Suaramuslim.net – Al-Qur’an berulang-ulang mengajak manusia berbuat taat dan menjauhi keingkaran. Bahkan Allah menjamin ketaatan akan berujung kebahagiaan dan kemuliaan, sementara kekafiran akan berakhir kesengsaraan dan kehinaan. Namun orang-orang kafir seringkali berpikir jangka pendek sehingga memilih kebahagiaan sesaat sehingga berakhir hina.
Sejarah perlawanan kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad merupakan contoh nyata di mana komplotan Abu Jahal telah mati dalam keadaan hina setelah melakukan perlawanan panjang terhadap dakwah Nabi Muhammad. Kekayaan dan seluruh sumber daya orang kafir Quraisy telah dimanfaatkan untuk menghadang dakwah Nabi hingga berakhir kehancuran dan kehinaan.
Nabi Muhammad dan para sahabatnya berhasil membuka kota Makkah dalam keadaan mulia dan orang kafir tersisih dalam keadaan hina. Di akherat kelak, Allah akan menghinakan mereka dan mengangkat derajat Nabi dan orang-orang beriman dalam keadaan mulia.
Keingkaran dan penyesalan
Al-Qur’an menggambarkan demikian mencekam suasana batin orang-orang kafir yang mendalam penyesalannya. Mereka tunduk, merasa terhina, dan tak ada harapan untuk bebas dari siksa yang amat pedih. Kepedihan itu semakin menyakitkan karena datang bukti kebenaran yang dahulu mereka bantah habis-habisan. Allah menunjukkan penyesalan itu sebagaimana firman-Nya:
خُشَّعًا أَبۡصَٰرُهُمۡ يَخۡرُجُونَ مِنَ ٱلۡأَجۡدَاثِ كَأَنَّهُمۡ جَرَادٞ مُّنتَشِرٞ
Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan. (QS. Al-Qamar: 7).
Allah menggambarkan kekecewaan orang-orang kafir merasa dirinya tak berharga dan hilang semua yang mereka andalkan. Mereka baru menyadari dan tahu akibat yang akan ditanggung, yakni siksa neraka. Mereka baru percaya bahwa permusuhan, penolakan, dan pendustaan terhadap kebenaran akan dirasakan akibatnya.
Allah menggambarkan keadaan yang mengguncang ketika datang seruan yang mengarah pada dirinya. Kontan saja mereka merasa dirinya akan menerima masa-masa yang akan menyulitkan dirinya. Hal ini digambarkan Allah sebagaimana firman-Nya:
مُّهۡطِعِينَ إِلَى ٱلدَّاعِۖ يَقُولُ ٱلۡكَٰفِرُونَ هَٰذَا يَوۡمٌ عَسِرٞ
Dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, “Ini adalah hari yang sulit.” (QS. Al-Qamar: 8).
Situasi yang demikian mencekam dan menakutkan membuatnya ketakutan dan kehilangan segalanya. Padahal hidup ketika di dunia, mereka demikian garang, sombong, dan keras permusuhannya terhadap utusan Allah. Kegarangan dan kesombongan karena kekayaan dan pertemanan jahat serta segala fasilitas yang mereka miliki.
Kehidupan orang-orang kafir dimuliakan masyarakatnya, dan mereka dihormati banyak orang karena kekayaan yang menempel pada mereka. Popularitas karena kekayaan dan pertemanan serta bisnis yang selalu beruntung membuat dirinya semakin angkuh. Keangkuhan itu semakin tinggi karena dirinya tidak pernah gagal dalam melumpuhkan siapa saja yang melawan kehendaknya.
Di puncak kesombongan itu muncul utusan Allah untuk meluruskan bahwa kepercayaan dan perilakunya salah dan menyimpang. Terlebih lagi, utusan Allah yang datang memberi peringatan itu tidak memiliki kekayaan sebagaimana yang mereka miliki. Bahkan tingkat kesejahteraan utusan Allah itu jauh di bawahnya. Dia bukan hanya menolak dakwah utusan Allah, bahkan dia menggunakan seluruh sumber daya kekayaan, dan menggerakkan para pengikutnya untuk melakukan perlawanan.
Utusan Allah pun diejek dan dihinakan, serta mengancam para pengikut nabi akan disisihkan dan dihinakan kehidupannya. Ancaman dimiskinkan atau dibunuh pun dilontarkan bila tidak mengikuti perintah dirinya. Bukan hanya sumber daya kekayaan, bahkan anak-anak mereka dilibatkan untuk menyingkirkan pesan-pesan dakwah. Utusan Allah pun memperoleh ancaman dan rencana pembunuhan.
Demikian keras dan kuatnya perlawanan, tidak pernah surut sedikit pun, hingga utusan Allah itu angkat tangan, dan berdoa untuk kehancuran musuh-musuh dakwah ini. Salah satu contoh digambarkan Al-Qur’an tentang kisah lelahnya Nabi Nuh ketika menghadapi perlawanan dakwah, sehingga beliau berdoa untuk kehancuran para penentang kebenaran beserta anak keturunannya.
Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:
فَدَعَا رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَغۡلُوبٞ فَٱنتَصِرۡ
Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).” (QS. Al-Qamar: 10).
Perlawanan terhadap dakwah yang demikian keras membuat Nabi Nuh harus angkat tangan agar Allah mendatangkan azab pada para pembangkang dakwah. Pada akhirnya Allah mengambulkan doa Nabi-Nya dengan mengirim banjir sehingga mereka semua tenggelam.
Pemusnahan terhadap komunitas itu merupakan jawaban atas kerasnya hati mereka. Kisah musnahnya kaum Nabi Nuh juga muncul pada nabi-nabi sesudahnya, seperti kaum Ad (masa Nabi Hud), kaum Tsamud (masa Nabi Shalih, kaum Aikah (masa Nabi Syuaib), Fir’aun (masa Nabi Musa).
Di akherat kelak, Allah akan menunjukkan sikap kontras para penolak dakwah. Kalau saat berkuasa, mereka demikian gigih menolak dakwah dan bahkan berupaya membunuh utusan Alah. Namun Ketika hari pertanggungjawaban, Allah akan menunjukkan ketundukan dan penyesalan mereka yang mendalam terhadap sikap mereka dahulu.
Orang-orang kafir menyesali sikap mereka, dan ingin kembali lagi ke dunia untuk memperbaiki kesalahan. Namun, penyesalan mereka tidak ada artinya, dan keputusan untuk memasukkan ke neraka sudah final. Oleh karena itu, mereka tahu konsekuensinya, dan hal itu membuatnya tunduk dan terhina karena harus menerima kenyataan pahit yang harus dirasakannya. Di sinilah momentum Allah mengangkat derajat kaum muslimin dan ditunjukkan kepada mereka, sehingga penyesalan orang-orang kafir semakin mendalam.