Suaramuslim.net – Isa ‘alaihis salam memberikan kabar gembira akan waktu kedatangan Nabi terakhir setelah beliau yang diabadikan dalam firman-Nya Q.S. Ash Shaff ayat 6;
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.
Nabi Isa diberi informasi tentang Nabi Muhammad antara lain seperti apa yang beliau sampaikan disini. Dalam Injil Yohannes XIV: 15-16, dinyatakan bahwa Isa al Masih berkata, ”Jikalau kamu mengasihi aku, kamu akan menuruti segala perintahku. Aku akan minta kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain supaya ia menyertai kamu selama-lamanya.”
Teks ini dipahami oleh banyak ulama Islam sebagai berita gembira tentang kehadiran Nabi Muhammad. Teks sah yang diterjemahkan dengan kata “penolong” pada teks di atas, menurut banyak ulama berarti “pelipur”. Pemberi berita gembira yakni membawa rahmat. Bahkan ada yang memahaminya dalam arti Ahmad. Kalimat “akan menyertai kamu selama lamanya” dipahami dalam arti kelanggengan risalah Nabi Muhammad sampai akhir zaman. (Tafsir Al Misbah 14;197).
Kata ‘Ahmad’ adalah bentuk superlatif dari kata ‘Hamid’, sehingga arti kata Ahmad adalah lebih terpuji. Seolah itu pengakuan dari Nabi Isa bahwa Nabi Muhammad adalah lebih terpuji ibadahnya kepada Allah daripada dirinya.
Muhammad memiliki arti sesuatu yang banyak sekali dipuji, karena seringnya beliau dipuji sehingga beliau adalah Ahmad yakni yang paling dipuji.
Nabi Ibrahim juga memberitakan akan lahirnya seorang nabi terakhir. Dalam surat Al Baqarah ayat 129.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
Arti Maulid dan Maulud
Keduanya itu berasal dari kalimat ‘walada’ yang berarti melahirkan. So, maulid itu berarti waktu kelahiran, sedang maulud itu memiliki arti yang dilahirkan (bayi/diri yang terlahir).
Maulidin nabi itu berarti waktu kelahiran Nabi dan Mauludun Nabi adalah sosok Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kalau artinya seperti itu, siapa pun yang menolak maulid Nabi dan maulud Nabi adalah di luar Islam.
Ayat pertama di atas (QS Ash Shaff: 6) mengungkapkan bagaimana Nabi Isa begitu gembira dengan waktu kedatangan Nabi Muhammad, padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh waktu kelahirannya, yaitu 600 tahun setelah Isa.
Padahal biasanya orang bergembira akan kelahiran seseorang itu ketika waktu kelahirannya. Sedang Nabi Isa sudah bergembira 600 tahun sebelum tiba Maulidin Nabi yaitu waktunya kelahiran Al Musthofa shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun ayat kedua (QS Al Baqarah ayat 129) adalah terkait doa Nabi Ibrahim akan lahirnya sosok Nabi (maulud) dari keturunannya. Allah mengabulkannya sehingga dari beliau lahir sosok Nabi Muhammad.
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib (nama aslinya, Syaibah) bin Hasyim (nama aslinya, Amr) bin Abdu Manaf (nama aslinya, al-Mughirah) bin Qushay (nama aslinya, Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (dialah yang dijuluki sebagai Quraisy yang kemudian suku ini dinisbatkan kepadanya) bin Malik bin an-Nadhar (nama aslinya, Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (nama aslinya, Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Doa Nabi Ibrahim tersebut dipanjatkan jauh sebelum lahirnya Nabi Isa. Artinya, baik Nabi Ibrahim, dan Nabi Isa, berharap kedatangan sosok Nabi Muhammad, baik dalam konteks maulud maupun maulid. Karena itu, Maulid dan Maulud Nabi adalah keniscayaan yang harus diyakini dengan iman akan hal tersebut.
Sikap Orang Beriman dengan Maulid dan Maulud Nabi
Sudah tentu adalah bergembira! Kalau Nabi Ibrahim, Ismail dan Isa saja begitu bergembira, mestinya kita yang derajat keimanannya biasa saja, harus lebih bergembira. Dan Allah pun meminta kita untuk bergembira dengan Maulid Nabi Muhammad.
Lihatlah Quran Surat Yunus ayat 58 ini:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah: “Dengan fadhl (karunia) Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Al Imam As Suyuthi dalam kitab Ad Durrul Mantsur menuliskan tafsir sahabat Ibnu Abbas mengenai ayat ini: “Fadhl (karunia) Allah adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah lahirnya Nabi Muhammad.”
Bagaimana Ekspresi Kegembiraannya?
1. Puasa
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bergembira dengan maulidnya dan itu diekspresikan dengan berpuasa. Hal itu bisa dilihat ketika beliau shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang alasan puasa hari Senin, beliau menjawab:
ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت اوانزل علي فيه
“(Aku puasa hari Senin karena) Hari itu hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.“ (HR Muslim)
So, Kalau sahabat Nabi Muhammad berpuasa hari Senin, pada dasarnya mereka melakukan itu karena hari itu kelahiran Nabi mereka.
2. Meneladani akhlaknya.
3. Mengamalkan ajarannya dari yang minimalis sampai yang maksimalis.
4. Banyak bershalawat kepadanya.
5. Mempelajari sirahnya (sejarah hidup)
Apa harus tepat ketika maulidnya?
Tidak harus, namun biasanya kalau terkait dengan momentum itu lebih semangat. Seperti momentum Ramadhan, atau momentum Hari Pahlawan mengekpresikan seperti pahlawan dan sebagainya.
Terkadang momentum tertentu membuat meningkatnya semangat untuk semakin inspiratif dalam jiwa manusia. Momentum maulid Nabi Muhammad menjadi waktu yang bisa menguatkan nilai-nilai pribadi Nabi untuk hidup dalam jiwa ini.
Wallahu A’lam
*Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM dalam program Dialog Motivasi Alquran Kamis 22 Nov 2018.