Suaramuslim.net – Kabinet itu seperti kapal besar. Nahkoda boleh hebat, layar boleh megah, tapi kapal hanya akan selamat sampai tujuan kalau awaknya lengkap dan paham arah.
Presiden Prabowo sedang menyiapkan kapal itu. Tujuannya jelas: Indonesia Emas 2045. Lalu, siapa saja awak yang mesti ada di dalamnya?
Selama ini, kursi-kursi banyak diisi oleh perwakilan partai. Itu wajar. Politik adalah bahan bakar awal perjalanan. Tapi, untuk berlayar jauh, bahan bakar saja tidak cukup. Dibutuhkan peta, kompas, bahkan navigator yang tahu betul jalur laut internasional.
Di titik ini, cendekiawan Muslim dari ICMI punya tempat yang tepat. Mereka bukan sekadar kumpulan orang pintar di ruang seminar. Mereka adalah penjelajah pikiran yang pernah membuktikan diri bisa membawa bangsa ini melintasi masa-masa transisi.
ICMI sejak lahir membawa identitas unik: modern, religius, sekaligus nasionalis. Mereka bisa bicara di kampus, tapi juga dipahami di pesantren. Mereka menulis di jurnal ilmiah, tapi juga turun ke desa. Ada semacam jembatan yang mereka bangun: antara agama dan ilmu, antara politik dan moral, antara negara dan masyarakat sipil.
Bukankah itu yang sekarang dibutuhkan?
Kapal besar Prabowo butuh teknokrat yang jernih, bukan hanya politisi yang lihai. Butuh penyambung moral umat, bukan sekadar pengumpul suara. Butuh pikir jangka panjang, bukan hanya kalkulasi lima tahunan.
Menempatkan tokoh ICMI di kabinet, pada akhirnya, bukan semata urusan representasi. Itu soal kelengkapan kru kapal. Supaya layar tidak hanya kuat menantang badai, tapi juga tahu di mana pelabuhan akan disinggahi.
Sejarah mencatat, bangsa ini pernah selamat dari goncangan karena ada peran besar cendekiawan Muslim.
Apakah kali ini sejarah akan kembali memberi peran itu? Semuanya kembali pada keberanian sang nahkoda.
Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur