Suaramuslim.net – Kang Asep yang saya cintai…
Baru saja saya membaca kitab Tabaqat As-Syafi’iyah, di dalamnya ada kisah tentang Nasir Al Umari, seorang ilmuwan mazhab Syafi’i yang terkenal sangat wara, zuhud, qana’ah, tawadu dan lemah lembut. Beliau hidup pada tahun 444-an H atau sekitar tahun 1053 di Merv, Suriah.
Ketika ia muda dan baru saja dinyatakan lulus ilmu fikih oleh gurunya yaitu Abu Abbas As Sarkhasi, ia diberi selamat oleh gurunya. Tapi ia justru menangis dan menggigil dan terus menerus membaca istigfar.
Sang guru bertanya, “Mengapa menggigil ketakutan dan bukannya gembira?”
Nasir Al Umari menjawab, “Sungguh tak lagi mudah bagiku untuk masuk surga, karena setiap huruf dari ilmu yang kupelajari harus aku pertanggungjawabkan di hadapan Allah.”
Abu Abbas tersentak dengan jawaban sang murid, ia pun tertunduk dan air matanya berlinang.
Sang murid balik bertanya, “Mengapa engkau bersedih duhai guruku?”
Abu Abbas menjawab, “Betapa jauh surga bagiku. Karena setiap perbuatan muridku adalah tanggung jawabku. Bagaimana aku bisa bergembira jika tak ada kepastian bahwa setiap muridku telah aku ajarkan tentang akidah dan akhlak yang benar?”
Maka hari itu, hari pesta kelulusan itu, tak ada tawa berlebihan, tak ada pesta dan bunga, tak ada pekik dan tepuk tangan, yang ada adalah tafakur.
Ilmu bukanlah kegembiraan dan kebanggaan, melainkan pertanggungjawaban yang maha berat di hadapan Allah.
Saya sekadar cerita dari apa yang saya baca, tentu kita memang bukan Abu Abbas As Sarkhasi dan murid kita pun bukan Nasir Al Umari.
Selamat membimbing dan menemani anak-anak ujian, semoga lancar.
Aamiin.*
Wassalam
Cibinong, 12 Mei 2019
Yudha Heryawan Asnawi – Sosiolog, pengajar Sekolah Bisnis IPB
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net