Suaramuslim.net – Sejak Jumat yang lalu (tanggal 24 Agustus 2018/13 Dzulhijjah versi saudia), saudara kita yang lagi berhaji sudah menuntaskan hajinya. Legalah mereka menunaikan dan melewati puncak hajinya.
Kalau haji mereka mabrur, sudah tentu akan memberikan energi untuk pengembangan diri mereka agar move on ke hal yang lebih baik. Allah berfirman;
ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al Baqarah 197)
Larangan Allah ketika berhaji untuk tidak rofats (hal berkaitan syahwat sex), fasiq (semua hal yang keluar dari ketentuan syariat) dan suka berjidal (berdebat yang membuat munculnya permusuhan), sebagai bagian dari proses awal pengembangan pribadi seorang muslim yang berhaji.
Karena itu jika selasai haji, seharusnya pengembangan diri itu terjadi ke arah yang lebih baik. Dan tentu harus banyak mengambil pelajaran berharga dari prosesi haji itu sendiri untuk menuju self development dalam kepribadian seorang muslim. Karena haji itu bisa menjadi madrasah (sekolah kepribadian) bagi seorang yang ingin move on dalam hidupnya.
Pelajaran indah yang mesti di dapat dari yang berhaji adalah sebagai berikut;
1. Pelajaran berihram
Yang dimaksud di sini adalah menggunakan kain ihram, yang bagi pria hanya dua helai kain putih bagian atas dan bagian bawah.
Jadi, sebagaimana diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabada;
ياتي علي الناس زمان يحج اغنياءُ امتي للنزهة و اوسطهم للتجارة و قراءهم للرياء و السمعة و فقراءُهم للمسالة
“Akan datang pada manusia suatu masa di mana berhaji dilakukan oleh orang-orang kaya dari ummatku untuk berwisata, oleh orang-orang menengah untuk berdagang, oleh orang-orang pandai untuk riya’ dan pamer, oleh orang-orang miskin untuk minta-minta”. (HR. Ibnul Jauzi dalam Mutsirul Gharam)
Dengan niat haji yang beragam diredam oleh kain ihram agar ada kesamaan dan tidak saling pamer. Sebagaimana diketahui pakaian melambangkan pola, status, dan perbedaan tertentu pada setiap individu. Kita seringkali menilai seseorang dari pakaiannya. Itu berarti, pakaian tidak hanya melindungi dan memperindah tubuh. Namun, juga memberi kesan kepribadian diri. Dengan mengganti pakaian ihram, memberi pengaruh psikologis membuang sombong, merasa hebat dengan posisi dan staus sosialnya.
Apalagi ketika memakai kain ihram akan disertai dengan larangan-larangan yang wajib dipatuhi. Inilah pelajaran untuk self development yang membuat pribadi yang patuhan, pasrah, dan rendah hati kepada Allah.
2. Pelajaran talbiyah
Kata Talbiyah berasal dari bahasa Arab dari kata أَلَبَّ بِالْمَكَانِ jika mendiami dan tinggal ditempat tersebut. Sehingga makna talbiyah adalah senantiasa bersamanya dan bergantung kepadanya seperti orang yang tinggal dan menetap di satu tempat. Sedangkan talbiyah di sini bermakna mengucapkan Labaika Allahumma Labaaik, Labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalaka.
Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertalbiyah dengan tauhid, yaitu:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. رواه مسلم
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah kepunyaan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”. (HR. Muslim, hadis yang panjang)
Pelajaran yang terindah dari talbiyah adalah kesigapan pribadi kita untuk selalu memenuhi pangilan Allah dalam bersyariat, Allah berfirman;
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. ( QS. An Nur 51-52)
Sudahkan itu terjadi di saat sekarang setelah berhaji? Harus dong! Semestinya ada perbaikan diri terjadap pribadi yang selalu sigap ketika dipanggil untuk menjalankan syariat Allah.
3. Pelajaran wuquf di Arafah
Kehidupan kerja dengan persaingan yang ketat, menuntut kerja keras dan kerja cerdas tapi terkadang lupa untuk kerja ikhlas karena Allah.
Disinilah pelajaran wuquf di Arafah. Wuquf itu berhenti sejenak di Arafah. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Al Hajju Arafah, Haji itu Arafah. Kata Arafah secara bahasa berasal dari kata ‘arafa yang berarti mengenal, mengenali atau mengetahui. Arafah dapat dipahami sebagai momen mengenal jati diri masing-masing, mengenal dari mana ia berasal dan hendak ke mana ia kembali. Yang puncak mengenalnya diri manusia tentang adanya Tuhannya yaitu Allah.
Kadang kesibukan dalam pekerjaan, membuat seorang berhati keras terhadap Allahnya, karena jiwa hubbud dunya/cinta dunia telah merusak hubungannya dengan Tuhannya.
Sejenak berhenti bekerja ketika waktu shalat datang, bersimpuh dan merenung tentang hakikat hidupnya, itu adalah wuquf arafah disetiap jiwa manusia setelah berhaji.
4. Pelajaran melempar jumrah di ula, wustha dan aqabah
Adalah pelajaran untuk untuk mendeklairkan diri akan perlawanan kita kepada iblis dan sekutunya.
Adalah pelajaran untuk menyatakan bahwa Iblis dan sekutunya adalah musuh dan lawan sejati kita manusia.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah: 208)
Kerusakan pribadi kita, ketika salah memposisikan syetan dalam hidup kita dengan menjadikannya teman dan saudara.
5. Pelajaran dari thawaf dan sa’i
Hidup itu selalu berputar seolah tak berhenti, seperti orang berthwaf dan bersa’i.
Gerakan planet memutari matahari, perputaran galaksi Bimasakti, perputaran elektron mengelilingi inti atom, sirkulasi jantung ke seluruh tubuh semua terjadi dari arah kanan ke kiri. Maka gerakan thawaf yang menyerupai gerakan materi-materi di muka bumi ini mengajak manusia, umat Islam untuk merenungkan kembali.
jika makhluk mati saja patuh untuk berthawaf dan senantiasa bertasbih memuji Sang Maha Pencipta apakah manusia yang berakal pikiran hendak menantang segala. Inilah kepasrahan diri, ketawakkalan hanya kepada Allah. Dan kepasrahan ini menjadai awal dari perjalan hidup yang tidak berhenti berusaha dari awal yang bersih (shafa) hingga menggapai kenyamanan hidup (marwah). Inilah sebagian pelajaran indah dari madrasah haji. Wallahu A’lam.
*Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net