KUALA LUMPUR (Suaramuslim.net) – Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) mengutuk keras penindasan yang sedang berlaku terhadap etnis Uighur muslim dan umat Islam di China oleh Pemerintah China.
“Isu yang sudah lama berlangsung sejak wilayah Xinjiang diambil alih Republik Rakyat China pada 13 Oktober 1949 sehingga hari ini tidak ditangani oleh dunia. Bahkan sikap sebagian besar negara Islam tampaknya seperti telah menelantarkan nasib etnis Uighur karena ingin meneruskan hubungan perdagangan dengan China”, tegas MAPIM sebagaimana rilis kepada media (13/12/18).
Menurut MAPIM, etnis Uighur yang berasal di wilayah di Xinjiang menjadi sasaran pemerintah China yang bersikap keras dengan alasan mereka dituduh terlibat gerakan separatis.
“Pemerintah China sejak tahun lalu tidak hanya telah meningkatkan penindasan terhadap etnis Uighur bahkan juga terhadap kaum muslimin. ‘Pembersihan etnis’ dan ‘pembersihan muslim’ terus meningkat. Bahkan pemerintah China menganggap Islam sebagai suatu ‘penyakit mental’. Kini, muslim Uighur yang berada dalam tahanan sudah mencapai 1 juta orang. Pemerintah China mengatakan mereka berada di suatu tempat latihan. Padahal itu merupakan sebuah penjara”, kata Presiden MAPIM, Mohd Azmi Abdul Hamid.
Mohd Azmi meminta dunia Islam tidak berdiam diri. Kepentingan keselamatan dan kebaikan serta hak kaum muslimin khususnya dan juga penganut agama lain di negara China harus dijamin.
Azmi, dalam rilisnya, mendesak pemerintah Malaysia untuk tidak menelantarkan hak dan keselamatan etnis muslim Uighur dan kaum muslimin China secara keseluruhan hanya untuk mempertahankan kerjasama perdagangan atau perdagangan China di Malaysia.
MAPIM meminta Malaysia menjalin hubungan khusus untuk menjelaskan kepada Pemerintah China bahwa persepsi negatif mereka terhadap agama Islam mesti diperbaiki jika China ingin terus melakukan hubungan dengan negara-negara Islam.
“Kami mendesak agar Malaysia mengambil peran sebagai mediator bagi konflik antara kaum Uighur khususnya dan kaum muslimin umumnya dan Pemerintah China. Ini bertujuan untuk menemukan solusi agar mewujudkan suasana yang damai dan lebih kondusif demi membangun kembali hubungan peradaban antara Islam dan China”, ungkap Mohd Azmi.
MAPIM juga mendesak agar Pemerintah Turki terlibat dalam proses negoisasi sebagai upaya multilateral dalam hubungan OKI dan Pemerintah China demi menjaga keamanan geo-politik yang lebih terjamin.
“Negoisasi ini seharusnya tidak dilihat sebagai intervensi urusan negara China tetapi untuk menjaga keamanan serta membangun masa depan yang lebih kondusif untuk menikmati dunia yang lebih damai dan bermanfaat untuk semua”, pungkasnya.
MAPIM menyebut beberapa jenis penindasan yang dialami oleh etnis Uighur di China sebagai berikut:
1. Wanita Muslim dipaksa membuka hijab
2. Pakaian jubah mereka yang menutup sampai ke kaki, dipotong sehingga ke atas lutut
3. Pemuda berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan masuk ke Masjid
4. Mereka yang sering ke Masjid ditangkap karena dianggap fanatik agama
5. Pegawai pemerintah yang beragama Islam tidak diizinkan berpuasa
6. Anak-anak muslim tidak diizinkan mendapat pendidikan agama baik dalam negeri atau pun di luar negeri
7. Semua komunikasi diawasi termasuk email dan telpon seluler
8. Mereka yang menunaikan ibadah haji ditahan atau diinterogasi ketika pulang ke China
9. Kaum muslim dari China diawasi di luar negeri termasuk pengawasan terhadap rekening bank dan semua komunikasi yang dilakukan
10. Pasport mereka yang keluar dari China diperiksa dengan ketat dan penyelidikan dilakukan untuk memastikan mereka tidak memiliki segala kegiatan berkaitan dengan Islam
11. Setiap investasi dalam bisnis negara mana pun tidak boleh melibatkan tujuan agama.
Penangkapan dan penyiksaan yang sangat kejam dilakukan terhadap penganut Islam terutama etnis Uighur dengan mengabaikan hak asasi manusia atau hukum internasional.
Sumber: Rilis MAPIM
Editor: Muhammad Nashir