Suaramuslim.net – Mengapa umat Islam terpuruk dimana-mana? Karena tidak memimpin dunia pluralnya. Keterpurukan umat Islam berarti keterpurukan bangsa karena yang terpuruk itu mayoritas penduduk negeri. Ingat adagium politik: “Jika mayoritas penduduk suatu negeri itu sejahtera maka minoritasnya akan ikut terangkat, tidak berlaku untuk kondisi yang sebaliknya”.
Bagaimana untuk bisa berhasil menjadi pemimpin di dunia pluralnya?. Mari dicermati kunci yang ternyata sudah Allah firmankan dalam Al Quran (5:56) yang artinya “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”.
Dalam satu ayat itu Allah menunjukkan dua variabel sunnatullah untuk pemenangan Islam di dunia pluralnya, yang harus dilakukan umat Islam secara simultan, yaitu : (1) Membangun hizbullah atau partai Islam; (2) Mengusung atau memenangkan figur mukmin menjadi pemimpin formal di dunia pluralnya. Figur mukmin disini adalah muslim yang sudah tertib shalat atau ritual Islam, tertib bayar zakat atau beramal sosial dan muslim yang taat syariat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kedua variabel tersebut harus simultan dikerjakan, tidak cukup hanya salah satunya, apalagi jika tidak kedua-duanya. Orang Islam justru membesarkan partai sekuler, disertai memilih figur sekuler menjadi pemimpin formal di dunia pluralnya.
Jadi, kekeliruan fatal umat di negeri muslim pada umumnya adalah karena mengabaikan atau melawan sunnatullah pemenangan Islam politik tersebut melalui dua hal.
Pertama, umat getol membesarkan partai sekuler, meninggalkan/mengabaikan/melecehkan partai Islam dengan berbagai alasan; bisa karena pengurus partai Islam yang sedang lalai atau karena terperangkap rekayasa pesaing.
Kedua, keteledoran fungsionaris partai Islam yang mau-maunya berkoalisi dengan partai sekuler untuk mendukung figur yang diusung partai sekuler tersebut menjadi pemimpin formal di daerah atau negerinya.
Umat Islam di Indonesia kini Alhamdulillah sudah punya partai berasas Islam (PPP, PKS, PBB), yang berarti itu sudah memiliki potensi untuk memenuhi satu persyaratan sukses (jelas berbeda sekali dengan kondisi saat Orde Baru). Jika partai Islam tersebut berhasil dikembangkan untuk merepresentasikan hizbullah maka tinggal membuat upaya serius untuk menggandengkan dengan variabel pasangannya, yaitu jangan sekali-kali mengusung atau memenangkan figur dari partai sekuler menjadi pemimpin formal di daerah/negerinya dengan harga berapapun.
Bagaimana bisa menjadikan partai berasas Islam berhasil dikembangkan menjadi representasi hizbullah yang disebut dalam Al Quran?. Ada 6 hal yang harus dilakukan partai berasas Islam tersebut.
Pertama, kepemimpinan tertinggi di tangan Majelis Ulama Partai (MUP) yang terdiri dari figur ulama berkualitas dan berwawasan saintek. Kedua, pimpinan eksekutif ditetapkan dan diberhentikan oleh MUP, bukan oleh forum muktamar dengan sistem pilihan one man one vote yang rawan politik uang dan kepentingan-kepentingan personal. Ketiga, semua jajaran eksekutif harus berkualitas mukmin, bukan munafiqin-zholimin. Keempat, pejabat publik yang diusung juga berkualitas mukmin. Kelima, pengelolaan partai termasuk keuangan harus dilandasi obyektifitas dan transparansi. Keenam, program-program partai harus berorientasi pada memberi dan mempromosikan solusi Islam untuk pemecahan masalah-masalah bangsa.
Kriteria ideal partai Islam berkualitas hizbullah seperti diatas harus secepatnya dibangun oleh fungsionaris dan aktifis-aktifis partai Islam yang ada, didukung penuh secara moral-material oleh para pejuang Islam pada umumnya.
Mari segera diikuti secara istiqomah sunnatullah pemenangan Islam di dunia plural atau bhineka ini dengan cara; umat harus teguh bersama partai Islam; umat dan partai Islam hanya mengusung, memilih, memenangkan figur mukmin dari partai Islam untuk menjadi pemimpin formal di daerah/negerinya.
Oleh: Fuad Amsyari, Ph.D
(Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat).
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net