Suaramuslim.net – Era digital merupakan istilah yang digunakan dalam kemunculan digital, jaringan internet, atau lebih khusus lagi teknologi informasi. Era digital ditandai dengan adanya teknologi, di mana terjadi peningkatan pada kecepatan dan arus pergantian pengetahuan dalam ekonomi dan kehidupan masyarakat.
Studi di Indonesia menyebutkan setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, di mana 80% responden menggunakan internet untuk mencari data dan informasi, 70% untuk bertemu teman online melalui platform media sosial, 65% untuk musik, dan 39% untuk situs video. 24% berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal dan 25% memberitahukan alamat dan nomor telepon mereka. 52% menemukan konten pornografi melalui iklan atau situs yang tidak mencurigakan dan 14% mengakui telah mengakses situs porno secara sukarela. Hanya 42% responden yang menyadari risiko ditindas secara online dan 13% di antaranya telah menjadi korban. (400 subjek usia 10-19 tahun, Sumber: Unicef dan Kemenkominfo, 2014)
Kita mengenal ada dua generasi yang dikenal dalam dunia digital, yaitu: (1) Generasi Imigran Digital yaitu individu yang lahir sebelum munculnya teknologi digital dan (2) Generasi Digital yaitu individu yang lahir setelah adopsi teknologi digital. Adapun yang menjadi ciri-ciri generasi digital antara lain:
1. Identitas
Generasi digital ramai-ramai membuat akun di berbagai media sosial misalnya: facebook, twitter, path, instagram, youtube dan lain-lain.
2. Privacy
Generasi digital cenderung lebih terbuka, blak-blakan, dan berpikir lebih agresif.
3. Kebebasan Berekspresi
Generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan. Mereka tidak suka diatur dan dikekang. Mereka ingin memegang kontrol dan internet menawarkan kebebasan berekpresi.
4. Proses Belajar
Generasi digital selalu mengakses dengan Google, Yahoo atau mesin pencari lainnya. Kemampuan belajar mereka jauh lebih cepat karena segala informasi ada di ujung jari mereka.
Mengapa kecanduan mudah terjadi pada anak-anak Generasi Digital?
Bagian otak anak yang bernama prefrontal korteks belum berkembang optimal, di mana bagian ini baru berkembang optimal pada usia 25 tahun. Bagian ini menjalankan fungsi perencanaan, penilaian, baik-buruk/norma sosial, pertimbangan konsekuensi, pengambilan keputusan, bekerja mengacu pada tujuan, memprediksi hasil, dan mengendalikan keinginan. Teknologi atau gadget seringkali memberikan efek rewarding yang membuat cairan dopamin membanjiri bagian ini sehingga fungsinya terganggu.
Lalu, bagaimana solusinya?
Yang harus kita lakukan sebagai orang tua adalah: Hidup Seimbang dan Menjadi Orang Tua yang Hangat, Ahli, dan Playfull sehingga Mudah Menanamkan Nilai Positif.
- Hidup Seimbang
- Adanya sinergi dan keseimbangan peran pengasuhan antara ibu dan ayah
- Orang tua menjadi role model yang “seimbang” baik dalam hal pekerjaan-keluarga, penggunaan teknologi vs non teknologi, dll
- Usahakan jenis aktivitas bersama keluarga seimbang
- Menjadi Orang Tua yang Hangat
- Aman tanpa kekerasan: baik kekerasan fisik, emosional, verbal, seksual, pengabaian
- Kasih sayang fisik: belaian, peluk, cium, tepukan ringan pada punggung/kepala, dll
- Komunikasi positif: agar anak merasa dihargai, dipahami, dan diperlakukan secara adil, sehingga terbentuklah pribadi yang positif.
- Menjadi Orang Tua yang Ahli
- Ahli tentang anak kita, yaitu memahami kebiasaan, sifat, dan kemampuannya
- Ahli agama, yaitu memahami ajaran agama, mengajarkan, dan menerapkan dalam rutinitas
- Ahli parenting, yaitu belajar terus cara mengasuh anak yang tepat dan perkembangan anak di masanya
- Ahli teknologi, terutama tentang teknologi yang biasa digunakan oleh anak atau anak kebanyakan di range usianya
- Menjadi Orang Tua yang Playful
- Mencari tahu hobi, minat, topik, atau aktivitas kesukaan anak
- Aktif browsing mengenai aktivitas terkait
- Melakukan bersama anak aktivitas tersebut
- Menjadi teman yang asyik dan saling menghargai
- Menanamkan Nilai Positif
- Berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak dan memiliki prinsip agar tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif lingkungan. Caranya adalah dengan sering mengajak anak kita berdiskusi tentang hal positif dan negatif beserta alasan dan bukti konkrit kasus nyata, memberi kesempatan pada anak untuk beropini dan menghargai pendapatnya, melatih anak mengambil keputusan dengan melakukan pertimbangan sesuai usia, dan terbuka akan kritik.
- Mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak, agar ia mempertimbangkan dengan matang suatu tindakan sebelum mengambilnya dan mau menerima konsekuensi agar ada “guilty feeling” ketika melakukan kesalahan. Caranya adalah dengan mengajarkan dan memberi kesempatan pada anak untuk melakukan tugas-tugasnya secara mandiri, memberikan tugas rumah tangga sesuai usia, tidak mengambil alih tugas atau kesalahan, menganggap kesalahan sebagai peluang untuk belajar, dan mau mengakui jika orang tua melakukan kesalahan.
- Menerapkan nilai mendasar secara rutin di rumah (contoh: nilai-nilai agama).
- Mendorong anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya dalam kegiatan non gadget.
- Membuat kesepakatan dalam penggunaan gadget: Diskusikan mengapa harus ada kesepakatan; Apa yang saling diharapkan; Buat kesepakatan aturan apa yang boleh dan tidak boleh, berapa lama, dll; Buat secara spesifik/konkret dan tertulis. Termasuk konsekuensi jika dilanggar; Pastikan anak paham, review secara berkala aturan dan apresiasi.