Suaramuslim.net – Majelis itu biasanya berisi sekumpulan orang yang berdiskusi membahas sesuatu dan mencari solusi atas yang dibahas. Di dalam majelis ada kaidah-kaidah majelis yang harus diikuti, meski itu tidak tertulis.
Misalnya membangun suasana majelis yang kondusif, saling menghargai pendapat, berbicara seperlunya sesuai dengan tema yang dibahas, intonasi berbicara yang baik dan menunjukkan kesetaraan, mau menerima kritik dan tidak merasa paling benar dan tentu menguasai persoalan yang dibahas meski hanya sedikit.
Majelis adalah sebuah ruang dan merujuk pada suatu benda yang abstrak. Karena sebuah benda maka sifatnya statis. Dia bergantung pada benda lain yang dinamis dan memberi warna. Manusia sebagai pemanfaat majelis akan memberi warna terhadap kedinamisan suatu majelis.
Sebagai mahluk hidup, manusia juga bergantung pada lingkungannya. Lingkungan akan memberi suasana batin terhadap manusia. Suasana batin itulah yang akan memberi corak keberadaan suatu majelis.
Pernahkah Anda bayangkan berada dalam suatu majelis yang berisi orang-orang kompeten dalam bidang yang dibahas dan kita sedikit tahu atas persoalan yang dibahas. Apa yang Anda rasakan? Suasana nyaman dan kemanfaatan akan keberadaan majelis akan kita rasakan.
Bingung adalah kondisi seseorang mengalami gangguan dalam pikiran dan hatinya. Bingung pada Kamus Besar Bahasa Indonesia merujuk pada makna tidak tahu arah, kehilangan daya nalar yang baik sehingga mengalami ketidak pastian. Dari kondisi bingung seseorang mengalami rasa cemas dan takut.
Cemas adalah respon tubuh terhadap ancaman dari lingkungan luar. Saat kita merasa terancam oleh kondisi bahaya, otak mengirimkan perintah kepada tubuh untuk mengeluarkan sebuah senyawa bernama adrenalin. Adrenalin menimbulkan perasaan waspada dan memberikan kekuatan bagi tubuh untuk melakukan respon fight (serang) or flight (lari). Tapi, gangguan kecemasan tidak bisa dianggap sebagai cemas biasa, karena ini merupakan sebuah bentuk gangguan mental.
Gangguan kecemasan atau generalized anxiety disorder adalah cemas yang berlebihan dan terjadi secara terus menerus, disertai gejala yang menganggu aktivitas dan produktivitas sehari-hari. Kecemasan yang dialami tidak sebanding dengan tekanan yang sesungguhnya dialami dalam kehidupan.
Majelis yang Berisi Kecemasan dan Kebingungan
Sebagai ruang bersosialisasi dan berdiskusi, majelis merupakan tempat yang tepat, karena dari majelis itulah kita akan mendapatkan banyak hal yang kita butuhkan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi.
Namun akan sangat berbeda kalau dalam majelis banyak berkumpul mereka yang mengalami gangguan kejiwaan berupa kebingungan dan kecemasan. Majelis hanya akan menjadi tempat untuk mengeluh dan mengumpat serta menyalahkan orang lain. Padahal situasi yang terjadi saat ini bukanlah akibat perlakuan orang lain.
Situasi ini akibat dari sikap ketidak tahuan kita yang merasa tahu. Sehingga majelis ini hanya berisi sesuatu seolah-olah tahu, karena seolah-olah tahu, maka hasilnya juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Fitnah dan kebohongan yang akan merasuki pikiran dan jiwa. Bingung dan cemas yang berkepanjangan yang dibentuk akibat meyakini kebohongan dan fitnah menjadi sebuah kebenaran.
Bagaimana Mengatasinya?
Sebagai bagian dari gangguan mental, bingung dan cemas mesti harus diatasi. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi situasi seperti ini?
Menyediakan ruang untuk berkomunikasi dan mempercayai orang lain, setidaknya akan mengurangi kebingungan dan kecemasan kita akibat tuduhan kita kepada orang lain. Melatih diri mempercayai orang lain adalah sebuah keniscayaan.
Selain itu kebingungan dan kecemasan itu akibat sempitnya ruang ekspresi, sehingga menciptakan ruang baru untuk berekspresi menjadi sebuah kebutuhan. Ruang baru itu bisa berupa rekreasi atau kegiatan lain yang memberi suasana hati dan pikir menjadi lebih relaks.
Majelis yang banyak berisi mereka yang bingung dan cemas tentu akan menjadi majelis kurang produktif. Majelis seperti ini justru akan menjadikan kita anti sosial, tak mampu menghormati dan menghargai orang lain. Membatasi diri terhadap suatu majelis seperti ini, akan menyelamatkan kita dari ketertinggalan dan kebodohan.
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”. (H.R. Tirmidzi nomor 2317, Ibnu Majah nomor 3976)
“Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain”. (H.R. Al Bukhari nomor 10 dan Muslim nomor 40)
*Ditulis di Surabaya, 5 Juni 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net