Menimbang wacana libur sekolah selama Ramadhan

Suaramuslim.net – Saat bulan suci Ramadhan datang, masyarakat Indonesia selalu merasakan perubahan yang khas. Hidup yang biasa sibuk dan gaduh tiba-tiba menjadi lebih tenang dan penuh hikmah.

Ketika Kementerian Agama mengusulkan (mewacanakan) untuk meliburkan sekolah selama Ramadhan 2025, perbincangan pun merebak. Banyak yang menyambut hangat, tapi tak sedikit juga yang menaruh tanda tanya. Mari kita renungkan bersama.

Ramadhan adalah bulan penuh rahmat. Setiap hari berpuasa, diselingi tarawih, tadarus, dan berbuka bersama, menjadi ritme yang menghangatkan hati umat Islam. Rencana meliburkan sekolah diharapkan memberi ruang bagi siswa untuk lebih mendalami spiritualitas dan ajaran agama. Namun, apakah keputusan ini sungguh-sungguh langkah bijak? Atau perlu ada rekomendasi dan catatan tambahan?

Dalam ajaran Islam, Ramadhan memang sangat mulia. Nabi Muhammad SAW menyebutnya sebagai “bulan keberkahan” dan mendorong umatnya untuk memperbanyak ibadah. Puasa tak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran dan ketakwaan. Langkah meliburkan sekolah sejalan dengan nilai-nilai ini, memberikan waktu lebih bagi siswa untuk beribadah.

Namun, perlu juga dipikirkan. Sebulan penuh tanpa sekolah tentu akan berdampak pada penyelesaian kurikulum. Fakta ini tak bisa diabaikan. Solusi seperti pembelajaran daring bisa diterapkan, namun akses teknologi yang tak merata adalah tantangan. Tidak semua siswa memiliki kemewahan dalam mengakses perangkat dan internet, yang dapat memperlebar kesenjangan pendidikan.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya dampak psikologis. Ramadhan, meski penuh berkah, bisa menjadi waktu yang berat bagi beberapa siswa. Kombinasi antara ibadah intensif dan kekhawatiran tertinggal pelajaran bisa memicu stres. Dukungan psikologis sangat penting dalam situasi ini.

Interaksi sosial juga menjadi poin penting. Kegiatan seperti berbuka puasa bersama dan tarawih bisa mempererat ikatan sosial antar siswa. Namun, perhatian harus diberikan pada siswa dari keluarga kurang mampu yang mungkin tak memiliki sumber daya memadai di rumah. Potensi ketimpangan sosial perlu diwaspadai dan ditangani dengan bijaksana.

Kita juga perlu mempertimbangkan skenario produktif selama libur Ramadhan. Anak-anak usia sekolah harus tetap terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat dan selaras dengan bulan suci ini. Pesantren kilat, misalnya, bisa diisi dengan membaca Al-Qur’an, ceramah agama, dan diskusi tentang nilai-nilai Islami. Kegiatan ini bisa membantu siswa lebih memahami ajaran agama dan meningkatkan spiritualitas mereka.

Kegiatan sosial seperti bakti sosial, berbagi makanan dengan yang membutuhkan, dan membersihkan lingkungan juga sangat bermanfaat. Kegiatan ini tak hanya meningkatkan rasa kepedulian sosial, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan. Pelatihan keterampilan praktis seperti kerajinan tangan, memasak, atau bercocok tanam bisa mengembangkan keterampilan siswa dan memberikan pengalaman baru yang berharga.

Program literasi juga tak kalah penting. Menggalakkan membaca dan menulis selama libur Ramadhan bisa meningkatkan kemampuan literasi siswa dan menambah wawasan mereka. Membaca buku-buku Islami, menulis cerita pendek, atau membuat jurnal Ramadhan adalah beberapa contohnya.

Rencana Kementerian Agama meliburkan sekolah selama bulan Ramadhan adalah langkah bijak yang perlu disempurnakan. Kebijakan ini harus dipertimbangkan secara holistik dan inklusif. Diperlukan strategi yang tepat untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan manfaatnya.

Dengan pendekatan yang bijaksana dan skenario yang produktif, kita bisa berharap bahwa kebijakan ini tak hanya membantu siswa menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keagamaan dan pendidikan di masyarakat.

Surabaya, 3 Januari 2025
Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.