Menjaga semangat hari-hari agung Dzulhijjah agar tidak menguap

Suaramuslim.netDalam kalender ruhani umat Islam, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah merupakan momen-momen agung yang dipenuhi oleh keutamaan dan peluang pahala. Puasa sunnah, khususnya di hari Arafah, ibadah qurban di hari Nahr, dan zikir serta syukur di hari-hari tasyrik, semua itu adalah peristiwa-peristiwa ibadah yang membentuk atmosfer spiritual luar biasa dalam hidup seorang muslim.

Kini, hari-hari itu telah berlalu. Kita telah melewati fase-fase ibadah yang padat dan bermakna. Namun, sebagaimana setiap musim memiliki akhir, demikian pula musim ibadah ini telah selesai. Maka pertanyaan penting yang muncul adalah: bagaimana menjaga cahaya yang telah menyala itu tetap hidup di hari-hari biasa?

Memelihara cahaya hidayah

Allah SWT berfirman dalam Surah Az-Zumar ayat 22: “Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang keras hatinya)?” (QS Az-Zumar: 22).

Ayat ini mengajak kita untuk mengukur kembali kualitas hati. Apakah ia tetap lapang menerima kebenaran? Ataukah perlahan mulai mengeras kembali, setelah semangat ibadah lalu memudar?

Semangat spiritual sejatinya bukan hanya ada di momentum-momentum besar, tetapi diuji dalam keseharian yang biasa. Apakah kita tetap menjaga sholat di awal waktu, tetap melapangkan tangan untuk bersedekah, dan tetap meluangkan waktu untuk bertilawah serta merenungi ayat-ayat Allah?

Al-Qur’an sebagai penyejuk jiwa

Ayat selanjutnya dalam surah yang sama menggambarkan fungsi Al-Qur’an sebagai ahsanal hadīts, perkataan terbaik yang menggugah dan menenangkan: “Kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya merinding karenanya, kemudian kulit dan hati mereka menjadi tenang pada peringatan Allah.” (QS Az-Zumar: 23).

Ketika hati sudah terlalu sibuk dengan hiruk pikuk dunia, ayat-ayat Al-Qur’an mampu menjadi penyejuk jiwa. Momen pasca-Dzulhijjah adalah waktu yang tepat untuk memperkuat kebiasaan spiritual, menjadikan Al-Qur’an bukan hanya bahan bacaan Ramadhan atau Dzulhijjah, tetapi bagian dari ritme hidup harian.

Spirit istiqamah tak pernah kendur

Setiap momentum istimewa untuk ibadah seharusnya menjadi titik tolak, bukan titik akhir. Justru setelahnya kita diuji: apakah api semangat yang telah menyala bisa tetap dijaga, atau justru padam karena kembali larut dalam rutinitas dunia.

Ayat ke-30 dan 31 dari surah Az-Zumar mengingatkan bahwa kematian pasti datang, dan setiap manusia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya di hadapan Allah. Ini bukan ancaman, tapi panggilan untuk bersiap dengan amal yang ikhlas dan hati yang bersih.

Refleksi kolektif, bukan catatan personal

Sebagian orang mungkin merasa bahwa berbicara tentang ibadah dapat menyerempet riya. Tapi sejatinya, jika yang disampaikan adalah hikmah, maka membaginya bukanlah kesombongan, tapi dakwah. Meski demikian, perlu kehati-hatian agar tulisan tidak terkesan sebagai pamer amal.

Refleksi ini ditulis bukan sebagai catatan harian pribadi, melainkan sebagai seruan lembut kepada siapa pun yang rindu menjaga cahaya dari Dzulhijjah dalam keseharian.

Sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim, “Tanda amal diterima adalah keberlanjutannya setelah musimnya berakhir.” Maka mari kita jaga jejak spiritual dari hari-hari agung itu agar tidak menguap. Mari kita terus menyalakan lentera iman di tengah gelapnya dunia.

Tulisan ini tidak mewakili lembaga atau jabatan apa pun. Ini adalah refleksi dari seorang hamba Allah yang ingin menjaga bara kecil iman agar tetap menyala, terutama dalam diri sendiri, dan semoga juga dalam hati orang-orang yang membaca. Karena cahaya itu, walau kecil, bisa menjadi petunjuk bagi banyak langkah yang sedang mencari arah.

Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.