat nyata dan bisa diraba.
Rasa adalah pekerjaan yang melekat kepada manusia, sehingga rasa akan tetap menjadikan manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai robot. Mengekalkan raga adalah mengolah rasa. Sehingga kalau manusia berharap raganya bisa kekal maka olah rasa menjadi sebuah keniscayaan.
Kalau Anda guru, maka profesi Anda kelak akan segera tergantikan dengan teknologi, bila pendekatan Anda dalam belajar menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan. Anda hanya mengasah kemampuan pikir manusia nya, melupakan pembangunan olah rasa atau karakternya.
Sebagai pemimpin juga harus begitu, kalau kebijakan Anda hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik melupakan pembangunan kualitas manusia, maka Anda tak lebih sebagai robot, bisa dibayangkan kalau sebuah bangsa hanya diisi manusia-manusia bermental robot? Bangsa akan saling menghilangkan, karena kebutuhan-kebutuhan pragmatis yang mengikis.
Akhirnya manusia akan menjadi kekal dalam karya dan profesinya, kalau ia rela kembali menjadikan dirinya sebagai manusia yang utuh, manusia yang dalam karyanya tidak hanya melakukan pendekatan pikirannya saja, tapi juga mampu mendayagunakan olah rasanya.
Olah rasa akan membangun peradaban yang baik dan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, olah rasa mengajarkan kepada kita mengharmoni semua unsur kemanusiaan manusia, sehingga olah rasa akan menjaga dan mengekalkan kehidupan karya kemanusiaan.
“Sebaik baik manusia adalah mereka yang banyak kemanfaatannya bagi manusia yang lainnya”. (Alhadits)
“Sesungguhnya Aku (Rasulullah SAW) diutus untuk memperbaiki akhlak manusia”. (Alhadits)
*Ditulis di Surabaya, 23 April 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net