Suaramuslim.net – Seringkali kita melihat keberhasilan dan pencapaian orang lain, hati lalu menjadi cemburu, menyesali dan mengutuk diri sendiri, mengapa tidak bisa mencapai hal yang sama.
Mengapa pekerjaan orang itu lebih baik padahal kami lulus dari institusi yang sama?
Mengapa di perusahaan itu dia mendapat gaji yang lebih banyak padahal bidang usaha dan pangkat kami sama?
Mengapa kawan itu sudah memiliki buah hati setelah setahun menikah, sedangkan kami yang bertahun-tahun belum mendapatkan momongan?
Mengapa di usia 35 saya belum mendapatkan jodoh, sementara mereka belum lulus kuliah saja sudah pada menikah?
Kami sama-sama memulai usaha di bidang yang sama mengapa ia sudah bisa membangun rumah seperti istana sedangkan kami masih mengontrak di rumah sederhana?
Mengapa teman itu bisa melanglang buana di berbagai belahan bumi sedangkan kami masih berkutat di belakang meja kerja dan hanya sesekali ke kampung halaman.
Mengapa, mengapa, dan masih banyak mengapa yang membuat apa yang kita miliki seakan sirna. Mata kita silap dengan apa yang tidak kita miliki. Dan hati kita merasa baru bisa bersyukur kalau sudah memiliki dan mencapai apa yang telah dialami oleh orang lain.
Memang tidak mudah untuk fokus dan puas dengan apa yang ada. Dunia selalu mendorong kita untuk selalu memenangkan persaingan, terus memanjat lebih tinggi. Seakan-akan tidak ada tempat untuk kata “cukup”.
Maka, sediakanlah waktu untuk bersyukur. Karena selain membawa kedamaian dalam jiwa, bersyukur adalah emosi yang paling sehat dan sangat menyehatkan.
Nah, sejujurnya kita semua punya banyak alasan untuk bersyukur. Sama halnya, kita juga punya kesempatan dan kemampuan untuk bersyukur. Jika kita merasa bosan dengan pekerjaan kita saat ini dan iri dengan pencapaian orang lain, ingatlah kalau saat ini ada seorang ayah yang berjuang kerja ini itu untuk menafkahi keluarganya. Sementara di luar sana, ribuan pemuda masih mengadu nasib bersaing mencari pekerjaan.
Jika kita mengeluh dengan pilihan hidup kita sebagai ibu rumah tangga, ingatlah bahwa banyak ibu-ibu pekerja di luar sana yang selalu merindukan waktu-waktu bersama buah hatinya.
Jika kita kerepotan dengan permintaan anak-anak kita, ingatlah bahwa banyak pasangan lain yang bertahun-tahun merindukan hadirnya sang buah hati.
Jika kita kecewa karena sudah bertahun-tahun menantikan momongan namun tak kunjung mendapat anugerah itu, bersyukurlah karena paling tidak kita masih memiliki suami atau istri yang menjadi tempat kita bersandar dan membagi suka duka. Jika kita punya kesempatan, kita bahkan bebas traveling ke mana saja tanpa memikirkan bagaimana nanti mengurus anak kalau dibawa atau ditinggal.
Kalau kita merasa tidak puas dengan makanan yang kita makan, ingatlah bahwa di pojok lain di negeri ini masih ada keluarga yang makan hanya degan nasi, sambal, dan beberapa potong ikan asin berukuran ekstra mini. Bahkan ada juga yang rela mengemis dan mengais makanan sisa dari tempat sampah.
Bersyukurlah meski rumahmu kecil dan sangat sederhana, karena masih banyak keluarga yang kesulitan mencari tempat berteduh sehingga harus menggelandang.
Kita memang berhak menentukan apa saja yang menjadi pilihan kita dan setiap pilihan ada pertanggungjawabannya di sisi Allah. Yang bersyukur akan memperoleh tambahan nikmat yang berlipat ganda dari Allah, sementara yang kufur akan memperoleh siksa yang amat pedih dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Sesungguhnya banyak dalil dan nasihat tentang syukur, namun bagi hamba Allah yang selalu rindu pada Tuhan-nya satu nasehat pun sudah cukup baginya untuk terdorong selalu bersyukur kepada Allah.
Maka dari itu, mari bersama-sama menghitung nikmat yang Allah anugerahkan untuk kita, daripada mengeluh dengan apa yang belum kita capai. Mari luangkan waktu untuk fokus pada apa yang kita miliki. Karena mengembangkan rasa syukur merupakan salah satu cara untuk merasa cukup, dan puas akan kehidupan ini. Wallahu’alam.
Kontributor: Ummu Naura
Editor: Oki Aryono