Suaramuslim.net – Melanjutkan tulisan saya yang kemarin berkaitan dengan pesta yang hampir usai, kita mesti harus menyiapkan kehidupan menghadapi kenyataan. Penyelenggara pesta sudah mengakhiri, bersiaplah menjalani hidup apa adanya.
Hidup apa adanya merupakan hidup yang dijalani tanpa polesan gincu dan pakaian yang serba diadakan. Hidup apa adanya adalah hidup yang sejujur-jujurnya. Tanpa ada upaya mengada-adakan. Menjalani hidup apa adanya adalah sebuah keniscayaan untuk menapaki kenyataan.
Ternyata kadang tak semua orang bisa cepat beradaptasi dengan kenyataan, sehingga tidak siap menghadapi bubarnya pesta. Apa yang terjadi? Menyalahkan waktu dan penyelenggara pesta adalah hal termudah. Tak jarang kemudian serapah waktu dan penyelenggara pesta terlontar.
Menyalahkan adalah salah satu bentuk perilaku ketika kita tak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi. Menyalahkan menunjukkan betapa rapuhnya pertahanan diri menghadapi kenyataan. Menyalahkan merupakan sebuah sikap sombong, karena merasa diri tidak mengalami kesalahan, merasa diri tidak mengalami kelemahan. Menyalahkan hanya dilakukan mereka yang tak mau bertanggung jawab akan kelemahan diri, sehingga menyalahkan merupakan bentuk dari lari dari tanggung jawab. Hanya pecundang yang bisa melakukannya.
Lalu bagaimana menghadapi kenyataan?
Kenyataan adalah sebuah peristiwa apa adanya. Kenyataan lahir dari sebuah proses yang sudah kita jalani. Sehingga bisa dimaknai bahwa kenyataan adalah hasil dari sebuah proses panjang yang kita rancang dan kita lakukan.
Oleh karenanya menghadapi kenyataan harus dengan kesanggupan menerima segala apa yang terjadi. Menyadari bahwa itulah buah dari usaha yang kita sudah jalani. Sikap kita menghadapi kenyataan merupakan cerminan siapakah kita.
Menyikapi sebuah persoalan dan kenyataan dengan cara bijak dan selalu belajar, merupakan sikap seorang pejuang. Bagi seorang pejuang pantang untuk menyalahkan situasi ketika harapan tidak seperti kenyataan yang diinginkan.
Pejuang pantang merasa kalah, bagi pejuang yang ada selalu kemenangan. Kekalahan dianggap sebagai kemenangan yang tertunda. Pejuang akan selalu belajar dan instropeksi dalam segala hal. Sikap pejuang merupakan sikap maju dan mengedepankan kebaikan. Sehingga cara-cara yang dipakai pun merupakan cara yang bermartabat. Bagi pejuang kalah di satu medan harus dibayar dengan menang di medan yang lain. Pejuang pantang menyerah, pantang putus asa dan pantang menyalahkan orang lain.
Nah kawan… Kita berada di antara yang mana? Semoga Allah selalu memberkahi kita semua. Amin
*Ditulis di Surabaya, 28 Juni 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net