Moderasi beragama dan wacana pembusukan Islam

Moderasi beragama dan wacana pembusukan Islam

Awal Masuknya Islam di Asia Tenggara

Suaramuslim.net – Pemikiran liberal terus melakukan gerakan zig-zag yang berujung merusak tatanan Islam.

Kalau Buya Syakur mengatakan bahwa Islam tidak sempurna dan tidak masuk akal karena bisa masuk surga hanya dengan kalimat Laa ilaha illallah. Kemudian mengemuka wacana bahwa semua agama benar di hadapan Tuhan, dan disusul oleh pernyataan bahwa Dudung Abdurrahman yang meminta agar menghindari sikap fanatik berlebihan.

Bahkan muncul opini Ade Armando yang secara berani mengatakan tidak ada perintah shalat lima waktu di dalam al-Qur’an dan syariat Islam tidak perlu dilaksanakan.

Pemikiran yang lepas atau bertentangan dengan tatanan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari wacana pentingnya moderasi beragama.

Moderasi beragama kalau bermakna “wasathiyah” akan menumbuhkan simpati pada Islam, karena terdapat keagungan Islam. Namun yang terjadi saat ini, moderasi beragama dijadikan sebagai kendaraan untuk melakukan pembusukan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menjual wacana moderasi Islam

Menjual gagasan moderasi Islam dengan mengarusutamaan wacana “moderasi beragama” tidak lepas dari upaya untuk memerangi kelompok yang dipandang radikal. Namun dalam perjalanannya, memblow up wacana moderasi beragama justru membolak-balikkan pemahaman yang sudah mapan dan benar.

Pernyataan “Islam tidak sempurna dan tidak masuk akal karena bisa masuk surga hanya dengan kalimat Laa ilaha Illallah, semua agama benar di hadapan Tuhan, dan tidak ada perintah shalat lima waktu di dalam al-Qur’an, syariat Islam tidak perlu dilaksanakan,” jelas memutarbalikkan fakta.

Pernyataan-pernyataan itu bukan hanya menyimpang dari apa yang dipahami kaum muslimin, tetapi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Islam melalui Nabi Muhammad.

Kalau menyatakan bahwa Islam tidak sempurna dan tidak masuk akal karena bisa masuk surga hanya dengan kalimat “Laa ilaha illallah”, jelas bertentangan dengan apa yang diperjuangkan para nabi dan rasul.

Para nabi harus berjuang berdarah-darah sampai mengalami ancaman, pengusiran, dan pembunuhan tidak lain karena menegakkan kalimat tauhid ini.

Kalimat tauhid (Laa ilaha illallah) ini sangat agung, dan orang yang mendakwahkannya tercatat sebagai orang yang mulia. Bahkan orang yang di akhir hayat, saat jelang kematian, bisa mengucapkan kalimat ini, maka akan dijamin masuk surga.

Seolah-olah mengucapkan kalimat tauhid ini sangat mudah saat jelang ajal. Padahal realitasnya sangat jarang dan sedikit yang mengalaminya. Banyak kita jumpai orang yang menjelang mati dalam keadaan tidak sadar. Alih-alih mengucapkan kalimat tauhid ini, orang yang menjelang meninggal banyak yang tidak bisa mengenal orang lain, dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Oleh karena itu, bisa mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah merupakan puncak keagungan seorang hamba di hadapan Allah.

Demikian pula ungkapan “semua agama benar di hadapan Tuhan” jelas merupakan pernyataan yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Semua dakwah yang diperjuangkan para nabi dan rasul, termasuk Nabi Muhammad, berupaya menegakkan Islam.

Al-Qur’an sendiri secara eksplisit menyatakan bahwa tidak ada agama yang benar kecuali Islam, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. (QS. Ali Imran: 19).

Bahkan Allah menegaskan bahwa “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).

Demikian pula ketika menyatakan “Tidak ada perintah shalat lima waktu di dalam Al-Qur’an, dan syariat Islam tidak perlu dilaksanakan” jelas menyalahi sejarah dan fakta yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad sebagai figur agung dalam menegakkan shalat lima waktu. Menyatakan tidak ada shalat lima waktu dalam Al-Qur’an, sama saja menyalahkan nabi karena melaksanakan shalat lima waktu tanpa ada perintah dalam Al-Qur’an.

Hal ini jelas melecehkan dan merendahkan Nabi Muhammad sebagai manusia paling agung di bumi ini.

Pernyataan “tidak perlu menegakkan syariat Islam,” sama saja tidak menghargai jerih payah para nabi dan rasul serta para ulama. Mereka telah mencurahkan hati dan pikirannya untuk berdakwah menegakkan syariah. Bahkan tenaga, harta, dan darah mereka dihadiahkan guna tegaknya syariat Islam ini.

Bukankah banyak perintah menegakkan perintah Allah untuk mengorbankan harta dan kekayaan untuk menegakkan agama ini.

Pembusukan Islam dan pertolongan Allah      

Jelas sekali terlihat bahwa ucapan-ucapan, seperti meremehkan kalimat Laa ilaha illallah, semua agama benar, tidak ada perintah shalat lima waktu di dalam Al-Qur’an dan syariat Islam tidak perlu dilaksanakan, sangat menyimpang dan menyesatkan.

Ungkapan-ungkapan di atas bukan hanya sampah tetapi racun yang berbahaya bagi umat Islam. Mereka berani menjual wacana moderasi beragama namun berujung melecehkan dan menghinakan agamanya sendiri.

Dalam sejarah perjuangan menegakkan Islam, para nabi dan rasul menghadapi ungkapan-ungkapan itu. Namun saat ini ucapan menyesatkan justru dilakukan oleh mereka yang mengaku Islam dan generasi terdidik. Mereka gencar mereproduksi wacana yang dianggap memuliakan Islam, tetapi Allah membongkar kedok mereka.

Allah menjaga kemurnian agama Islam, dengan menunjukkan, membongkar proyek kebohongan dan kejahatan terhadap Islam. Munculnya kelompok yang menyuarakan Islam, dengan menyerukan amar makruf nahi munkar, jelas sebagai cara Allah untuk memadamkan mereka yang ingin memadamkan cahaya Allah.

Memblow up wacana moderasi beragama merupakan gerakan terencana dan terstruktur untuk membuat umat Islam menyimpang dari nilai-nilai Islam.

Ketika umat Islam menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka di situlah terjadi pembusukan Islam. Namun saat ini, umat Islam banyak yang terdidik dan menyadari adanya upaya pembusukan nilai-nilai Islam itu.

Adanya kecerdasan dan kesadaran umat Islam terhadap upaya sistematis dan terstruktur untuk merusak Islam merupakan karunia Allah yang tak ternilai.

Surabaya, 11 Nopember 2021

Dr. Slamet Muliono R.
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya (2018-2022)
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment