Suaramuslim.net – Literasi. Satu kata yang kini banyak dibahas mengingat kemampuan ini masih lemah dimiliki, khususnya di Indonesia. Literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis serta memahami pesan/informasi yang disuguhkan dalam bentuk visual lain seperti video atau gambar. Maknanya tentu saja bukan sekadar bisa membaca dan menulis, tetapi kemampuan ini harus sampai pada taraf pemahaman, bahkan lebih dari itu.
Ada ungkapan menarik tentang kemampuan literasi ini. Jika ingin melihat kemampuan literasi suatu negeri maka lihatlah apakah angkutan umum di negeri itu masih pakai kondektur? Jika ya, maka kemampuan literasi negeri itu masih rendah. Kok bisa? Di terminal, coba perhatikan! Apakah lajur di mana bus berada sudah ada keterangan trayek bus tersebut? Ada. Bahkan di busnya sendiri juga terpampang tulisan bahwa dia akan melaju ke mana. Lantas mengapa ada penumpang yang masih bertanya kepada kondektur tentang destinasi bus?
Benar juga, kalau yang sederhana seperti itu saja masyarakat masih enggan membaca, bagaimana dengan sikap mereka terhadap membaca dan menulis buku? Maka kemampuan literasi ini menjadi bagian penting program pendidikan untuk anak.
Ajak Anak ke Tempat Umum
Di antara caranya adalah mengajak anak ke tempat umum, seperti taman, masjid, perpustakaan, rumah sakit, dsb. Asah kemampuan literasi anak pada tempat umum ini. Di taman biasanya ada papan besar terpampang, berisi gambar-gambar yang menandakan hal apa saja yang tidak boleh dilakukan di sana. Minta anak menjelaskan maknanya, lantas menjalankan maksud gambar tersebut.
“Ini apa maksudnya, Nak?” tanya seorang ayah kepada anaknya ketika mendapati gambar orang berenang dan diberi tanda silang.
“Nggak boleh berenang ya di sungai kecil itu?” jawab anak.
“Kalau ini?” tanya sang ayah lagi menunjuk gambar orang membawa hewan dan disilang.
“Nggak boleh bawa hewan, ya?”
Begitulah contohnya. Begitu masuk sebuah tempat umum, ajarkan kepada anak membaca setiap informasi yang tertera di papan atau di banner, dan lainnya.
Yuk Membaca, Nak!
Buku terbaik ketika anak pertama kali dikenalkan buku adalah buku yang banyak gambarnya, sedikit atau bahkan tidak ada tulisannya. Dari situlah, anak berusaha mengungkap makna isi buku. Lambat laun kemampuan memahami isi buku akan terasah.
Jenis buku lama-lama dinaikkan yang akan menjadi bahan bacaan anak. Mulai ada tulisan, hingga lama-lama penuh dengan tulisan. Sesuaikan saja dengan usia anak. Proses yang bertahap dalam membaca buku ini akan menghasilkan kemampuan literasi anak yang baik.
Dalam sebuah diskusi bersama pegiat literasi, ada sebuah alasan terungkap mengapa anak Indonesia daya bacanya rendah. Salah satu penyebabnya adalah sejak TK yang disuguhkan adalah buku pelajaran. Anak sudah enggan duluan. Maka ketika disodori buku bacaan, itu bukan pilihan yang menarik. Sehingga, menjadi PR besar pula bagi pendidikan Indonesia, bagaimana anak tetap bisa menikmati buku pelajaran namun tetap senang membaca buku yang lainnya.
Membaca menjadi bagian dari literasi juga bisa dilatihkan kepada anak saat dia mengaktifkan gadgetnya. Ajak anak membaca dan memaknai isi buku digital. Terutama ini untuk anak yang sudah 14 tahun ke atas. Namun demikian, buku secara fisik nyata juga tetap perlu ada sehingga anak bisa membacanya kapan saja.
Yuk Menulis, Nak!
Membaca dan menulis adalah satu paket. Dengan menulis akan lebih mengikat ilmu yang didapat dari membaca. Namun, kemampuan ini tidak bisa serta merta ada dalam diri anak. Bahkan untuk urusan memegang alat tulis saja, anak malas. Gadget yang mereka pegang pun lebih asyik dipakai untuk menonton video yang tak bermanfaat, bermain online games tanpa kendali, dan menyebarkan berita hoax.
Maka, ajarkan anak menulis. Berikan anak buku diary, sentuh emosinya sehingga anak bisa menuangkan perasaan, beri media menulis yang menarik selain buku tulis (seperti mading), bebaskan imajinasinya, dan beri penguatan ketika anak berhasil melakukannya. Sebisa mungkin, ketika anak memegang gadget sekalipun, latih anak untuk menulis.
Tentunya, proses yang berliku melakukan pendidikan literasi untuk anak pasti ada. Tantangan zaman digital memang semestinya anak pun mengikuti perkembangannya. Pun orang tua. Namun, menyelaraskan dan menyeimbangkannya dengan literasi yang berbasis bukan digital juga tetap perlu dilakukan. Tiga poin di atas tidak akan berjalan dengan baik manakala minim keteladanan. Orang tua sebisa mungkin mencontohkan, didukung dari pihak sekolah dengan program bagusnya di bidang perpustakaan. Termasuk pula dukungan dari pihak pemerintahan.