SURABAYA (suaramuslim.net) – Menarik membahas kontestasi politik pada pemilihan Gubernur Jawa Timur. Apalagi partai-partai besar mulai “buka kartu” dan memunculkan cagub dan cawagubnya. Terbaru Ahad kemarin 15 Oktober 2017 di Jakarta, DPP PDIP sudah mengumunkan pasangan Syaifullah Yusuf dan Abdullah Azwar Anas sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur pilihan PDIP. Sebelumnya DPP PKB juga sudah mengeluarkan rekomendasinya untuk Gus Ipul. DPP Partai Golkar pun juga tak mau kalah langkah. Golkar mendukung Khofifah Indar Parawangsa maju di Pilgub Jatim sambil menunggu nama calon wakil Gubernur yang akan dibahas dan disepakati dengan partai koalisi pendukung Khofifah. Partai Nasdem, PPP, dan Demokrat kabarnya sudah lebih intens berkomunikasi dengan Khofifah untuk mengusungnya pada Pilgub Jatim.
Dengan konstelasi politik saat ini terbaca sudah akan ada polarisasi kekuatan politik antara Gus Ipul – Anas dan Khofifah yang sama-sama punya basis massa warga Nahdliyyin. Artinya akan terjadi pengelompokkan yang tajam diantara pendukung Gus Ipul dan Khofifah yang sama-sama mengambil hati para santri dan Kyai Pondok Pesantren. Sebab basis massa NU sejatinya ada di ribuan Pondok Pesantren di seluruh Jawa Timur.
Polarisasi kekuatan politik pendukung Gus Ipul dan Khofifah yang “head to head” dalam Pilgub Jatim Juni 2018, tentunya harus diarahkan secara produktif untuk membangun peradaban masyarakat Jawa Timur yang lebih baik. Pemilih harus diedukasi dengan informasi yang cerdas, sehingga publik tidak gampang “panas” lalu emosi dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak produktif.
Kontestasi Pilgub harus dipahami sebagai ajang perang gagasan dan perang rencana program kerja untuk mensejahterakan masyarakat dan melindungi kehidupan ummat beragama yang lebih baik dan lebih bermartabat. Bila tidak, masyarakat akan jengah dan justru berbalik arah tidak mendukung. Masyarakat yang awalnya bersikap simpati kemudian menjadi antipati hanya karena tindakan dan sikap para calon yang dinilai tidak mengedepankan akhlak terpuji.
Disini peluang munculnya calon gubernur lain sebagai “Kuda Putih” yang awalnya tidak diperhitungkan menjadi terbuka untuk menarik simpati masyarakat yang mungkin saja “capek” dengan polarisasi Gus Ipul dan Khofifah yang makin tajam.
Munculnya “Kuda Putih” istilah lain dari “Kuda Hitam” lazimnya digunakan untuk menggambarkan figur calon kepala daerah alternatif di setiap perhelatan pemilihan kepala daerah. Ada satu calon yang dinilai potensial dan berpeluang mengambil simpati masyarakat dengan memanfaatkan situasi “perang” dua calon yang sama-sama kuat. Calon gubernur alternatif “Kuda Putih” ini bisa saja didukung dan dicalonkan resmi oleh gabungan partai politik peserta pemilu, atau bisa juga muncul secara perseorangan sebagai calon gubernur independen yang dilegalkan oleh aturan. Menilik arah koalisi partai politik dalam pilgub Jatim, publik juga masih menunggu sikap partai Gerindra, PKS, PAN dan calon perseorangan yang bisa saja memberi kejutan pada detik-detik akhir menjelang pendaftaran calon. Politik itu sangat dinamis, unpredictable dan injury time.
Fajar A. Isnugroho
Dewan Redaksi Suara Muslim
16.10.17