Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah
Ilustrasi kerjasama. (Ils: Dribbble/ Prima Leta)

Suaramuslim.net – Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain. Antara lain melalui pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun risiko kerugian, kini telah dilakukan oleh lembaga keuangan syariah (LKS). Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

Mengingat 

  1. Firman Allah Surat Shad Ayat 24

“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini….”

  1. Firman Allah Surat Al-Maidah Ayat 1

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

  1. Hadis Nabi

“Allah swt berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (Abu Daud).

  1. Hadis Nabi

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (At-Tirmizi).

  1. Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu.
  1. Ijma ulama atas kebolehan musyarakah.
  1. Kaidah fikih 

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan: Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H/13 April 2000. 

Menetapkan: FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Beberapa ketentuan:

  1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
  • Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
  • Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
  • Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
  1. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
  • Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
  • Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
  • Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
  • Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
  • Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
  1. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
  • Modal

a. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

b. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.

c. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.

  • Kerja

a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

  • Keuntungan

a. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.

b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.

c. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

  • Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
  1. Biaya Operasional dan Persengketaan
  • Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
  • Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment