Suaramuslim.net – Para nabi dan rasul memiliki posisi yang berbeda di komunitasnya, namun tugas utamanya sama, yakni fokus untuk menegakkan nilai-nilai tauhid. Posisi yang berbeda tidak menghalangi tugas untuk menegakkan nilai-nilai tauhid.
Nabi Sulaiman berkedudukan sebagai raja, memanfaatkan kekuasaannya untuk menegakkan kalimat tauhid hingga mengislamkan seorang ratu yang sebelumnya mengajak rakyatnya menyembah matahari. Sementara Nabi Ibrahim hidup sebagai rakyat biasa, namun sangat gigih dalam menegakkan tauhid, walau risikonya dibakar.
Begitu pula yang dilakukan Nabi Yusuf tidak kalah besar pengorbanannya dalam menegakkan tauhid. Sejak muda, saat di penjara, hingga saat berkuasa sebagai bendahara kerajaan tidak pernah lupa mendakwahkan tauhid.
Tiga nabi di atas merupakan contoh konkret perjuangan menegakkan nilai tauhid, sehingga akhir kehidupan mereka dihormati oleh rakyatnya dan diagungkan Allah.
Alam semesta dan tauhid
Mengagungkan Allah dengan mentauhidkan-Nya merupakan sunnatullah. Alam semesta dan seluruh makhluknya tunduk dan patuh pada aturan dan norma Allah. Tidak ada satupun mahkluk, baik yang ada di langit dan bumi, yang melakukan pembangkangan pada perintah Allah.
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يَسْجُدُ لَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَ رْضِ وَا لشَّمْسُ وَا لْقَمَرُ وَا لنُّجُوْمُ وَ الْجِبَا لُ وَا لشَّجَرُ وَا لدَّوَآ بُّ وَكَثِيْرٌ مِّنَ النَّا سِ ۗ وَكَثِيْرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَا بُ ۗ وَمَنْ يُّهِنِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ مُّكْرِمٍ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ
“Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata, dan banyak di antara manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Barang siapa dihinakan Allah, tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj: 18).
Allah menunjukkan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang melakukan penyimpangan, dan mereka tunduk dan patuh dengan mentauhidkan Allah. Hal ini berbeda dengan manusia yang kebanyakan menolak untuk mentauhidkan Allah. Bahkan ketika ada manusia yang mentauhidkan-Nya mengalami ancaman dan pengusiran.
ٱلَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَا رِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗ وَلَوْلَا دَ فْعُ اللّٰهِ النَّا سَ بَعْضَهُمْ بِبَـعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَا مِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ
“(yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (Al-Hajj: 40).
Utusan Allah dan penegakan tauhid
Keteguhan memegang tauhid memiliki konsekuensi penistaan dan persekusi. Namun semangat perjuangan yang berkobar membuat mereka tidak patah arang serta berjihad di manapun berada dengan peran yang berbeda.
Nabi Sulaiman saat menjadi raja memanfaatkan kekuasaannya untuk mentauhidkan masyarakat yang ada di bawah kekuasaannya. Bahkan perjuangan menegakkan tauhid itu dengan mengislamkan siapapun yang menyimpang.
Nabi Sulaiman berhasil mengajak Ratu Bilqis untuk masuk Islam dan membebaskannya dari penyembahan matahari.
اَ لَّا تَعْلُوْا عَلَيَّ وَأْتُوْنِيْ مُسْلِمِيْنَ
“Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (An-Naml: 31).
Kekuasaan yang ada di pundak Nabi Sulaiman dimanfaatkan dengan maksimal untuk meluruskan keyakinan yang menyimpang. Pasukan yang sangat kuat, baik dari kalangan manusia, binatang, dan jin dimanfaatkan untuk mentauhidkan Allah. Hal ini menjadikan kerajaannya kokoh dan kuat, hingga tak ada kerajaan manapun yang menandinginya.
Apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim merupakan contoh empirik bagaimana perjuangan menegakkan tauhid berkonsekuensi hukuman pembakaran.
Nabi Ibrahim berjuang menegakkan tauhid dengan mempertanyakan manfaat berhala. Dikatakannya bahwa berhala tidak bisa memberi manfaat dan mendatangkan bahaya. (QS. Anbiya: 68). Sikap yang demikian berani ini, membuat para pemuka kaumnya marah dan memerintahkan Nabi Ibrahim untuk dibakar. Namun keteguhan dan kegigihannya mendatangkan pertolongan Allah dan menyelamatkannya.
Apa yang diperjuangkan Nabi Yusuf dalam menegakkan tauhid juga tidak kalah gigihnya. Ketika situasi sulit, ketika dalam penjara, beliau tetap menyeru untuk mengagungkan Allah. Usaha yang dilakukan membawa hasil saat sang raja memilihnya untuk menduduki jabatan penting di negaranya. Keteguhannya dalam menegakkan kalimat tauhid ini, termaktub sebagaimana firman-Nya:
يٰصَا حِبَيِ السِّجْنِ ءَاَرْبَا بٌ مُّتَفَرِّقُوْنَ خَيْرٌ اَمِ اللّٰهُ الْوَا حِدُ الْقَهَّا رُ
“Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa?” (Yusuf: 39).
Perjuangan menegakkan tauhid merupakan inti perjuangan para nabi dan rasul. Posisi mereka yang tidak sama tidak membuat mereka hilang semangat untuk mentauhidkan Allah. Nabi Ibrahim sebagai rakyat biasa atau Nabi Sulaiman dan Nabi Yusuf yang menduduki jabatan memiliki spirit yang sama dan menggelora untuk tegaknya tauhid.
Hilangnya spirit perjuangan menegakkan tauhid inilah yang membuat umat Islam terhina dan terpuruk. Untuk mengembalikan kejayaan umat Islam, tidak ada jalan lain, kecuali dengan menghidupkan spirit mengagungkan dan menyucikan Allah semata dengan mentauhidkan-Nya.
Surabaya, 11 Maret 2022