Suaramuslim.net – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) pada 16 Mei 2025 membawa kejutan yang tidak hanya berdampak pada dunia keuangan, namun juga menimbulkan diskursus menarik di kalangan umat, cendekiawan muslim, dan komunitas strategis yang peduli dengan arah kebijakan perbankan syariah nasional.
Penunjukan Anggoro Eko Cahyo sebagai Direktur Utama, serta Muhadjir Effendy (Ketua PP Muhammadiyah) sebagai Komisaris Utama menggantikan Muliaman D. Hadad, adalah dua momen penting yang memiliki bobot simbolik dan strategis.
Anggoro dikenal sebagai bankir senior dengan rekam jejak kuat di BPJS Ketenagakerjaan. Sementara Muhadjir adalah tokoh Muhammadiyah yang sejak awal dikenal vokal dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai moderat, nasionalis-religius, dan pembangunan sosial berbasis keumatan.
Namun, kehadiran Muhadjir sebagai Komisaris Utama menjadi lebih menarik karena pada 2024 lalu, Muhammadiyah sempat melakukan “bedol dana” atau penarikan simpanan secara signifikan dari BSI. Hal ini, menurut penjelasan resmi Muhammadiyah, dilakukan untuk mendorong terciptanya persaingan sehat antarbank syariah dan menghindari risiko konsentrasi dana yang terlalu tinggi di satu bank.
Refleksi bisnis dan spirit ekosistem
Aksi rasionalisasi dana Muhammadiyah ini menunjukkan satu hal penting: ekosistem keuangan syariah di Indonesia belum sepenuhnya inklusif dan bersifat mutual. Perbankan syariah mestinya dibangun bukan hanya dengan pendekatan korporasi, tetapi juga dengan semangat jamaah, keadilan, partisipasi, dan kolaborasi.
Muhammadiyah, dengan lebih dari 28.000 lembaga pendidikan, 170 perguruan tinggi, 400 rumah sakit, dan ratusan pesantren serta Baitut Tamwil, memiliki posisi strategis sebagai kekuatan ekonomi umat. Ketika suara besar ini tidak terakomodasi secara representatif dalam kepengurusan BSI yang notabene adalah bank hasil merger tiga bank syariah milik negara, maka perasaan eksklusif bisa muncul.
Namun kini, dengan hadirnya Muhadjir Effendy dalam pucuk komisaris, muncul harapan baru bahwa suara komunitas besar seperti Muhammadiyah akan lebih terdengar dan bisa menjembatani hubungan korporasi dan komunitas dengan lebih harmonis.
Inspirasi bagi perbankan nasional
Kisah BSI dan Muhammadiyah ini seharusnya menjadi pelajaran berharga. Dalam konteks ekonomi syariah yang berbasis nilai, relasi antara kekuatan umat (civil society) dan kekuatan negara (state-owned corporation) tidak boleh hanya transaksional, melainkan juga transformasional.
Bank syariah harus berperan sebagai agent of change, bukan sekadar institusi penghimpun dana. Mereka harus hadir dengan semangat pelayanan kepada umat, memajukan inklusi keuangan, mendukung sektor produktif, serta mendorong pertumbuhan usaha mikro dan menengah yang sehat.
Pesan moral dari ICMI Jawa Timur
Sebagai bagian dari komunitas cendekiawan muslim, kami di ICMI Jawa Timur melihat pentingnya peran strategis cendekiawan dalam merawat ekosistem ekonomi umat. Cendekiawan tidak hanya bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa lewat ilmu, tetapi juga menjadi penopang nilai-nilai etik dalam sistem ekonomi nasional.
Momentum ini adalah ajakan untuk membangun ekosistem perbankan syariah yang inklusif, adil, berkelanjutan, dan penuh integritas. Mari jadikan BSI sebagai rumah besar ekonomi syariah yang bukan hanya modern secara teknologi, tetapi juga kaya secara nilai dan keberpihakan kepada umat.
Menuju ekonomi yang berkeadaban
Kita berharap bahwa penguatan struktur kepemimpinan BSI dapat membawa arah baru yang strategis dan membumi. Langkah Muhammadiyah dalam merasionalisasi dan menata kembali portofolio keuangannya bukanlah bentuk antipati, melainkan strategi proaktif agar perbankan syariah di Indonesia tidak jatuh dalam praktik oligarki ekonomi syariah.
Mari kita terus mengawal dan menguatkan visi bersama: menuju ekonomi syariah yang adil, merata, dan bermartabat, bukan hanya besar secara aset, tetapi juga unggul secara nilai dan keberkahan.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad). Dan firman Allah SWT: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2).
Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur