Suaramuslim.net – Pemahaman kebanyakan kaum muslimin tentang agama adalah sebatas keyakinan. Beragama Islam artinya meyakini nilai-nilai Islam. Cukup sampai di situ. Menjadi muslim adalah menjadi manusia yang meyakini Islam. Beribadah dalam tata cara Islam. Relatif sebatas ritual.
Jika kita merujuk pada perjalanan dakwah Nabi, Islam sebenarnya tidak berhenti pada transformasi keyakinan diri. Islam juga bergerak melakukan transformasi sosial di masyarakat. Ada perubahan kualitas hidup masyarakat, ada perbaikan tatanan, ada harmoni hidup yang dicapai. Itulah Islam, ia adalah gerakan transformasi pada awalnya.
Maka seorang muslim harusnya menempuh jalan yang diteladankan oleh Rasul dan para sahabat. Seorang muslim seharusnya “mengorganisasikan” dirinya ke sebuah masjid. Sebuah masjid seharusnya mengorganisasi setiap kaum muslimin agar kemudian mampu melakukan transformasi dalam skala pribadi atau pun masyarakat.
Narasi di atas menjawab berbagai pertanyaan yang sering muncul di tubuh umat:
– Umat Islam di Indonesia banyak, mengapa tidak bisa kompak membangun ekonomi keumatan?
– Umat Islam mayoritas di Indonesia, mengapa kita tidak mampu membangun kekuatan permodalan yang kuat untuk ekonomi umat?
– Umat Islam jumlahnya banyak, yang sejahtera pun juga cukup banyak, namun mengapa kemiskinan masih mendera, mengapa orang-orang lemah masih terus ada?
Mungkin inilah salah satu jawabannya: semua itu terjadi karena kaum muslimin gagal mengorganisasi kekuatannya untuk mencapai cita-cita mulia keumatan.
Di sinilah kerinduan umat pada peran masjid. Masjid tidak boleh sekadar menjadi bangunan fisik yang digunakan untuk ritual ibadah, namun ia harus bertransformasi menjadi basis manajemen umat.
– Mengorganisasi keahlian dalam tubuh umat.
– Mendata jemaah yang seharusnya dilayani.
– Menjadi jembatan antara muslim yang siap membantu dengan muslim yang membutuhkam bantuan.
– Menginventarisasi aset umat agar terus bermanfaat bagi sesama.
– Merancang rencana kerja dakwah transformatif pada lingkungan sekitar masjid.
Dan masih banyak lagi tugas dan peran masjid dalam kebutuhannya mengorganisasi kaum muslimin.
Topik di atas tentu bukan topik yang ringan. Ketika seorang muslim diminta untuk terdata ke salah satu masjid, tidak sedikit kaum muslimin yang merasa bahwa itu adalah hal yang berlebihan.
– Apa hak masjid mendata saya?
– Memangnya masjid petugas sensus?
– Saya tidak merasa wajib mencantolkan diri saya ke masjid.
Dan berbagai tantangan penolakan lainnya.
Padahal seorang muslim itu, jikalau ia meninggal, pastilah diurus oleh DKM masjid, dimandikan petugas masjid, disalati di masjid, diantar dan dikubur oleh petugas masjid hingga pemakaman.
Rasanya, setiap muslim membutuhkan dirinya terdata dan terorganisasi ke setiap masjid. Bukan begitu?**
Penulis: Rendy Saputra
*Ketua Jejaring Masjid Titik Cahaya
**Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net